39. Bimbang

212 17 2
                                    

. . .

Bianka menatap bintang-bintang bersinar di langit malam yang gelap di balkon. Sama halnya dengan Bima yang juga berada di balkon, namun Bima sama sekali tidak melihat bintang melainkan melihat wajah Bianka. Bima penasaran apa yang sedang di pikirkan gadis itu, sampai akhirnya Bima kesal karena Bianka sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

"Woi Bi lo mirikin apa?" Bianka menoleh pada Bima yang menyentuh bahunya.

"Enggak mikirin apa-apa kok." Jawab Bianka tersenyum kecil.

"Terus kenapa lo gak nyadar ada gue di sini?" Tanya Bima menaikkan sebelah alisnya.

"Gue sadar kok ada lo." Bima Berdecak, merasa gemas dengan tingkah Bianka.

"Kalau lo masih sayang sama mereka lo jangan kayak gini Bi!" Bianka mengerutkan pelipisnya.

"Maksud lo apa Bim?"

"Ya kalau lo masih sayang sama mereka lo jangan menghindar dari mereka." Ucap Bima.

"Mereka bukan siapa-siapa gue lagi Bim.." Bima terkekeh kecil mendengarnya.

"Bullshit Bi, gue tau mereka itu sangat berarti bagi lo." Bima sengaja berhenti menggantungkan ucapannya.

"Terutama Fero, dari mata lo ngeliatin dia gue udah tau kalau Fero masih berarti bagi lo Bi." Lanjut Bima dan Bianka diam membisu menatap Bima.

"Emang bener kata lo Bim. Mereka memang berarti bagi gue, terutama Fero. Tapi gue harus apa? Gue udah terlanjur sakit hati Bim." Ujar Bianka memelas.

Bima menghela nafas lalu meletakkan kedua tangannya di bahu Bianka. Bianka berhadapan dengan Bima, menatap lekat wajah Bima.

"Semuanya ada di lo Bi, lo tau harus berbuat apa. Gue rasa, gue gak harus sebutin hal itu." Bima tersenyum dan Bianka masib memikirkan ucapan Bima.

Bianka menarik nafas lalu mengeluarkannya secara perlahan. Kemudian mengukir senyum.

"Gue usahain akan buat memaafkan mereka Bim." Bima mengangguk lalu keduanya sama-sama terdiam menatap langit gelap.

. . .

Keesokan harinya tepatnya di kantin kampus, Jeni, Zaki, Fero, Bian, dan Luna sedang berkumpul seperti biasanya. Mereka makan makanannya tanpa bicara satu sama lain. Begitupun dengan Fero, yang setiap harinya selalu berwajah datar.

Jujur saja, Fero lelah dengan hidupnya seperti ini. Yang selalu dipaksa oleh Brama untuk menemani Viana kemanapun. Fero menghela nafasnya, kalau saja sulu ia dan Bianka masih bersama. Mungkin ayahnua tidak akan memaksa Fero harus berjodoh dengan Viana.

"Ngomong ngomong lo beneran mau Fer dijodohkan sama Viana?" Tanya Zaki dan semua serempak menoleh ke Fero menunggu jawaban.

"Gak." Tegas Fero.

"Kenapa gak lo batalin?" Fero berdecak.

"Udah. Tapi percuma." Tutur Fero membuat semuanya terdiam.

"Terus lo pasrah aja sama bokap lo?" Tanya Bian tersenyum mengejek. Sedangkan Fero menatap Bian tajam, merasa suasana hatinya sedang buruk.

Akhirnya Fero beranjak meninggalkan kantin, tanpa sepatah katapun.

"Ck, lo sih Bian ngomongnya gak bisa di jaga." Ucap Jeni melihat kepergian Fero. Bian hanya tersenyum miring menatap punggung Fero.

"Salah dia, coba sekarang dia masih sama Bianka. Mungkin bokapnya enggak akan maksa." Tutur Bian membuat Jeni terdiam.

"Kan keburu Bianka pergi, haha." Lanjut Bian tertawa hambar.

Jeni mengepalkan tangannya. "Bianka belum pergi! Dia ada di sini!" Tegas Jeni menahan tangisnya.

"Maksud lo apa?" Tanya Bian.

"Lo liat anak baru itu, dia Bianka kita Bi!" Jeni beranjak sembari menunjuk seorang gadis yang sendirian sambil makan di sana.

Bian ikut beranjak melihat siapa yang ditunjuk Jeni, Bian terdiam menatap lekat perempuan itu.

"Bener kan Bi? Kemarin gue juga udah ngomong sama Bianka. Tapi Bianka mau sendiri katanya." Ujarnya sedih.

Sedangkan Bian ketika melihat perempuan itu beranjak pergi Bian dengan cepat menyusulnya.

Lain dengan Bianka yang sekarang tengah berjalan menjauh dari kantin. Bianka merasa gelisah tadi diwaktu Jeni menunjuknya dan bersuara keras. Bianka merasa ada seorang yang mengikutinya, dan saat bianka berbalik ia terkejut melihat ada Bian di hadapannya dengan jarak yang dekat.

Refleks Bianka mundur. Ketika Bianka hendak pergi Bian langsung mencengkram lengan Bianka dan membawanya ke tempat sepi. Bianka terkejut dan mencoba melepaskan tangan Bian, tapi nihil Bian lebih kuat darinya.

"Kenapa lagi?" Ucap Bianka dan saat itulah Bian berhenti dan melepas cengkeramannya.

"Gue mau ngasih ucapan selamat ke lo." Ucap Bian menatap Bianka datar.

"Selamat apa?"

"Selamat udah datang kembali." Ujar Bian tersenyum menatap Bianka. Bianka diam mengalihkan pandangannya ke lain, ucapan selamat itu membuat Bianka menjadi tidak enak.

"Liat gue Bi!" Bian memegang kedua pundak Bianka.

"Liat gue!"  Akhirnya Bianka menoleh menatap Bian dengan raut datar.

"Kenapa Bi? Lo gak seneng ketemu gue ya?" Tanya Bian dengan nada sendu.

"Bukan gitu.

"Terus kenapa?" Bianka menggeleng pelan.

"Bukan apa-apa." Bian terdiam sebentar lalu tak lama Bian mengukir sebuah senyum tipis.

.  .  .

"Akhirnya ya pah, empat hari lagi aku bakal tunangan sama Fero." Ujar Viana senang sembari duduk di sofa samping Ferdi.

"Iya, papa juga senang kalau kamu senang Vi." Ferdi mengusap surai hitam Viana.

"Pasti Fero juga senang ya pah?" Viana Terus tersenyum tak habis menghayal saat tunangan nanti.

"Tapi kamu tau gak Vi, kalau Fero udah punya pacar atau belum sebelumnya?" Senyum Viana luntur seketika mendengar ucapan Ferdi.

Viana terdiam, haruskah dia menjawab semua masa lalu Fero? Atau lebih baik Ferdi tidak tau?

"Aku juga kurang tau sih pah, kayaknya enggak ada soalnya hanya aku yang deket sama Fero." Ucap Viana dan Ferdi menggangguk sembari tersenyum.

Maafin Viana Ya Tuhan kalau Viana bohong, Kalau seandainya papa tau. Nanti tunangan aku sama Fero pasti di batalin. Dan aku enggak mau itu terjadi Tuhan.

. . .

TBC!

Hai apa kabar?

Udah lama ga up ya hehe... 😂😂



BiankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang