Hancur

1K 121 4
                                    

Hollaa gw up nih, pagi2 dh baca wp yaww wkwk..
Jgn lupa vote+comment+share ya crita ini..
Happy reading

==============================

Vio kini sedang berlatih dalam menggunakan senjata-senjata pusaka mematikan milik Ares yang besarnya bukan main. Bayangkan saja, perempuan sepertinya harus memegang sebuah gada berukuran dua kali lipat dari ukuran tubuhnya.

Tapi karena dia bukanlah perempuan yang lemah dan juga bukanlah seorang manusia, ia adalah salah satu jenis makhluk penghuni dunia immortal yaitu vampire.

Tenang saja, aroma vampire maupun manusia yang menguar di tubuhnya tidak akan tercium oleh siapa pun. Karena ia telah membuat ramuan penghilang aroma. Jangan terkejut, karena memang dulu ia selain menjadi ketua gangster yang ditakuti, ia juga terkenal sebagai Dewi Racun.

Kenapa ia bisa disebut sebagai Dewi Racun? Karena dia bisa membuat segala racun dan penawarnya. Bahkan para ilmuwan sekalipun tidak akan bisa menyamai kemampuannya ini.

"Kau sungguh hebat," puji Fobos yang kini menunjukkan ekspresi kagumnya pada sosok Vio.

Sedangkan Vio hanya tersenyum singkat sebagai balasan ucapan terimakasih. Jangan heran, Vio memang selalu bersikap cuek dan dingin pada orang-orang baru. Kini sikap dinginnya menjadi lebih parah saat dia kehilangan orang yang dicintainya untuk yang kedua kalinya.

Mengingat itu, Vio menjadi sedih, sakit, marah dan rindu bercampur menjadi satu. Hal itu tidak luput dari pengamatan Ares yang berdiri tidak jauh dari arena latihan Fobos dan Vio. Ares hanya bisa membaca perasaan Vio, tapi tidak untuk pikirannya.

Ia tahu jika tujuan perempuan itu ke kastil ini adalah untuk ketenangan. Ya, perempuan yang ia sangka tangguh itu ternyata tidak setangguh yang terlihat. Di dalamnya ia sangat rapuh bagaikan kaca.

Tapi ia tidak tahu alasan dibalik ketenangan yang dia cari. "Ekhem."

Vio dan Fobos menolehkan kepala mereka serentak ke arah Ares. Sontak saja Fobos segera menundukkan kepalanya sebagai bentuk hormatnya pada tuannya. Sedangkan Vio hanya diam dan menatap datar ke arah Ares.

"Bagaimana perkembangannya?" tanya Ares dengan suara datar dan jangan lupakan wajah dinginnya.

"Nona Vio sangat lah hebat tuan. Ia bahkan mampu mengalahkan saya dalam seni beladiri pedang," jawab Fobos dengan antusias.

Dia sangat senang saat menemukan lawan berpedang yang sebanding dengannya, karena ia merasa tertantang. Terlebih lagi jika lawannya adalah seorang perempuan cantik seperti ini. Semakin senang lah dia.

"Bagus."

"Sebenarnya apa tujuanmu melatihku menggunakan senjata-senjata ini?" Vio sedari tadi sudah gatal ingin menanyakan itu.

"Untuk mengisi waktu luangmu." Namun bukan jawaban yang memuaskan yang ia terima.

"Kau yang benar saja. Senjata sebesar ini kau ajarkan padaku? Bahkan tubuhku dengan senjata-senjata yang berada di sini besarnya tidak sebanding," kesal Vio.

Bukan karena ia tidak kuat, tapi ia tidak mau identitas aslinya terbongkar. Ia hanya ingin hidup tenang sebagai manusia biasa dan sebagai perempuan pada umumnya yang tidak berkutat dengan pertarungan dan senjata.

Tapi bagaimana lagi, dirinya dibesarkan dari sana. Sudah pasti dia tidak akan jauh-jauh dari yang namanya senjata dan pertarungan.

Fobos terlihat menahan tawa melihat adegan di depannya, dimana tuannya yang selama ini diagung-agungkan dan dipuja-puja, sekarang di depan matanya ia melihat tuannya terkena omelan oleh seorang perempuan. Catat! Seorang perempuan.

Selama ia mengabdi pada tuannya ini, tidak pernah satu pun perempuan yang tidak memuja ketampanan tuannya. Tapi perempuan ini, dia sungguh berbeda dengan perempuan-perempuan lain.

"Sudah?"

Vio melongo melihat respon tak terduga dari Ares.

"Ternyata selain dingin dia juga pria yang menyebalkan," gerutunya saat Ares telah pergi begitu saja.

"Anda hanya belum tahu sifat tuan nona. Dia adalah orang yang baik dan suka membantu orang lain yang kesusahan. Dia sangat murah hati."

Vio melirik Fobos dengan tajam. Sedangkan yang dilirik hanya berdehem canggung dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku mau kembali ke kamar," ucap Vio dan berjalan pergi meninggalkan Fobos sendirian.

"Menyendiri lagi...menyendiri lagi..." gumam Fobos meratapi nasibnya.

***

"Dimana kalian sembunyikan wanitaku?!"

Para bodyguard berbadan kekar itu saling melirik satu sama lain.

"Jawab!!"

"No..nona Vio ada di ma..ma...markas utama tuan," jawab salah satu bodyguard berkepala botak dengan tergagap karena takut pada sosok pria di depannya.

"Di mana?" tanya pria berjubah itu dengan suara seraknya.

"Di da..dalam hutan pinggir kota i..ini tuan,"

Tanpa basa basi, pria berjubah itu menggunakan kekuatan teleportasinya. Ia tidak perduli jika para manusia-manusia itu tahu tentang kekuatannya. Karena yang terpenting sekarang, ia harus bertemu dengan wanitanya dan membawanya kembali bersamanya.

Dengan kekuatannya, kini pria berjubah itu telah berdiri di depan gerbang yang menjulang tinggi. Tidak ada satu pun penjaga di luar, namuan dia yakin kalau di balik gerbang itu, ada mungkin sekitar sepuluh bahkan lebih orang bersenjata lengkap yang siap untuk menyerangnya.

Duarr..

Dengan kekuatannya, pria berjubah itu menghancurkan pagar yang terbuat dari beton itu yang membuat orang-orang di belakangnya terkapar tertimpa reruntuhan. Dengan langkah pelan namun berwibawa, pria berjubah tadi memasuki markas.

Banyaknya pria yang berada di sana membuatnya menggeram marah. Ia kalut dan akhirnya ia menggunakan kekuatannya dan....

Boomm...duaarr...duarr... 

Semuanya runtuh, markas yang dibuat susah payah oleh Vio dan para anggotanya runtuh rata dengan tanah. Bahkan, anggota gangster milik Vio yang tersisa bisa dihitung dengan jari dan mereka memilih untuk melarikan diri.

"Vio!!!" teriak pria berjubah itu.

Dia tidak bisa berpikir panjang. Dengan caranya meruntuhkan markas itu, jika Vio berada di dalamnya, maka Vio akan....

"Akhhhh!!! Vio!!!!"

Vio yang kini sedang berendam di dalam pemandiannya tersentak kaget. Dia dengan cepat menyambar jubah mandinya dan berlari menuju jendela besar yang dapat melihat ke bawah bukit.

Alangkah terkejutnya dia saat melihat bangunan markasnya telah rata dengan tanah.

"Siapa yang melakukan ini? Apakah mungkin itu dia?" batinnya bertanya-tanya.

Tangannya mengepal dengan erat, hingga kuku-kuku jarinya memutih.

"Markas yang ku buat langsung hancur dengan sekejap. Para anak buahku yang tidak tau apa-apa menjadi korban," gumamnya dengan menggertakkan giginya.

Dia menyipitkan matanya saat melihat sosok pria berjubah yang berdiri di tengah-tengah reruntuhan bangunan markasnya. Saat tahu itu siapa, Vio seketika mematung.

"Di...dia.."

Brraakk

Vio tetap berdiri di tempatnya. Sekelebat bayangan tiba-tiba saja menariknya dan membawanya ke dalam sebuah pelukan hangat.

"Jangan lihat dia," gumam sosok itu.

Sedangkan Vio hanya diam dan memejamkan matanya mencari ketenangan. Dirinya sedikit tertekan saat melihat pria berjubah itu tadi. Seketika kilasan kejadian ketika dia mengucapkan kata-kata yang membuat dirinya terluka muncul di otaknya.

"Di..dia kembali. Dia kembali."




Bersambung~ 🍂

LOST IN THE PAST [ TAMAT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang