[Completed]
Di halaman baru kehidupannya, Ardine Aurora bertemu dengan seorang laki-laki ketus yang tidak lain adalah Ardeen Raka Putra. Tanpa disadari pertemuan antara keduanya adalah awal dari kisah asmara yang akan mereka jalani.
"Kak, Ara udah c...
Ardine terbangun di pagi hari lalu mulai mengusap matanya perlahan. Ia bangkit perlahan dari ranjangnya lalu menatap ponsel miliknya yang terletak di atas meja rias miliknya.
Ia melihat beberapa panggilan tidak terbalas dari kekasihnya. Senyumnya mengembang sempurna saat gadis itu mulai menghubungi sang kekasih.
"Halo?"
"Halo?"
"Kak Ardeen ada apa nelpon Ara kemarin? Ara ketiduran"
Ardine menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan jika sang kakak tidak berada di sekitarnya, "Ara mau makan, tapi ada syaratnya!!"
"Apa?"
"Bantuin Ara ketemu sama Kak Ardeen sore ini, Kak Ardeen mau ngomongin sesuatu sama Ara"
Zayyan berpikir sejenak, "Oke kalau gitu, tapi makan ya?" Ardine tersenyum lalu mengangguk antusias.
— W a r m —
Raven menatap Zayyan serta adiknya yang berpakaian rapih, "Mau kemana?"
"Mau jalan, nih adik lo yang minta" ucap Zayyan
Raven menatap sang adik penuh rasa curiga, berbanding terbalik dengan Ardine yang membuang pandangannya menghindari kontak mata dengan saudaranya.
"Yaudah hati-hati"
Zayyan mengangguk lalu menggenggam tangan teman kecilnya itu keluar rumah menuju mobilnya.
"Cepetan kak! Kak Ardeen udah nungguin!!"
Zayyan mengangguk, "Iya sabar"
— W a r m —
Ardine turun dari mobil yang ia tumpangi lalu berlari ke dalam taman, menghampiri seorang pria yang tengah terduduk di kursi taman.
"KAK ARDEEN!" Gadis itu memeluk tubuh kekasihnya erat. Ardeen hanya tersenyum namun mengurungkan niatnya untuk mengusap surai sang gadis, ia mengepal tangannya dengan senyuman yang mulai menghilang dari wajahnya.
"Kak Ardeen mau ngomongin apa?" Tanya Ardine sembari sedikit mendongak untuk menatap wajah pria yang baru saja terlibat konflik dengan saudaranya itu.
Ardeen hanya terdiam sejenak.
"Gue mau, kita pisah. Cukup sampai sini,"
Ardine terdiam membeku, "Kak Ardeen, Ara gak suka bercandaan yang kaya gitu!"
Ardeen hanya tersenyum sinis, "Mulai sekarang menjauh dari gue!"
Gadis itu menggelengkan kepalanya histeris, "Gak bisa! Ara gak bisa ninggalin kak Ardeen tanpa alasan kaya gini!"
"Gue cuman jadiin lo alat balas dendam!! Puas?!"
Ardine menggeleng, "Ara tau Kak Ardeen gak bakal sejahat itu! Tapi mungkin Kak Ardeen lagi ingin sendiri...
"Gapapa, Ara pamit" gadis itu menghapus air matanya yang mulai menetes perlahan. Ia berlari ke arah temannya yang tengah menunggunya. Ia memeluk tubuh Zayyan erat lalu menangis cukup keras.
Ardeen menatap kepergian gadis itu nanar, ia masih mengepalkan tangannya kuat. Tatapannya saling bertemu dengan pria yang tengah membalas pelukan dari gadisnya itu.
— W a r m —
Raven menatap kepulangan sang adik terheran, ia mengerutkan keningnya saat melihat sang adik tengah menangis tersedu.
"Zayn, Ara kenapa?!"
Ardine menatap sang kakak tajam, "Kak Loma puas?! Justru satu-satunya orang yang bikin Ara jadi kaya gini cuman kak Loma!"
"Ara!" Raven menahan lengan sang adik namun dihempaskannya begitu saja oleh si gadis. Ardine berlari memasuki kamarnya lalu membanting pintu serta menguncinya.
Zayyan menatap Raven datar, "Ardeen baru aja ngobrol sama Ara"
— W a r m —
Ardeen menepi di sisi jalan lalu menelpon nomor milik sang kekasih namun sama sekali tidak ada jawaban. Ia mengetikan suatu pesan lalu tersenyum.
Namun saat ia mendongakan kepalanya, senyumannya mulai pudar.
Beberapa anak SMA Cahaya Raya sudah mengelilinginya. Ardeen menatap mereka satu persatu, "Ada urusan apa lagi sih?! Gue udah keluar! Lo masih ganggu kehidupan gue!"
Mereka semua saling tatap sembari tersenyum, "Gue kasih tau lo sekali lagi, urusan lo sama kita belum selesai sama sekali."
Ardeen menghela nafasnya lalu mulai memakai helm menghiraukan ucapan mereka.
"Diliat-liat dia lebih cantik dari Ele"
Ardeen menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Deon, "Lo jangan aneh-aneh anjing!"
"Sayang banget lo sama dia? Sampe anak SMA Cahaya Raya yang liat lo sama dia di tempat makan, lo sogok biar gak ngomong ke kita-kita"
Ardeen menarik kerah milik Deon, "Sekali lagi gue minta lo jangan aneh-aneh!"
"Gue kira dia Ele waktu itu"
"Gue bilangin sekali lagi, JANGAN ANEH-ANEH BANGSAT!" Teriak Ardeen penuh rasa emosi.
"Semuanya tergantung sama lo, kalau lo ikut balapan gue gak akan ganggu lo sama dia. Siapa... Ar-dine?"
"Gimana nonton bioskopnya seru? Main di pasar malem juga ya?"
Ardeen terdiam sejenak, ia cukup terkejut saat pria di hadapannya yang tidak lain adalah musuh bebuyutannya mengetahui tentang hubungannya bersama Ardine.
"Gue sempet ketemu dia tuh waktu nyerang sekolah lo--
--dia jalan keluar dari gudang, ketakutan sambil manggil Kak Ardeen berkali-kali. Setelah ngeliat lo sama Ele, dia ditarik Bastian untuk masuk ke lab."
"Gue sengaja pecahin kaca lab waktu itu. Terus akhirnya lo masuk ke dalem nemuin dia yang lagi nangis ngeliat kak Ardeen nya sama orang lain"
"Setelah itu, gue sengaja berhenti ngintip tapi langsung masuk ke dalem lab. Ternyata dua orang itu ilang, lo kemana? Berduaan di dalem lemari?"
Ardeen terkekeh, "Masalah lo pernah ketemu Ardine gue percaya, karena lo emang dateng ke sekolah waktu itu. Tapi tentang bioskop, pasar malem... siapa yang ngasih tau lo?"
"Gak penting, gue cuman mau lo ikut balapan minggu depan."
Ardeen mengepalkan tangannya emosi.
— To Be Continued —
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.