5. Breakeven

7.6K 774 41
                                        

And what am I gonna do
When the best part of me was always you?
And what am I supposed to say
When I'm all choked up and you're OK?

I'm falling to pieces


Da In melangkahkan kaki dengan malas dari gedung fakultas. Kepala mendongak menilik angkasa. Matahari hampir bergulir. Awan gelap menyelimuti Valley Hills bersamaan dengan udara dingin berhembus. Pucuk hidung Da In memerah, tanda musim dingin segera datang. Seperti biasa, hawa dingin membuat tubuh Da In mengeluarkan reaksi tertentu, seperti hidung yang memerah tiba-tiba.

Berjalan gontai tidak bersemangat menuju mobil yang terparkir, Da In merasa kelelahan. Hari ini Profesor Kim tidak terlalu menguras emosi, tapi masih terus mendesak gadis itu untuk segera mencari sampel untuk tugas akhir. Memberi sedikit ancaman bila Da In tidak segera menyelesaikan, maka harus menunda satu semester lagi. Ugh, membayangkannya saja Da In tidak sudi. Bertemu dengan Profesor Kim satu semester kedepan? Tidak. Terima kasih.

Tidak butuh waktu lama untuk Da In sampai ke tujuan. Perlahan memutar kemudi ke arah basement sebuah apartemen. Memarkirkan mobil di lahan kosong dan pergi menuju lantai teratas. Berbeda dengan sebelumnya, Da In lebih bersemangat. Berniat mengunjungi Jungkook,  berusaha meminta tenaga tambahan dengan sebuah peluk atau cium.

Senyuman menghiasi wajah Da In. Memencet tombol pin apartemen Jungkook—yang merupakan kombinasi angka hari jadi mereka. Jungkook jarang sekali bersikap romantis. Pun Da In tidak suka hubungan dramatis yang membutuhkan banyak afeksi dan perhatian berlebih. Namun hal-hal kecil yang dilakukan tanpa sadar bisa membuat Da In merasa dihargai dan disayang, cukup bagi Da In untuk menerima bukti bahwa Jungkook memang teramat mencintainya. Sedikit demi sedikit membuat perasaannya jadi menguat. Seiring berjalannya waktu, membuat Da In perlahan merubah prinsip dan menggoyahkan banyak hal dalam diri.

Lampu di rumah Jungkook padam. Jarang sekali seperti ini. Jika Jungkook dirumah, dia pasti menghidupkan seluruh penerangan walau dirinya hanya berdiam dikamar berkecimpung seharian di depan komputer—bermain game online. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Jungkook disana. Tapi Jungkook tidak memberitahu Da In jika dia sedang pergi. Terakhir kali mengirim pesan pada Da In akan bermain permainan sambil menunggu Da In selesai melakukan bimbingan di kampus.

Maka tujuan utama Da In adalah kamar Jungkook. Pintunya sedikit terbuka. Terlihat sinar menelusup melalui celah pintu. Jungkook ada dikamarnya. Da In tersenyum dan meraih daun pintu. Hanya sesaat, kemudian senyuman diwajahnya memudar begitu saja. Tangannya menggenggam erat kenop pintu dan semakin mendorong agar sedikit lebih terbuka. Sesuatu di depan sana membuat tubuh Da In menegang. Jantungnya berpacu lebih cepat dari lomba lari acara olahraga tahunan di kampus, bersamaan dengan duri tajam menikam hati. Sakit sekali hingga dia merasa tak mampu untuk sekedar menarik napas—tercekat.

Tepat di depan matanya, Jeon Jungkook, orang yang paling di percaya dan sangat di cintai, sedang mendesah nikmat sambil mengungkung seorang wanita dibawah tubuhnya. Jungkook yang selama ini sering kali merapalkan betapa ia mencintai Da In, kali ini merapalkan erangan pada telinga wanita lain. Jadi, ini 'permainan' yang Jungkook maksud. Bermain dengan wanita lain di atas ranjang.

Berlawan dengan hati yang terasa nyeri sekali, Da In mendorong pintu kuat-kuat hingga menimbulkan suara debum alih-alih segera pergi dari sana. Dua orang yang sedang melakukan pertunjukan seksual di atas ranjang terkejut bersamaan. Terutama Jungkook yang segera melepas tautan tubuhnya dan meraih celananya di bawah ranjang. Yang terjadi selanjutnya, Da In berlalu pergi begitu saja. Tidak menggubris Jungkook yang mengejarnya sambil berteriak terus menerus. Tak sekedar berjalan, Da In bahkan berlari melalui tangga darurat menuju basement.

Da In segera menuju mobil dan menguncinya dari dalam. Menyalakan mesin dan melaju pada alley menuju pintu keluar. Sesaat mobilnya terhenti. Mendapati Jungkook tengah berdiri di depan dengan tatapan merana. Mengabaikan Jungkook yang bergeming di depan mobil dengan kemeja belum terkancing sepenuhnya dan rambut basah akan keringat, Da In menginjak pedal gas dalam dan melajukan mobil penuh emosi. Tidak ada pergerakan dari Jungkook. Perasaan bersalah menyelimuti hatinya. Dia teramat mencintai Da In. Bahkan jika Da In menabraknya sekarang juga, tidak akan menjadi masalah untuknya. Namun, Da In tidak setega itu. Lebih tepatnya tidak memiliki keberanian. Pada akhirnya tungkai beralih pada pedal rem, memijak kuat-kuat hingga mobil terhenti sepenuhnya. Tepat satu meter dari tempat Jungkook berdiri. Menyebabkan bunyi decit menggaung ke setiap sudut.

Tak lantas turun, netra keduanya bertemu. Da In dengan hazelnya yang sudah basah dan Jungkook dengan obsidian yang penuh sesal tersirat. Detik berikutnya Jungkook berjalan mendekat. Mengetuk pintu mobil Da In yang tidak dihiraukan sama sekali dengan sang empu.

"Da In, maafkan aku. A-aku tahu kau sedang marah, tapi ku mohon turunlah dan dengarkan penjelasanku," pinta Jungkook memohon. Tidak mendapat jawaban, tidak digubris sama sekali. Da In menatap angkuh ke depan, tidak ingin repot-repot mendengar penjelasan apapun. Sudah jelas, Jungkook menunggangi wanita lain sementara Da In sedang kesusahan dengan tugas akhirnya. Berhasil mematahkan hatinya berkeping-keping. Kemudian Da In kembali menjejak pedal gas. Memacu mobilnya dengan kecepatan penuh. Berharap bisa segera pergi dari apartemen Jungkook dan meninggalkan lukanya disana bersama dengan pria yang sudah mematahkan hatinya.

—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Make It RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang