[Completed]
Di halaman baru kehidupannya, Ardine Aurora bertemu dengan seorang laki-laki ketus yang tidak lain adalah Ardeen Raka Putra. Tanpa disadari pertemuan antara keduanya adalah awal dari kisah asmara yang akan mereka jalani.
"Kak, Ara udah c...
Ardine menoleh ke arah Ardeen yang tengah memasukan bukunya ke dalam tas. Gadis itu sedikit memandang sang pria gugup, "Kalau Ara gak nonton Kak Ardeen tanding, gapapa?"
Ardeen menatap Ardine terheran, "Kenapa?"
"Ara, gak enak badan..."
"Ara mau di kelas aja." Ardeen hanya tersenyum tipis lalu mengusap surai Ardine pelan. Ia tau si gadis tengah berbohong.
"Yaudah, gue ke lapangan ya? Lo disini aja, nanti gue titipin roti untuk lo ke Bastian."
Ardine mengangguk lalu tersenyum tipis saat Ardeen berjalan keluar kelas. Ia mengeluarkan handphonenya lalu tersenyum, "Sebentar lagi ulang tahun kak Ardeen, Ara udah siapin hadiah. Semoga kak Ardeen suka lagunya"
— W a r m —
Ardeen menatap timnya yang sedang melakukan pemanasan dan pada saat itu juga ia menatap ke arah tim lawan. Tatapannya terkunci pada Raven yang memberikannya tatapan sinis.
"Woy!" Ardeen menoleh ke arah sumber suara. Bastian berlari ke arahnya sembari terkekeh.
"Katanya lo manggil gue, ada apa?" Tanya Bastian
Ardeen menyodorkan sebuah Roti dan Air mineral membuat pria yang baru saja tiba di hadapannya itu tersenyum, "Tumben lo ngasih gue makanan"
"Anterin buat Ara, bego!"
Bastian mendelik, "Ongkir, ceban"
"Ongkir ongkir, gue spill ke emak lo kalau lo nonton-- emph!" Ardeen mendorong tangan temannya yang tengah membekap mulutnya.
"Iya sini! Gue anterin"
Ardeen tersenyum lalu memberikan roti dan air mineralnya pada teman dekatnya itu, "Jangan dimakan ya anjing!"
Bastian mendelik, "Iya! Curigaan amat lo, di azab tau rasa lo" Ucap Bastian lalu berjalan meninggalkan lapangan. Ardeen kembali menoleh menatap Raven tajam.
Ardeen berjalan ke arah timnya lalu mengikuti pemanasan.
— W a r m —
"Heh pendek! Nih dari ayang lo"
Ardine yang semulanya bermain handphone mulai mendongak menatap Bastian yang terduduk di mejanya. Ardine membuang pandangannya, "Makasih!" Ucapnya lalu mengambilnya kasar.
Bastian terkekeh lalu mengacak rambut kekasih temannya itu, "Gak nonton? Tuh kakak lo sama pacar lo tanding. Takut ketauan?"
Ardine menggebrak mejanya lalu berdiri menatap kakak kelasnya tajam, "Mau kak Bastian apa sih?! Gak usah kompor deh!"
Bastian terkekeh, "Gak mau apa-apa, gue curiga aja lo sama kakak lo punya rencana busuk."
"Kak Loma gak kaya gitu ya!!!"
Bastian terbangkit lalu menatap tajam ke arah gadis yang tidak ia sukai itu, "Selama ini mereka musuhan jadi lo pikir Ardeen yang salah?"
"Enggak! Ara gak pernah bilang kak Ardeen salah! Tapi kak Loma juga gak kaya yang kak Bastian bilang!"
Gadis itu mengumpulkan keberaniannya untuk mendorong tubuh sang kakak kelas, "Minggir!" Bastian tersenyum tipis melihat kepergian gadis tersebut.
— W a r m —
Pertandingan sudah dimulai sejak beberapa menit yang lalu. Ardeen berlari sembari menggiring bola, matanya menangkap figur kekasihnya yang berjalan lalu terduduk di kursi penontonterdepan dengan wajah khas menahan tangisnya.
Ardeen menendang bola tersebut ke arah gawang lawan namun meleset, "FOKUS DEEN!" Teriak Dave, teman satu timnya.
Ardeen hanya mengangguk, Raven yang menatap itupun hanya tersenyum tipis. Bola mulai ditendang oleh tim lawan. Ardine hanya terdiam menonton pertandingan itu dengan emosi yang tidak karuan, "Kenapa kak Bastian kayak gitu sih?!"
"Kak Loma" Ucap Ardine saat menatap sang kakak terjatuh.
Raven menatap uluran tangan Ardeen sinis, ia kemudian menepis uluran tangan tersebut, "Minggir lo, gue bisa sendiri"
Ardeen mengangguk lalu tersenyum tipis, "oke.."
Keduanya menoleh ke sisi lapangan, Ele tengah berdiri menatap keduanya khawatir. Ardeen menatap gadisnya yang berada tepat di belakang tubuh Ele yang menjadi alasan terbesarnya untuk tersenyum.
Ardine yang terduduk di kursi penonton pun tersenyum saat Ardeen melemparkan senyuman ke arahnya. Namun hal itu disalah artikan oleh Raven, ia merasa lawannya itu tengah tersenyum pada kekasihnya.
Permainan kembali dimulai, Ardine memainkan jari-jarinya gugup.
"Gue gak nyangka lo adik Kak Raven"
Ardine menoleh menatap Michael yang terduduk di sampingnya, "Gak usah ganggu Ara lagi deh"
Michael menggeleng, "Gue gak bakal ganggu lo lagi, gue juga bakal jaga rahasia kok."
Permainan sudah berada di menit terakhir. Suara peluit mulai terdengar menandakan pertandingan sudah usai. Tim Raven pun memenangkan pertandingan. Ardeen yang memaklumi hal itu kembali berjalan ke sisi lapangan sembari terus tersenyum.
"Anjing, sialan!" Umpat Ardeen saat tubuhnya terhuyung karena seseorang mendorong tubuhnya.
Ardeen memegang kakinya, "argh, sialan!" Ia berdiri mendekat ke arah Raven.
"Maksud lo apa?!"
Ele berlari ke arah keduanya, "Kita ke kantin ya? Beli minum" Raven melepas genggaman Ele.
"Gue gak ada maksud apa-apa, lagian gue kan gak sengaja..."
Ardeen mendorong tubuh Raven kasar, "Lo ada masalah apasih, anjing?! Kalau gak suka bilang! Gak usah kaya gini!"
Raven membalas dorongan Ardeen, "Gue gasuka janji palsu lo, sialan! Lo masih berharap buat Ele, gue gak pernah ngerti kenapa sekolah masih nahan anak berandal kaya lo untuk sekolah disini"
Ardine membulatkan matanya terkejut saat mendengar ucapan sang kakak yang terdengar melewati batas, begitupun para siswa-siswi lain yang mulai berbisik satu sama lain. Ardeen mengepal tangannya lalu mulai memukul Raven.
"DEEN!" Ele menarik Raven agar tidak membalas pukulan teman kecilnya itu, namun nihil kekasihnya sudah membalas pukulan tersebut.
"Kak!"
Seseorang berlari ke arah mereka, Ardine menarik lengan Ardeen untuk menjauh, Raven mengerutkan keningnya, "Ara kenal sama dia?"
Ardeen ikut mengerutkan keningnya, ia menatap Ardine penuh tanda tanya. Kekasihnya adalah adik dari seseorang yang membencinya?
— To Be Continued —
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.