"Mama perhatikan, akhir-akhir ini kamu kayaknya sering pergi pas malam minggu ya, Sooyoung."
Sooyoung yang tengah duduk manis bersama Papanya menonton TV di ruang keluarga melotot begitu Mamanya menaruh sepiring buah semangka yang sudah dipotong-potong di depan meja TV.
"Namanya juga weekend, Ma." Sooyoung berusaha untuk terlihat cuek.
Mamanya memicing, "Dulu mana pernah kamu pergi. Kerjaan di rumah terus. Nggak pernah bergaul. Sekarang tumben kamu pergi terus?"
Sooyoung mengerucut. Dari dulu, Sooyoung memang sebenarnya agak malas untuk keluar rumah saat akhir pekan. Semenjak lulus kuliah dan mulai bekerja di bidangnya sekarang, weekend adalah hari sakral, alias waktu yang tepat untuk bermalas-malasan di rumah.
Sering dulu Mama dan Papanya mulai gelisah melihat putri satu-satunya mereka hanya berbaring di kasur—atau bersantai di depan TV seraya menghabiskan makanan pesan antar. Mulai tahun kedua bekerja, tiap Sabtu pagi Sooyoung memang sudah mulai sering keluar rumah—olahraga bersama rekan satu timnya. Tapi hanya itu. Pukul sebelas, dia sudah kembali ke rumah dan menghabiskan hari di atas kasur.
Sejak kecil, Sooyoung memang lebih nyaman tinggal di rumah dibanding main bersama teman-temannya. Bergaul dan bersosialisasi seperlunya saja. Intensitasnya mengunjungi klab malam bahkan bisa dibilang paling minim dibanding teman-teman sepergaulannya. Dia pasti menjadi orang pertama yang akan ijin untuk pulang lebih dulu dibanding yang lain.
Sekarang, orang tua Sooyoung mulai bertanya-tanya kebiasaan Sooyoung yang selalu pulang di atas pukul sembilan saat akhir pekan. Seperti bukan Sooyoung yang mereka kenal.
"Katanya disuruh bergaul. Sekarang udah sering keluar malah diprotes. Gimana sih, Ma?" Sooyoung pura-pura mengerucut, walau dalam hati takut kalau-kalau Mamanya sampai benar menebak apa yang terjadi.
"Kamu punya pacar?"
BANG!
Telak, tepat sasaran.
"Enggak ada." Sooyoung mengerdik cuek.
"Enggak ada yang tahu maksudnya?"
Ya ampun. Ingin sekali Sooyoung bertepuk tangan menyadari tebakan Mamanya yang hampir selalu benar.
"Bagus. Namanya kerja pasti butuh istirahat. Di usia segitu harus banyak bergaul, bangun relasi. Jangan stress di rumah terus, Sooyoung. Dunia itu luas. Banyak-banyak ketemu orang mulai sekarang." Papanya berkomentar walau pun tatapan beliau masih fokus pada layar TV.
"Tuh, Papa aja bilang bagus, Ma. Memang kalau main harus ada pacar? Sooyoung kan juga ada temen-temen kantor. Mereka weekend kalau enggak shopping ya olahraga." Sooyoung tidak sepenuhnya berbohong. Tiap Sabtu pagi dia memang selalu ikut fitness bersama rekan satu timnya. Setelah selesai, Namjoon akan menjemputnya di parkir depan mall.
"Mobil juga jarang dipakai. Ada yang antar pasti?" Mamanya memicing.
"Pakai Taxi. Kadang pesan gojek. Kan ganjil genap."
"Masih bisa pakai mobil yang lain, kan? Brio merah yang dulu dipakai kuliah kenapa nggak pakai itu saja? Nomornya beda sama yang mobil kamu sekarang."
Aduh! Sooyoung kadang menyesalkan bagaimana bisa Mamanya jeli melihat situasi kondisi yang terjadi pada dirinya. Sooyoung mengernyit, memikirkan alasan apalagi yang bisa dia pakai untuk menyanggah segala kecurigaan Mamanya.
"Nggak musti pakai mobil sendiri tiap hari. Malas cari parkir kalau di kantor. Pasti sudah full duluan."
Mamanya menyuapkan beberapa potong semangka pada Papanya sebelum menghela napas, "Mama begini karena khawatir. Nak Namjoon bagaimana? Padahal bulan kemarin dia tanya kabar Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET ENEMY✔
FanfictionSpin off Touch It. Tujuh tahun yang lalu, Kim Namjoon di mata Park Sooyoung hanyalah seorang cowok playboy kelas kakap pembawa masalah yang terpaksa harus terikat pertunangan dengannya. Sekarang, setelah tujuh tahun berlalu dan hubungan mereka resmi...