Pernah berpijak dalam satu kisah,
tak menjadikan koma berhak menjeda pisah.
Pernah menukas alur memecah belah,
tak menjadikan sumpah lantas patah.Menjelma asing adalah pilihan,
tetapi penggaris takdir tetaplah Tuhan.
Dari segala yang telah ditetapkan,
akhirnya lembar membuka pangkal jalan.🍂🍂🍂
Hujan lebat, petir bergemuruh, pikiran kalut, perasaan kemelut. Suasana semakin mencekam ketika hati terlanjur basah dan air mata bercampur marah. Di pinggir bengawan Solo, peristiwa itu terjadi.
"Humaira Fatiha!" panggil Pak Ahmad kembali. Lelaki paruh baya itu berlari mengikuti anaknya yang kini menuju jempatan Bengawan Solo.
"Pak, aku ini sudah mau gila. Tesisku baru saja ditunda. Lalu Bapak malah membahas pernikahan? Apa bapak rela melihat aku semakin gila, hah?" Di antara hujan yang terus menerjang itu, jantung Pak Ahmad berdetak semakin kencang. Pasalnya kini putri sulungnya itu tengah berdiri di bibir jembatan dengan pikiran kalut.
"Bo, ayo pulang. Tesismu tidak perlu terburu-buru diselesaikan. Bo, di rumah ada ayam panggang, ada es mangga, ada nila bakar. Kue sisa kondangan kemarin juga masih. Kamu sudah jangan pikirkan tesis atau pernikahan dulu. Bapak janji gak akan nikahin kamu kalau kamu menolak. Ayo pulang. BOBO!" teriak Pak Ahmad pada putrinya. Akan tetapi, Bobo masih belum mau menanggapi.
"Bapak bohong. Bapak pikir aku bodoh?" perempuan bernama Humaira Fatiha itu benar-benar sudah kalap. Sementara itu dari kejauhan, Buk Minah datang sambil membawa payung.
"Bo, ayo pulang!" Buk Minah tidak main-main dengan ucapannya. Perempuan galak itu sudah melipat lengan bajunya dan meninggikan daster yang dia pakai. Buk Minah bersiap-siap menyeret Bobo pulang.
"Ibuk sama bapak gak paham. Aku ini sudah gila mengerjakan tesisku. Kenapa dosen-dosen itu masih mempersulitku. Ditambah bapak mau menikahkan aku begitu saja. Emang aku gak punya hati? Hiks hiks hiks." Bobo marah. Gadis bertubuh cukup gemuk itu melempar sandal yang hanya sebelah kanan itu ke bengawan.
"Bobo, itu sandal ibuk baru beli kemarin. Hiih." Buk Minah sudah geregetan.
"BOBO, pulang!" Buk Minah membuang payungnya. Perempuan itu kembali meninggikan daster yang dia pakai. Kemudian berlari menuju putrinya.
"Berhenti, Buk! Kalau enggak, aku lompat." Gadis gemuk itu benar-benar tidak main-main.
Sementara itu, Buk Minah tidak gentar. Dengan segera perempuan dia berlari menuju putrinya. Kemudian dia menarik Bobo hingga mereka terjatuh ke aspal.
"Ibuk, aku gak mau ngerjain tesis lagi. Aku juga gak mau nikah. IBUUKKKKK." Bobo mulai tantrum. Gadis itu menjambak rambut ibuknya. Membuat Buk Minah berteriak sekuat tenaga.
"HEH RAMBUT IBUK INI. KALAU MAU JAMBAK RAMBUT SENDIRI!" Buk Mina menari tangan Bobo dari rambutnya. Membuat gadis itu semakin tantrum.
"PULANG, MAKAN! BUKAN NANGIS DI JEMBATAN." Buk Minah menarik tangan putrinya. Bobo pulang dalam keadaan basah kuyub, wajah bengkak, dan baju penuh lumpur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Romance of Love and Hate
SpiritualHumaira Fatiha (Bobo) telah mengerahkan segenap tenaga untuk meninggalkan Xavier Ghazali dua tahun lalu. Ia memulai hidup sebagai mahasiswi biasa program magister dan membuka bisnis di bidang kuliner. Akan tetapi, seolah langit tidak berpihak padan...