Ekspresi letih tersirat jelas pada sorot Da In. Profesor Kim benar-benar menguras emosinya hari ini. Meminta pertemuan di pagi hari, namun Da In harus menunggu beberapa jam karena Profesor Kim memberi bimbingan pada mahasiswi lain, dirumahnya. Da In tahu betul bimbingan macam apa yang diberikan hingga membutuhkan empat jam lamanya. Hal lain yang membuat Da In tak kalah emosi, Profesor Kim meminta Da In kembali merevisi beberapa bagian dan harus memberikan sample penguat lain untuk skripsinya. Tentu mengharuskan Da In untuk melakukan praktik kerja lagi pada tempat yang berbeda dari tempat praktik sebelumnya. Profesor Kim terkutuk!
Beruntung, eksistensi Jungkook dalam hidup Da In sebagai penyemangat selalu datang di waktu yang tepat. Seperti siang ini, Jungkook tiba-tiba berada di area parkir basement apartemen Da In dengan sekantong snack dan bir. Da In yang baru turun dari mobil langsung tersenyum menghampiri kekasihnya. Menagih peluk guna memberi energi. Pun Jungkook tidak segan-segan membalas. Menarik wanitanya pada rengkuhan dalam dan mengecupi pucuk kepala berkali-kali. Tidak peduli cctv yang bertengger apik di sudut basement menyorot kegiatan lovey-dovey mereka.
Kedua pasangan yang sudah menyelesaikan kegiatan manis di area parkir berjalan bersama setelah pintu lift terbuka. Da In masih setia bergelayut pada lengan berotot padat sang kekasih. Bercakap singkat perihal keluh kesah Da In atas permintaan Profesor Kim yang menyulitkan. Sebenarnya tidak terlalu menyulitkan jika Da In bisa memanipulasi hasil observasi praktik kerjanya. Namun lagi-lagi, persyaratan tidak masuk akal dari Profesor Kim mengharuskan Da In melampirkan dokumentasi perhari sebagai bukti absen kerjanya. Da In berencana mengambil cuti jika setelah praktik ini Profesor sialan itu kembali memberinya persyaratan sukar.
Melihat seseorang tengah berjalan ke arah mereka—pria yang membuat Da In menaruh curiga karena sikap eksentriknya, Da In mendadak melepas pegangan tangan dari Jungkook. Entah apa yang menyebabkan hal itu, yang pasti Jungkook menatap bingung pada kekasihnya.
Sambil memainkan juul ditangan, pria itu menyapa, "hai, Song Da In. Baru kembali?" Suara bariton khas pria itu membuat Jungkook dan Da In sama-sama menghentikan langkah. Jujur saja, Da In merasa buncah tiap kali mendengar suara berat tetangganya itu. Seperti ada hal atraktif di dalam sana.
"Seperti yang kau lihat," sahut Da In ketus kemudian kembali menarik lengan Jungkook menuju unitnya.
Baru saja masuk ke dalam rumah, Jungkook terlihat mencak-mencak menuju dapur. Membanting kantong belanja pada counter, tidak mempedulikan Da In yang sedang bertanya ada apa dengannya. Jungkook sibuk membuka sekaleng bir dan meneguk sebanyak mungkin. Mengabaikan Da In yang kebingungan karena kekasihnya terlihat seperti sedang—marah? Tak kunjung mendapat jawaban, Da In menarik pundak Jungkook hingga berbalik menatapnya, menjatuhkan kaleng bir di tangan yang sudah kosong.
"Kook, aku tidak akan bertanya untuk ketiga kali. Ada apa denganmu?" tegas Da In selagi Jungkook menatapnya pongah.
"Ada apa denganku? Seharusnya, ada apa denganmu?" dahi Da In berkerut, menaut alis sebelum Jungkook melanjutkan, "Song Da In? Kenapa kau melepas tanganku saat berpapasan dengan tetangga baru itu? Bagaimana dia bisa mengetahui namamu? Kalian bahkan baru bertemu semalam. Ada apa sebenarnya diantara kalian, huh?"
Da In berusaha menahan tawa. Ternyata kekasihnya sedang merajuk. "Kook, kau manis sekali saat sedang cemburu," ujar Da In membuat air muka Jungkook semakin tersulut. Detik berikutnya Jungkook berjalan menggebu menuju ruang tengah. Mendudukkan diri di sofa abu-abu milik Da In. Mengerucutkan bibir, sebal. Bayi sekali.
Da In berjalan mendekat. Memeluk manja tubuh Jungkook. Mengusak kepalanya pada leher Jungkook yang menguarkan aroma musk kesukaan Da In. Lantas gadis itu mengangkat wajah, menatap Jungkook penuh arti, "aku menyayangimu sekali. Sayang Jungkook. Aku tidak akan berpaling darimu, tahu! Aku baru mengenalnya pagi ini. Tidak, tidak. Kami bahkan tidak berkenalan. Dia menyebalkan, Kook. Perangainya buruk. Mencurigakan," racau Da In berhasil merebut kembali atensi Jungkook.
"Mencurigakan bagaimana?"
Jelas Da In kebingungan menjawab. Tidak mungkin dia mengatakan pada Jungkook pagi ini tetangga gila itu mengatakan kalau dia menyukai desahan Da In. Bisa terjadi perang dunia ketiga di apartemen itu. Maka Da In memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan, "lagipula, apa yang membuatmu cemburu dengan pria itu?"
"Da In, aku sebagai pria saja mengakui dia memiliki paras tampan. Bagaimana jika suatu saat kau terpikat dengannya?" cecar Jungkook selagi menjauhkan tubuh Da In agar bisa mematri pandang pada netra gadis itu.
Da In tergelak, "ya, dia memang tampan," Jungkook sukses melotot, "tapi.. kekasihku ini jauh lebih tampan. Seribu kali lebih tampan. Dan yang terpenting, kau yang memenuhi hatiku. Sungguh, sudah penuh. Tidak muat dimasuki yang lain lagi."
Sudah pasti Jungkook luluh. Bibir manis Da In mudah sekali melontarkan rayuan. Selalu berhasil membuat Jungkook larut dalam buaian. Terlampau cinta, sih. Tidak ingin berlama-lama merajuk. Sedikit informasi, jika Jungkook terlalu lama meradang, Da In akan ikut pundung. Menyebabkan moodnya hancur dan balik memarahi Jungkook. Mengungkit masalah-masalah kecil di masa lalu dan membanding-bandingkan. Sifat dasar wanita pada umumnya; tidak mau kalah. Oleh sebab itu, Jungkook selalu mengalah guna menghindari perdebatan.
—
Pacar clingy dan -sedang- gemas
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.