18

3.3K 223 2
                                    

Apa yang dikatakan Dion tadi benar-benar membuat Muezza tidak mengerti, tiba-tiba saja Dion mengatakan jika dirinya tidak suka melihat Muezza bersama dokter Wisnu.

Padahal tidak masalahkan Muezza dekat dengan siapa saja?.

Dan sikap Dion yang juga berubah dingin padanya, tidak sehangat biasanya.

Aduh, kenapa Muezza merasa seperti putus cinta?.

"Ngga boleh Mue, Lo ngga boleh egois, inget ka Siezza, dia yang berhak dapetin mas Dion, bukan Lo". Monolognya pada diri sendiri.

Kini Muezza percaya pada kata 'jika mencintai tidak harus memiliki'. Ya, memang itu kenyataannya.
Setiap cinta yang tumbuh tidak harus diungkapkan dengan kata, bukan karena tidak berani, tapi menjaganya dalam diam lebih baik bukan? Daripada menyakiti hati lain yang tidak pastas untuk disakiti.

Walaupun melupakan menjadi jalan yang ingin Muezza tempuh, kini semakin terasa berat dijalani nya.

Hampir setiap hari Muezza bertemu Dion, bahkan berinteraksi dengan lelaki itu. Lalu, bagaimana cara yang baik untuk melupakan?.

Mencari tambatan hati baru? Atau mencari pelampiasan?.

Tidak tidak, Muezza tidak ingin menjadi gadis jahat yang menjadikan lelaki sebagai pelampiasan cintanya.

Biar saja, perasaan ini tetap ada, tetapi akan terus ia jaga agak tidak menyakiti hati yang lain.

Ponsel diatas nakas berdering kencang, Muezza lantas mengangkat nya.

"Halo Muezza, saya Wisnu". Ucap penelpon disebrang sana.

"Iya ada apa mas dokter?".

"Kamu lagi dimana?". Tanya dokter Wisnu.

"Saya dirumah, emangnya ada apa?".

"Inggit cari kamu".

"Emm... okey nanti saya kesana".

"Saya jemput kamu mau?". Tawar dokter Wisnu.

"Saya bisa naik taksi kok". Tolak Muezza.

"Saya jemput ya, kirim alamat rumah kamu".

Muezza mencak-mencak tidak jelas, mengapa Dion bahkan dokter Wisnu selalu memaksa untuk menjemput atau sekedar mengantar? Padahal Muezza ini gadis mandiri, selagi bisa ia lakukan sendiri kenapa harus merepotkan orang lain?.

Tidak mau pusing memikirkan dua lelaki itu, Muezza memutuskan untuk rapi-rapi terlebih dahulu sebelum dokter Wisnu datang menjemputnya.

Ia memakai blush on dan lipstik diwajahnya agar terlihat lebih fresh hari ini, bahkan kantung matanya karena menangis sudah seperti kebanyakan muatan.

Tinnnnnnn

Klakson mobil dibawah terdengar sampai kelantai dua kamarnya, Muezza beranjak turun kebawah dan mengunci rumahnya.

"Halo Kaka cantik". Sapa Inggit dengan senyum lebarnya.

"Ada Inggit juga?". Muezza mencubit gemas pipi Inggit.

"Inggit minta main diluar, ngga papa kan kamu temenin dia?". Tanya dokter Wisnu.

"Emangnya kamu lagi ngga ada pasien ajak keluar Inggit gini?". Tanya baliknya.

"Dokter dirumah sakit bukan cuma saya, dan fokus saya memang pada Inggit". Muezza mengangguk mengerti.

"Emangnya Inggit mau jalan-jalan kemana?". Tanya Muezza pada gadis kecil berkuncir dua itu.

"Aku mau ketempat es krim, soalnya dirumah sakit ngga ada es krim". Balas Inggit.

"Kita pergi sekarang ya".

"Let's go". Ucap gadis itu kegirangan.

...

Hatinya bahagia sekali melihat dua gadis cantik didepannya tersenyum penuh bahagia, baru kali ini juga Wisnu melihat Inggit sangat terbuka oleh orang baru.

Sama seperti yang ia rasakan, didekat Muezza rasanya seperti mendapat rumah baru, nyaman.

Lagi-lagi ponsel Muezza berdering untuk yang kesekian kalinya.

Panggilan dari Dion ia abaikan daritadi, ia tidak lupa untuk kerumah sakit sore ini tapi ia masih ingin bersama gadis kecil ini.

"Angkat dulu, takutnya penting". Timpal dokter Wisnu.

Dengan berat hati ia mengangkat telponnya.

"Halo".

"Kamu dimana?". Suaranya terdengar dingin ditelinga Muezza.

"Aku lagi diluar, ada apa?".

"Limabelas menit lagi saya jemput kamu".

"Aku udah diluar, langsung kerumah sakit jadi ngga usah jemput aku". Muezza mematikan telponnya secara sepihak.

Tidak mau berpikiran aneh tentang Dion, tapi Dion sendiri yang membuat nya berpikiran seperti ini.

"Balik rumah sakit yuk, udah sore loh". Bujuknya pada Inggit.

"Besok ajak aku kesini lagi ya Om, Kaka cantik". Ucap Inggit.

"Ngga baik makan es krim setiap hari, nanti kamu batuk loh".

"Tapi aku suka es krim ka". Balas Inggit dengan wajah melasnya.

"Gimana kalo besok kamu Kaka buatin puding? Mau ngga?". Inggit mengangguk dengan semangat.

"Mama suka buatin aku puding mangga,". Muezza mengelus pelan rambut Inggit.

"Puding mangga besok meluncur ya sayang".  Mencium pelan kepala gadis kecil itu, seperti mempunyai adik baru rasanya.

DIEZZA (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang