Hangatnya sinar mentari pagi menyapa Da In dengan menyentuh kulit wajah gadis itu. Masih ingin terlelap lebih lama, Da In menggeliat dan memutar tubuh membelakangi jendela. Matanya terbuka sekilas. Sebenarnya, sekarang menjadi terbuka sepenuhnya. Sebab mendapati seseorang bersandar pada kusen pintu berkacak pinggang. Da In beranjak dan berteriak terkejut. Orang di bibir pintu tak kalah terkejut karena Da In tiba-tiba beranjak.
"APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!" Pekik Da In waspada. Da In merasakan sesuatu yang ganjal. Menyibak sedikit selimut yang digunakan untuk menutup tubuhnya. Terkesiap. Pakaiannya tanggal. Hanya tersisa pakaian dalam. Rambutnya berantakan.
"Apa yang kau lakukan padaku, huh? Kau orang gila! Dasar mesum! Dimana ponselku?" Da In bergerak resah. Mencari keberadaan benda yang sangat dibutuhkan dalam keadaan genting. Raut ketakutan dan khawatir menjadi satu tergambar jelas diwajahnya.
Pria di ambang pintu berjalan mendekat. Da In bergeser mundur antisipasi sambil menarik selimut untuk menutup tubuh. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Disekitarnya tidak ada benda apapun. Pun Da In tidak mengerti bela diri. Hanya mampu berharap pada Tuhan yang baik hati akan menyelamatkannya dari situasi gila ini.
"JANGAN MENDEKAT!" Pekiknya sekali lagi, frustasi. Tidak mempedulikan Da In yang sedang ketakutan, pria itu semakin mendekat dan melempar sesuatu pada Da In. Pakaiannya semalam.
"A-apa yang—"
"Bisakah kau tenang?" suara berat pria itu menggema ke seluruh ruangan. Menambah kekhawatiran Da In dan jauh dari kata tenang. "Pertama, lihatlah disekelilingmu." Da In mengernyit dalam. Diotaknya hanya ada ketakutan. Tidak mengindahkan titah pria dihadapannya. Air matanya hampir rebas.
Pria itu mengembus napas berat. Memejamkan mata sambil memijat pangkal hidung. "Baiklah, terserahmu saja. Gunakan bajumu dan aku akan menunggu diluar," ujarnya sedikit jengkel.
Sepeninggal pria yang paling Da In takuti itu, sedikitnya Da In bisa bernapas lega. Kepalanya begitu pening. Mungkin efek samping dari bergelas-gelas alkohol yang ia tenggak semalam. Setelah mengumpulkan kembali fokusnya, Da In mengedarkan pandangan. Tunggu. Ada hal aneh disini. Sekali lagi, Da In menolehkan wajah ke sekeliling. Ini bukan kamarnya.
Situasi macam apa yang sedang terjadi?
Setelah mengenakan kembali pakaiannya, Da In berjalan keluar kamar mengendap-endap. Pertama kali melihat living room setelah membuka pintu. Jelas sekali, ini bukan apartemennya. Lalu Da In berjalan lagi ke arah dapur, berhenti ketika mendapati pria yang membuatnya gusar tengah menyiapkan hidangan di atas meja makan.
"Kau sudah sadar? Duduklah, aku membuat sup penghilang pengar," ujar pria itu terdengar—ramah. Ada yang tidak beres. Pria ini sangat berbeda dengan yang Da In temui pertama kali. Tidak ada tatapan seduktif ataupun mengintimidasi. Tentu aura dominan masih menyelimuti paras itu, tapi ini benar-benar berbeda. Maka Da In tidak serta merta menuruti. Berjalan penuh antisipasi menuju meja makan dan menatap semangkuk sup kari hangat diatas meja. Tetap merasa harus hati-hati. Dia tidak tahu campuran apa saja di dalam sup itu.
"A-apa yang terjadi? Kenapa aku ada disini?" tanya Da In terbata-bata, masih diselimuti kekalutan.
"Aku akan menjawab semua yang kau tanyakan setelah ini,"
Da In merotasi matanya. Memejam sejenak mengingat kejadian semalam. Seingatnya terakhir kali dia bertemu seseorang di kelab. Orang yang sama mengantarnya pulang hingga basement. Kemudian dia berjalan menuju unit dan tiba-tiba dunianya menjadi gelap. Tidak lagi mengingat apapun. Bahkan tidak terlalu jelas siapa orang yang ditemui semalam. Inilah sebabnya Da In tidak bersahabat dengan alkohol. Semua ingatannya menjadi hilang seperti amnesia. Minuman sarat akan dosa itu selalu berhasil mempengaruhi memorinya.
Setelah menghabiskan seluruh sup yang lumayan bisa diterima lidah Da In, kini gadis itu beranjak. Membawa sisa mangkuk kotor dan meletakkan di wastafel. Meski sedang berada pada situasi tidak masuk akal, manner-nya tetap harus terjaga. Pria ini sudah membuatkan sarapan, maka Da In membersihkan sisanya.
Kembali ke meja makan, Da In menatap lekat pria yang masih menikmati masakannya sendiri. "Jadi, bagaimana aku bisa ada disini? Apa yang kau lakukan hingga pakaianku terlepas dari tubuhku?" tanya Da In terdengar mengintimidasi dan berusaha setenang mungkin. Melupakan ketakutan yang sempat melanda beberapa saat lalu. Setelah melihat pria ini bersikap tenang dan tidak terlihat berbahaya, Da In mulai merasa aman. Setidaknya dengan jarak terpisah meja makan dan cuttlery set yang berada didekatnya, bisa digunakan jika saja pria itu bertindak macam-macam.
"Sebaiknya kau menuggu aku menghabiskan sarapanku," sahutnya ringan.
Da In menghela napas, "Kim Tae—"
"Kau sendiri yang masuk ke rumahku. Membuat keributan dengan menggedor pintu rumah orang lain. Tidak sadarkan diri saat memasuki rumah," Taehyung berhenti sejenak. Meletakkan sendok dan melempar tatap pada gadis yang menatap bingung duduk dihadapannya. "Aku tidak tahu kau akan mengingat ini atau tidak, tapi kau sendiri yang melepas bajumu. Merangkak dari pintu hingga sofa seperti sedang berenang, lalu berjalan terseok-seok menuju kamar sambil melepas baju satu persatu. Sepertinya itu kebiasaanmu, ya? Tidur tanpa mengenakan apapun."
Here we go again. Taehyung seduktif kembali lagi. Mengulas senyum asimetris membuat tubuh Da In refleks menjauh. Menarik kedua tangan yang sedang terlipat diatas meja dan bersandar pada kursi. Waspada.
"Berhenti menggodaku! Dan jangan mengada-ngada. Apa kebiasaanmu melebih-lebihkan cerita, huh?!" Cecar Da In dengan menatap angkuh. Melipat kedua tangan di depan dada. Sengaja agar terlihat menakutkan sehingga Taehyung akan berpikir dua kali jika berniat menyakitinya.
Tidak ada jawaban. Kedua bahu Taehyung mengedik. Lalu Taehyung hanya mengulas senyum simpul dan kembali menyantap makan paginya. Sementara Da In bergeming. Menyesali keputusannya untuk pergi ke kelab semalam. Seharusnya, akan lebih baik jika dia kembali ke rumah dan menangis saja semalam suntuk di kamar. Tentu tidak akan menempatkannya pada situasi konyol seperti ini. Meski harus bersiap mengenakan kacamata hitam ke kampus karena matanya sembab. Pun sekarang, Da In tidak memiliki niat untuk pergi ke kampus.
—
Taehyung memasak sarapan🥰
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.