29 ujian, harapan, kesempatan

2.4K 113 1
                                    

"Jika kesempatan hidup ada dua kali, aku hanya ingin terlahir kembali
Dengan masalah dan beban yang tak sepelik saat ini"

Cia berjalan tertatih, dengan setelan seragam putih abu-abu yang melekat ditubuhnya. Dengan guyuran hujan yang menimpanya.

Cia sengaja tak mau menunggu Bram untuk pulang bersama, untuk hari ini Cia ingin melepaskan segala bebannya, beban yang menyelimuti dirinya akhir-akhir ini.

Terlebih lagi beban menjadi anak broken home. Cia mengetahui segalanya, mengetahui tentang alasan dibalik perceraian kedua orang tuanya. Untuk yang kesekian kali, Cia kembali diuji.

Belum sembuh perihal hati, kini datang masalah baru lagi.

"emang kayaknya Cia gak layak buat bahagia, tuhan?" Cia menengadahkan wajahnya, membiarkan wajah cantiknya terkena tetesan hujan.

Tadi saat jam istirahat, Bram sengaja datang ke kelasnya hanya untuk memastikan Cia. Namun, lain dari dugaannya, justru Cia tengah asyik bertelpon dengan Rasdan.

Kemudian entah fikiran dari mana, Cia merasa Bram adalah orang yang tepat sebagai tempatnya bertanya melihat begitu akrabnya Bram dengan keluarganya.

Bram awalnya juga enggan membuka mulut untuk menceritakan garis besar masalah keluarga Cia. Tapi, Cia terus-menerus mendesak dengan beberapa ancaman kecil.

Bram yang melihat itu nyaris tak tega, dan lagi pula, Cia berhak tau atas segalanya, Cia adalah korban dari perceraian Amel dan Rasdan.

Dengan teramat berat hati, Bram menceritakan segalanya yang tentu saja membuat Cia tak bisa mempercayainya.

Bagaimana seorang Rasdan yang begitu halus dalam memperlakukannya, ternyata dilain sisi, Papanya tersebut mempunyai kelainan yang saat ini disebut dengan self injure.

Kelainan pada mental yang terkadang dimiliki oleh seseorang yang tak bisa melampiasakan emosinya, justru akan menyakiti dirinya sendiri.

Terlebih lagi, tak cukup hanya itu. Bram juga menceritakan bagaimana tangisan mamanya ketika tak sengaja Rasdan menggoreskan pisau buah di pergelangan tangannya.

Jadi selama ini, masalah sepelik ini hanya Amel yang menghadapi. Disini, Cia sebagai anak merasa tak berguna.

"maafin Cia Bun" Cia bermonolog sambil terus meneteskan air matanya yang jatuh bersama hujan.

"kenapa bunda justru sembunyiin semuanya dari Cia?"

"bunda gak boleh egois bun, semua bisa diceritakan"

"bagaimana bisa bunda menyembunyikan beban seberat ini? andai kalo bunda cerita semuanya sama Cia, pasti Cia bisa ngertiin bunda"

Cia terus saja bermonolog menyalahkan dirinya sendiri.

Dilain tempat, Bram tengah bingung mencari keberadaan Cia. Ditambah lagi hujan yang terus mengguyur ibu kota tanpa jeda, disusul kilatan menggelegar dari langit.

"maudyyy!!"

Bram sedikit berteriak ketika melihat Maudy yang nampak baru saja keluar dari perpustakaan.

"kenapa?"

"lo, lagi sama Cia?"

Maudy memandang sekitar, seolah menyuruh Bram untuk ikut melihatnya, bahwa disekelilingnya tidak ada kehadiran Cia.

"tadi katanya dia mau nungguin lo diparkiran, lo masih belum ketemu anaknya?" tanya balik Maudy, yang mendapati gelengan lemah Bram.

"makasih, gue duluan kalo gitu" Bram sedikit berlari, menuju perkiran dan tanpa pikir panjang lagi, cowok berbadan tegap tersebut melesat meninggalkan kawasan sekolah.

EUFORIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang