13. Menjadi Manusia Sejati

2K 295 59
                                    

Bismillahirrahmaanirrahiim. Selaaamaat pagi/siang/malam. Salam bahagia, salam damai, salam kesejahteraan. Selamat membaca. Jangan terlalu percaya dsngan ilmu-ilmu di sini. Karena aku pun masih belajar, jadi tidak menutup kemungkinan melakukan kesalahan. 

_

_

Malam Minggu selalu menjadi sesuatu yang spesial. Di mana malam Minggu bagi sebagian orang adalah istirahat dari rutinitas, jalan-jalan bersama keluarga, atau bahkan sekadar waktu panjang untuk merebahkan diri di kamar sambil bermain HP. Tak berbeda dari orang-orang itu, Xavier juga punya agenda di malam Minggu ini.

Lelaki berkaus hitam itu malam ini hendak menjemput istrinya yang pamit bimbingan di rumah dosennya. Lalu nanti, sekalian mencari makan atau berjalan-jalan seperti orang-orang yang berpacaran setelah menikah pada umunya.

"Ke mana, Mas?" tanya Syarif pada kakak iparnya. Lelaki yang kini tengah duduk sambil berkutik dengan laptopnya itu tampak penasaran.

"Mau jemput Mbakmu. Kenapa?" balas Xavier.

"Gak papa, kirain mau nongkrong gitu. Bisa sekalian aku ikut." Belum sempat Xavier membalas, Buk Minah sudah menyahut.

"Eh, jomblo sok-sokan malam Minggu mau nongkrong. Di rumah aja." Seketika itu juga Xavier tertawa mendengar ucapan Buk Minah yang begitu mengena di hati. Membuat Syarif langsung mendengus kesal.

"Memang jomblo gak boleh keluar?" tanya lelaki berkaus dongker itu pada Ibuknya. Kemudian perempuan yang kini tengah membaca buku itu menggeleng.

"Bukan begitu, Rif. Cuman kasihan aja pas nanti kamu ke kave, yang lain berdua, kamu cuma sama angin duduknya. Hahaha, iya gak, Pak?" tanya Buk Minah pada suaminya sambil tertawa jahat. Kemudian lelaki berpeci putih itu mengangguk sambil tertawa.

"Terus aja bully aku." Xavier duduk di samping adik iparnya. Lelaki itu menuangkan air di gelas. Kemudian berdoa dan meminumnya pelan-pelan.

"Apa mau ikut, Rif?" tawar Xavier pada adik iparya.

"Eh, jangan. Kasihan dia. Nanti kalau kamu berduaan sama Bobo, dia jadi nyamuk. Hehehe." Buk Minah membuat Syarif serba salah. Lelaki itu bangkit dari duduknya.

"Eh, mending malam mingguan sama Ibuk. Kamu mau nonton film apa?" tanya Buk Minah pada anaknya. Seketika itu juga Syarif duduk kembali. Lelaki itu berpikir kalau dia pergi sama ibuknya, pasti tidak perlu sungkan untuk meminta apapun.

"Boleh, Buk. Bioskop mana?" Tanya lelaki berbaju dongker itu sumringah.

"Ngapain ke bioskop. Ibuk udah berlangganan aplikasi nonton film. Pakai itu aja." Seketika itu juga Pak Ahmad dan Xavier tertawa mendengar ucapan Buk Minah. Perempuan itu pandai sekali memainkan perasaan orang.

Seketika itu juga Syarif pergi tanpa mengatakan apapun. Lelaki itu benar-benar marah.

"Rif, jangan marah! Ayo jadi ini. Kamu mau bioskop mana? Ayo!" Seketika itu juga Syarif berhenti. Lelaki itu menengok ke ibuknya denganpenuh kehati-hatian.

"Ibuk bercanda lagi?"

"Enggak bercanda. Beneran ayo berangkat. Pak, mau ikut enggak?" tanya Buk Minah pada Pak Ahmad. Sementara itu, lelaki berpeci tersebut menggeleng mantap. Dia lebih memilih di rumah. Merebahkan diri, mdmbaca buku, atau melakukan kegiatan bermanfaat lainnya.

"Yah gak asik, Buk. Malu kalau ketemu temen dikira aku anak mama."

"Yaudah kalau gak mau. Mumpung ibuk baik. Wis lah, karena kamu gak pacaran ibuk kasih hadiah. Nanti pas jalan-jalan kamu boleh minta dibeliin sesuatu." Kali ini Syarif benar-benar sumringah.

The Romance of Love and HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang