38. Sahabat yang Baik

205 17 0
                                    

. . .

"Hai, lo anak baru pindahan dari Paris itu kan?" Lagi lagi Bianka menghela nafasnya, berapa banyak lagi orang yang bertanya seperti ini padanya. Dan terlebih sekarang yang bertanya padanya Jeni, sahabat lamanya Bianka.

"Kenalin gue Jeni." Ucap Jeni mengulurkan tangannya. Bianka menatap Jeni, sudah lama ia tidak berbicara dengan Jeni. Sungguh Bianka rindu, tapi mengingat perlakukan Jeni padanya dulu membuat Bianka mengurungkan niatnya untuk menerima uluran tangan Jeni.

"Bi." Ucap Bianka singkat tanpa menoleh pada Jeni. Jeni tersenyum kikuk lalu mengangguk.

"Lo mirip banget sama sahabat gue, sama persis malah." Ucap Jeni. "Kenapa lo enggak lepas topi? Gak panas?" Bianka beranjak dari duduknya lalu menatap Jeni.

"Eh lo mau kemana?" Ucap Jeni ikut beranjak memegang lengan Bianka membuat Bianka refleks terkejut.

"Sebenernya gue mau cerita sama lo." Ucap Jeni dengan nada sendu. "Gue punya sahabat namanya Bianka, tapi dia pergi ninggalin gue. Gue salah, gue udah nuduh dia yang belum pasti dia pelakunya." Mendengarnya Bianka tersenyum sinis.

Baru sadar lo?

Batin Bianka dan melepas paksa tangan Jeni yang menggenggam lengannya dan pergi dari hadapan Jeni. Sedangkan Jeni heran dan tak membuang waktu Jeni segera menyusul.

"Kenapa buru buru? Gue kan masih mau ngobrol." Ucap Jeni setelah ia berhasih menghadang Bianka.

"Gak ada waktu." Jawab Bianka datar.

"Ck, gue tau lo itu Bianka. Lo hanya pura pura gak kenal gue sama yang lainnya juga kan?" Bianka diam, kenapa bisa bisanya ia satu kampus dengan mereka lagi. Kalaupun tahu di sini ada mereka Bianka tidak akan masuk kampus ini.

"Seandainya gue emang Bianka lo mau apa?" Jeni terkekeh mendengarnya.

"Lo masih marah Bi? Gue mau minta maaf sama lo." Bianka mengepalkan tangannya lalu menarik nafas tenang.

"Gue udah maafin lo Jen. Anggap kita gak pernah punya hubungan seperti orang asing." Tegas Bianka lalu pergi dari hadapan Jeni.

"Gue gak mau Bi. Lo satu-satunya sahabat gue. Maafin gue dulu gue nuduh lo sembarangan tanpa bukti. Gue emang sahabat yang buruk Bi. Maaf." Mendengar ucapan Jeni membuat Bianka menghentikan langkahnya.

Baik Fero ataupun Jeni, keduanya mengatakan hal yang sama. Hal yang tidak pernah Bianka pikirkan dari mereka. Bianka berbalik lalu melepaskan topinya hingga wajahnya terlihat jelas.

"Lo sahabat yang baik Jen. Gue juga mau minta maaf karena dulu gue gak pernah cerita sama lo tentang masalah gue, sampai bikin lo berpikir bahwa gue gak percaya sama lo. Tapi nyatanya, gue hanya gak mau nambah beban buat lo Jen." Jeni meneteskan air matanya perlahan. Ternyata itu alasannya.

"Untuk sekarang, gue mau sendiri. Lo gak perlu anggap gue ada Jen." Bianka memasang kembali topinya lalu pergi.

"Hiks.. Bianka.. tunggu." Bianka tak menghiraukan ucapan Jeni dan terus melangkah.

. . .

Baru saja Fero ingin memasang sabuk pengamannya tapi suara dari ponsel Fero berbunyi. Fero menghela nafasnya, kemudian Fero mengambil ponsel di sakunya.

Fero menghela nafasnya kala melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ternyata Viana yang mengiriminya pesan.

Viana
Hai Fer, sesuai janji kemarin hari ini jadi kan kamu temenin aku ke toko buku?

Fero
Ya.

Setelah membalas pesan Viana, Fero kembali memasukan ponselnya ke dalam saku. Tapi lagi-lagi suara notifikasi berbunyi. Fero mengambil kembali ponselnya.

BiankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang