Seperti biasa, votenya sebelum baca, ya! Luv y'all peeps💜
—
Da In tampak semakin sibuk akhir-akhir ini. Lebih tepatnya, menyibukkan diri. Tugas kuliahnya seolah meronta untuk segera diselesaikan. Pun Da In ingin cepat-cepat merampungkan studinya. Melihat bagaimana kedua sahabatnya—Yoonhee dan Ryujin— sudah menyelesaikan studi mereka, membuat Da In semakin menggebu untuk mendapat gelar strata. Apalagi kedua sahabatnya sudah memiliki pekerjaan yang membuat Da In sesekali menjerit iri. Bukan iri yang seperti dengki, hanya iri yang menjadi motivasi untuk segera ikut mencapai kelulusan.
Namun yang menjadi penyebab utama Da In menyibukkan diri tentu saja hal lain—Kim Taehyung. Pria yang selalu hadir pada lamunannya. Wajah yang terbayang setiap Da In menumpahkan sereal di pagi hari. Aroma tubuh yang tercium kala Da In memeluk diri di malam hari. Taehyung yang jelas-jelas mengabaikannya namun membelenggu Da In dalam perasaan bersalah.
Tidak yakin untuk mengatakan hal ini, tapi Da In sedikit merindukan Taehyung.
Semakin Taehyung mengabaikan, semakin pilu kemalangan yang terasa. Taehyung sengaja menunggu Da In keluar rumah terlebih dahulu, atau dia yang terlebih dahulu pergi hingga kecil kesempatan untuk bertemu. Padahal jika diingat, pertemuan mereka sejak awal seperti sebuah kesengajaan, berangsur terus menerus hingga terbiasa bertemu setiap hari, dimanapun. Keluar rumah bersama, pulang bersama, pun menghabiskan malam bersama.
Mengembuskan napas kelewat berat, Da In menyandarkan kepala pada sisi lift. Tangannya menenteng map penuh berisi tugas kuliah. Tote bag tersampir di bahu lain. Pandangannya menatap kosong refleksi diri pada pintu lift. Dia hanya sendirian di dalam sana. Menunggu lift berdenting saat sampai pada lantai unitnya berada. Baru saja menyelesaikan pertemuan dengan profesor Kim. Berharap akan segera mendapat kabar baik dari revisi akhirnya.
Lift berdenting lantang menunjukkan Da In sudah sampai pada lantai yang dituju. Pintu terbuka dan menampakkan seseorang tengah berdiri di depan pintu. Da In terperanjat seketika. Kedua bola mata terbuka lebar. Jantungnya berdegup lebih dari tempo normal. Genggamannya mengerat pada map ditangan. Mendapati wajah seseorang yang akhir-akhir ini tengah membuatnya merindu. Kim Taehyung.
Tidak ada konversasi yang terjadi. Taehyung melangkah masuk melewati tubuh Da In begitu saja. Sementara Da In bergeming sesaat. Aroma cologne Taehyung yang kerap kali ia hirup kini tercium lagi, begitu pekat. Membuat memori kebersamaan mereka kembali terputar bagai slide film dalam otak.
Menarik kembali kesadaran, Da In segera turun meninggalkan Taehyung di dalam sana. Ingin sekali rasanya sekadar menegur sapa. Menawari makan malam bersama, menanyakan kabar, mengatakan bahwa dia banyak memikirkan Taehyung akhir-akhir ini. Atau mungkin, menanyakan tas jinjing yang berada digenggaman Taehyung. Satu-satunya yang menjadi pusat perhatian Da In sekarang. Rasanya ingin bertanya saja kemana Taehyung akan pergi. Mungkin perjalanan bisnis beberapa hari, melihat tas jinjing itu terlihat sesak dan penuh. Namun Da In tetap berjalan lurus. Berusaha sekuat mungkin untuk tidak berbalik. Sebab akan menghancurkan pertahanannya.
Persetan dengan ego!
Da In memutar tubuh. Sempat tercekat saat mengetahui Taehyung memberinya tatapan tajam. Memperhatikan. "Kau akan pergi?" Retoris. Tapi tetap ditanyakan. Basa-basi, memulai percakapan.
Taehyung mengangguk. Tatapannya tidak setajam tadi. "Hm," sahutnya singkat sekali. Menyebabkan gurat kecewa terlukis dari wajah Da In. Mungkin jika orang lain melihat, tidak akan menyadari perubahan air muka gadis itu. Tapi Taehyung tahu dengan jelas.
"B-baiklah. Taehyung, bisa kita bicara saat kau kembali?" Tanpa mendapat jawaban, pintu tertutup seketika. Da In melongo—panik. Mendekati pintu lift dan mengetuk-ngetuk dengan menggebu. Pada akhirnya mengembus napas frustasi lagi.
Menekan kombinasi pin dan segera masuk ke rumah, atensi Da In pertama kali tertuju pada alas kaki yang bukan miliknya. Sebelumnya, Da In pulang karena Yoonhee mengatakan dia dan Ryujin sudah ada dirumah Da In. Melihat alas kaki itu dan mendengar suara tawa kedua sahabatnya dari ruang tengah, Da In serasa tidak perlu memastikan lagi.
Menyadari pemilik rumah tiba, Ryujin memanggil Da In dan melambaikan sekotak ayam pedas. Wajah kusut Song membuat Yoonhee dan Ryujin saling melempar tatap. Ditambah lagi sikap spontan gadis itu saat melempar berkas dan tas ke atas counter dapur. Menyebabkan keheningan terjadi beberapa sekon setelahnya.
"Aku menyukai Taehyung," ujar pemilik rumah tiba-tiba. Sekali lagi dua gadis di ruang tengah itu saling melempar tatap.
"Kau baru mengetahuinya?" itu suara Yoonhee. Penuh penekanan melontarkan pertanyaan pada Da In yang terlihat bimbang. Selama ini, Yoonhee memang kerap memprovokasi Da In agar menjalin hubungan lebih lanjut dengan Taehyung. Bukan sekadar perlipur lara, tapi kekasih sesungguhnya.
Suasana hati Da In sudah cukup keruh hari ini. Mendengar pertanyaan Yoonhee yang seolah meminta kepastian membuatnya kembali dilema. Tiba-tiba saja atmosfer menjadi sedikit emosional. Terlebih Da In sudah mengembung air mata. Bibirnya membentuk sudut melengkung kebawah. Siap menangis.
"Aku merindukannya. Tapi dia mengabaikanku. Dia mengatakan mencintaiku tapi dia mengabaikanku. Sekarang, aku menyukainya saat dia sudah meninggalkanku," rengek Da In dengan nada sedikit terisak. Oksigen disekitarnya terasa semakin menipis. "Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan Hee-ya?" Pada akhirnya isak itu luruh. Da In menjatuhkan tubuhnya dan menutup wajah dengan kedua tangan. Dengan segera Ryujin beranjak dan menghampiri Da In yang terisak kuat. Merengkuh.
Yoonhee ikut beranjak sambil berdecak remeh. Melipat kedua tangan dan menggelengkan kepala. "Bagaimana bisa kau baru menyadari hal itu Song Da In? Bahkan aku dan Ryujin sudah mengetahuinya sejak lama. Kau ini terlalu naif. Semua sudah tergambar jelas diwajahmu dan kau baru mengakuinya sekarang," cecar Yoonhee.
"Itu wajar, Da In. Kau menyangkal perasaanmu karena saat itu kau sedang patah hati. Kau hanya tidak ingin tersakiti lagi," tutur Ryujin sedikit menenangkan, "lalu, apa yang ingin kau lakukan? Jangan menanyakan pada orang lain, tanyakan pada dirimu sendiri."
Da In membuka tangannya. Menatap bergantian pada Ryujin dan Yoonhee lalu mengedikkan bahu, "aku tidak tahu."
Lagi-lagi Yoonhee menggeleng jengah. Sahabatnya satu ini memang terlalu naif masalah percintaan. Malang sekali harus menghadapi kisah rumit seperti ini. "Apalagi! Kau haru menyatakan perasaanmu sekarang juga sebelum dia benar-benar melupakan perasaannya."
"T-tapi dia sedang pergi. Ku rasa jauh, berhari-hari. Keluar kota. Tasnya besar sekali," sanggah Da In dengan suara masih terisak.
Tanpa diperintah, Yoonhee merogoh ponsel Da In dalam tas di atas counter dapur. Mencari nama pada daftar kontak dan menekan tombol dial. Beberapa detik kesunyian terjadi. Harap-harap cemas. "Oh, Jung Jaehyun. Ini Yoonhee. Apa direkturmu sedang melakukan perjalanan bisnis?"
"..."
"Baiklah. Tidak apa-apa. Terima kasih." Kemudian sambungan terputus. Yoonhee menunduk memperhatikan Da In yang memerah usai menangis. Memandang dengan tatapan yang sulit diartikan. Pun Ryujin menjadi bingung dan penasaran dengan jawaban Jaehyun.
Tidak sabaran, Ryujin lebih dulu membuka suara, "Hee-ya, apa yang Jaehyun katakan?"
"Kemasi paspormu, kau berangkat ke Osaka malam ini."
—

KAMU SEDANG MEMBACA
Make It Right
Hayran KurguMature Contents🔞 Mana yang lebih kau pilih? Tetangga tampan yang gila, atau kekasih seksi yang brengsek? -Make It Right- ©Casadelcisne, 2020 Story written in Bahasa Indonesia