Chapter 11 (Part 2)

2.4K 252 96
                                    

'Ra! Lihat apa yang Moon bawa!'

Seorang anak laki-laki bermata besar dengan kulit putih, bibir merah yang lebih cantik dari siapa pun berlari ke arahku yang hanya seorang anak biasa bernama Rafa dengan senyum lebar. Setelah dia sampai, dia menyerahkan sepiring makanan dengan beberapa udang besar.

'Hei! Berikan pada Ra juga!'

'Ehm! Moon membantu memanggang na, sangat enak kan?'

'Enak sekali' jawabku dan tersenyum padanya sebelum mengambil piring dan memegangnya. 'Tunggu, Ra akan mengambilnya. Bisakah kita bermain bersama?'

'Hari ini aku tidak bisa bermain' Pemilik wajah imut seperti boneka itu menggelengkan kepalanya, ekspresinya terlihat sedih seolah dia menyesal karena hari ini dia tidak bisa bermain bersamaku. 'Hari ini Dad dan Mom akan datang untuk ...'

'Kalau begitu ayo bertemu besok'

'Ehm, ayo bermain bersama besok'

Aku mengangguk dan berdiri menunggu. Aku berpikir bahwa teman kecilku akan berlari pulang, tapi dia tidak pergi kemana-mana. Mata besarnya menatapku dan udang yang tersisa secara bergantian. Aku tidak perlu menebak,aku satu bahwa dia ingin aku memakannya dengan nyaman sebelum dia pergi.

Saat itu aku masih terlalu kacil untuk mengetahui apa yang seharusnya tidak aku lakukan, padahal Ibuku bersikeras melarangku memakan seafood. Namun aku tidak bisa menolak tatapan temanku, pada akhirnya aku mengambil udang panggang yang terlihat enak dan perlahan menggigitnya.

'Ini sangat enak'

Teman kecilku tersenyum lebar ketika mendengar pujian. Dia mengucapkan selamat tinggal, aku belum menjawab apa-apa saat tiba-tiba rasa sakit menyiksa tubuhku. Aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di depan mata temanku itu.

Ketika aku membuka mata lagi, aku berada di tempat tidur dengan Nanny dan temanku yang menangis sampai metanya merah, duduk dan menungguku. Saat dia melihatku sudah sadar,dia berlari untuk memelukku. Dia menangis dan meminta maaf berkali-kali tanpa henti, tidak peduli berapa kali aku mengatakan bahwa dia tidak perlu menyalahkan dirinya sendiri, dia tetap mengabaikannya. Padahal itu salahku karena tidak percaya dengan peringatan Ibuku.

Setelah beberapa saat, teman kecilku berhenti menangis. Dia menyeka air matanya hingga kering dengan kemejanya, mata bulat yang dulunya terlihat polos berubah menjadi lembut hingga membuatku terkejut. Tapi beberapa detik kemudian matanya berubah menjadi tatapan serius yang menakutkan.

'Ra tunggu Moon dewasa na, aku akan melindungi Ra'

Apa yang dia katakan...

Aku mempercayainya dengan sepenuh hati.







"Moon..."

Aku bergumam dan memanggil nama orang yang ada dalam ingatanku saat aku perlahan membuka kelopak mataku, udara dingin menerpa wajahku, aku menyadari bahwa aku benar-benar keluar dari mimpi, dan melihat gambaran langit-langit putih bersih dan tempat tidur yang keras. Itu tidak membautku merasa panik atau curiga, karena di masa lalu aku sering terbangun dengan gambaran yang sama berkali-kali hingga menjadi kebiasaan.

Aku ada di rumah sakit sekarang...

Bang!

"Ra!" Suara bantingan pintu dari seseorang yang baru datang membuatku kaget dan ketakutan. Tapi karena aku masih lemah, aku hanya bisa menoleh untuk melihat Ten yang berjalan masuk dan menatapku yang baru saja bangun.

"Umm"

"Ada apa ini! Kenapa tubuhmu sangat merah?" Ten terlihat khawatir dan tidak berani menyentuhku, seolah dia takut jika dia menyentuhku, aku akan terluka. Karena saat ini seharusnya ruam merah sudah menyebar ke seluruh tubuhku.

AFTERMOON (Terjemahan Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang