13

3.4K 201 4
                                    

Muezza menyadari, raut papa dan bundanya selepas pulang terlihat sangat gelisah dan banyak melamun.

"Bun,". Muezza menyentuh pundak bundanya yang terhentak dalam lamunannya.

"Kenapa Mue?".

"Bunda yang kenapa? Kok melamun?".

"Ah engga, mungkin bunda cuma kecapean".

"Bunda istirahat duluan ya". Muezza mengangguk dan membiarkan bundanya beristirahat.

Muezza merasakan kakinya menginjak sesuatu dan mengambilnya.

"Kartu nama?". Bingungnya.

"Wisnu pratama, ada apa ya bunda pegang kartu nama ini?". Muezza membawa kartu nama itu kedalam kamarnya dan menyimpannya di lemari.

Mungkin esok ia akan mencari tau perihal kartu nama itu dan tentang raut gelisah diwajah bundanya.

"Mue, boleh minta tolong?". Tanya Siezza yang daritadi berkutat dengan laptopnya.

"Apa?".

"Tolong ke apotek". Siezza memberikan selembar kertas berisikan obat yang akan dibelinya.

"Pulangnya sekalian beli makanan ya, gue laper". Muezza mengambil kertas itu dan beranjak pergi dari kamarnya setelah Siezza memberikan beberapa lembar uang.

"Mau kemana Mue?". Tegur papanya yang masih berada di teras rumah.

"Ke apotek pa". Muezza menyalimi tangan papanya.

"Hati-hati".

Ia menaiki angkot untuk sampai ke apotek terdekat, dikarenakan hari yang sudah malam juga ia takut jika berjalan kaki seorang diri.

Muezza memberikan kertas itu pada apoteker dan memberikan sejumlah uang yang sudah disebutkan.

"Maaf mba, kalo boleh saya tau ini obat apa ya?". Jujur, Muezza penasaran mengapa Siezza menyuruhnya untuk membeli obat sebanyak ini.

"Cuma obat pereda nyeri".

"Semuanya?". Apoteker itu mengangguk dan sedikit memberi senyum pada Muezza.

Muezza menjauh dari apotek setelah mengucapkan terimakasih dan mencari angkot untuk pulang.

Turun didepan jejeran pedagang kaki lima untuk membeli makanan yang dipesan kakaknya.

Ia menyusuri setiap sudut penjual makanan, rame sekali pikirnya.

"Beli apa ya?". Gumamnya.

Berhenti dipenjual ketoprak yang lumayan ramai, ia mencari tempat duduk yang kosong dan menunggu antrian.

"Muezza?". Tegur lelaki yang duduk disampingnya.

Muezza menoleh dan melihat Dion disampingnya.

"Kamu?".

"Sendiri?". Tanya Dion yang dijawab dengan anggukan.

"Saya boleh minta tolong sama kamu?". Tanyanya lagi.

"Apa?".

"Temenin saya makan sebentar aja". Jawabnya seperti memohon pada Muezza.

"Inikan rame, kenapa minta temenin?".

Dion mendekat kearah telingan Muezza dan membisikkan sesuatu disana yang membuat Muezza tertawa.

"Kok kamu ketawa?".

"Ya abisnya kamu, masa diikutin cewe kaya gitu aja takut".

"Saya tuh bukannya takut tapi risih".

"Yaudah kalo gitu aku temenin tapi ada syaratnya". Ucap Muezza dengan menaik tutunkan alisnya.

"Apa?". Mata Muezza tertuju pada penjual Arum manis disebrang sana.

"Beliin aku Arum manis".

"Oke, nanti kita beli". Muezza tersenyum senang dan menemani Dion yang lahap memakan ketopraknya.

"Kamu ngga makan?".

"Aku udah pesen".

Sekitar sepuluh menit menunggu lelaki didepannya ini makan, akhirnya penantian Muezza untuk membeli Arum manis terlaksanakan.

"Makasih". Terimakasih Muezza saat Arum manis sudah mendarat ditangannya.

Mereka berdua memutuskan untuk duduk ditaman sebentar.

"Kamu sakit?". Tanya Dion yang baru menyadari jika Muezza menenteng obat-obatan.

"Bukan aku, tapi ka Siezza".

"Siezza? Sakit apa?". Tanyanya terlihat kaget yang dijawab kedikkan bahu.

"Tadi aku tanya apoteker, katanya cuma obat pereda nyeri". Balas Muezza yang masih menikmati Arum manisnya.

"Sebanyak itu?".

"Aku juga bingung, ka Siezza keliatan baik-baik aja terus tiba-tiba minta aku tebus obat sebanyak ini".

Dion mengambil alih obat itu dan memfotonya.

"Ngapain? Kok difoto?".

"Saya mau cari tau tentang obat ini".

Muezza berpikir untuk memberitahu perihal kartu nama itu pada Dion.

"Tadi aku juga temuin kartu nama pas ngobrol sama bunda, papa sama bunda juga aneh gitu tadi, mereka seakan nutupin sesuatu dari aku". Ucapnya menatap Dion yang juga kebingungan.

"Atas nama siapa?".

"Wisnu pratama, apa ini semua ada sangkut pautnya sama ka Siezza?". Tanya Muezza.

"Kamu mau kan bantu saya untuk cari tau?". Muezza mengangguk setuju.

"Kalo ada apa-apa kamu harus kasih tau saya". Muezza dapat melihat raut khawatir diwajah Dion.

Lelaki ini pasti sangat menghawatirkan kakaknya, pikirnya.

DIEZZA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang