BAB 5-Bidadari Sehari

2.2K 78 0
                                    

Hari begitu cepat berlalu hingga pernikahan yang dinantikan telah berjalan seperti semestinya. Tidak! Bukan kedua pengantin yang tengah menukar cincin menginginkan pernikahan ini, tapi kedua orang tua mereka.

Bohdy memeluk Hanung sebagai rasa bahagianya telah melihat putra kebanggannya menikah lagi. Hal ini membuat Adley ikut tersenyum.

"Aku sangat bahagia, rasanya aku ingin menangis," kekeh Bohdy seraya mengusap pupil matanya.

Hanung pun ikut terkekeh. "Jika Julian masih ada, dia akan melihat putrinya menjadi bidadari." Lirihnya kemudian, menatap putri semata wayangnya yang kini telah menggunakan gaun putih indah.

"Kau tak perlu bersedih, Channa akan bahagia dengan pernikahan ini aku menjaminnya," kata Bohdy meyakinkan, "dia gadis yang manis." Tambahnya setelah melihat senyum tipis gadis itu.

Hanung berterima kasih kepada mendiang suaminya yang telah menjodohkan dengan pria seperti Kael. "Ini hal yang seharusnya dia melihat putrinya, merasakan menimang cucu pertamanya nanti." Senyum wanita setengah baya itu mengembang.

"Itu moment yang selama ini aku tunggu," Adley menimpali ucapan Hanung.

Sementara diatas pelaminan, pria itu duduk diam tanpa semangat. Hari yang begitu melelahkan setelah berperan pikir beberapa hari lalu, bahkan saat  ini dia masih berpikir.

"Kau senang setelah pernikahan ini?" Tanya Kael tanpa ingin menatap lawan bicaranya.

Channa mengeratkan sebuket bunga yang dipegangnya. "Te-tentu saja," dia menjawab dengan keraguan.

Kael terkekeh. Rasanya benar-benar lucu, pernikahan yang membuat hidupnya dipermainkan. "Kau bangga dengan status barumu?" Dia bertanya lagi. Kali ini tatapannya mengarah pada gadis disampingnya.

Channa diam tak bisa menjawabnya. Pikirannya melayang entah kemana. Berbagai pertanyaan telah bersarang diotak kecilnya, apakah dia bangga menjadi istri seorang pria kaya? Ataukah hanya akan kesakitan yang mungkin didapatkannya dari pernikahan ini?

"Aku tahu," gumam Kael. "Kita sama-sama terperangkap dalam pernikahan bodoh ini."

Channa melempar pandangan ke arah Kael, yang sama sekali tidak bergerak. Dia seperti tenggelam dalam pikirannya. "Kau memang benar, tapi aku tidak ingin pernikahan ini hanya lelucon," tegasnya.

Mendengar itu, Kael tiba-tiba tertawa memandangi Channa. "Kau ini lucu," katanya sambil tertawa. "Kau sepertinya harus mengoreksi otakmu, dengar, ini hanyalah perjodohan bodoh kau tidak perlu mengharapkan lebih dari ini."

Channa tersenyum setelah mendengar ucapan pria itu. Hantinya cukup sesak. Apakah hanya sebatas pernikahan? Lalu untuk apa dirinya melakukan ini semua!

*

Channa menyeret kopernya untuk masuk kesalah satu kamar yang telah Tuan dan nyonya Lilith siapkan. Dia sedikit menggerutu ketika tangan kekar menahan kopernya. "Apa maksudmu," sergahnya dengan mata melotot.

"Kau harus tidur dilantai atau disofa, aku tidak ingin tubuhku gatal-gatal." Celetuk Kael sambil mengidik geri.

Brakk!. Channa membanting koper berukuran kecil dengan keras. "Memangnya siapa yang ingin tidur denganmu!" Teriaknya tidak terima.

"Kau," sergah Kael dengan menutup telinganya. Jika bukan perintah pria tua itu, sampai kapanpun dia tidak akan sekamar dengan gadis itu. Demi Tuhan, dia benar-benar tidak bisa bersama gadis sepertinya.

"Aku tidak ingin berdebat denganmu, aku lelah," keluh Channa lalu meninggalkan pria itu dan masuk kedalam kamar mandi. Tubuhnya terasa lelah setelah berdiri berjam-jam dan juga.... hatinya.

Kael menatap punggung yang kian menghilang dari pandangannya. "Kau harus cepat kembali, aku merindukanmu."

Beberapa menit kemudian, Channa keluar dari kamar mandi tersebut. Tubuhnya sudah dibaluti oleh piyama tidur favoritnya.

"Aku sudah menyiapkan bantal dan selimut untukmu," kata Kael saat melihat gadis itu.

Channa langsung menghampiri sofa yang tak jauh dari ranjang. Membaringkan tubuhnya lalu menarik selimut.

"Setelah kupikir-pikir, kita harus membuat janji," Kael bangkit lalu duduk ditepi ranjang. Pandangannya menatap tubuh gadis itu yang kini sudah berstatus istrinya.

Channa membuka matanya. "Aku tidak ingin merepotkan diri karena perjanjian. Kau tidak perlu terganggu dengan pernikahan ini," ucapnya, "aku tidak ingin mencampuri urusanmu begitupun denganmu."

Kael tertarik dengan ucapan Channa. Matanya tidak lepas dari sosok itu. "Good girl"

Channa mengangguk. Dia kembali membaringkan tubuhnya dan menutup mata agar terlelap. Melupakan segala beban yang kini telah menggorogotinya.

*

Bohdy tersenyum ketika melihat putranya turun dari tangga. "Kael, istri kamu kenapa tidak diajak?" Tanya wanita paruh baya itu.

"Masih tidur, ma." sahut pria itu sambil menarik kursi.

"Jangan dibiasakan," timpal Adley tegas tanpa menatap sang putra. Dia sibuk membolak-balik koran yang diambilnya beberapa jam lalu.

Hanung bangkit. "Aku saja yang bangunkan,"

"Jangan! dia istri Kael dan harus dia yang membangunkan," Adley menahan wanita setengah baya itu untuk melangkah.

Hanung kembali duduk.

Tanpa membantah lagi Kael meninggalkan ruang makan dan menuju kembali kamarnya. Dalam perjalanan mulutnya tak henti-henti mengeluarkan gerundel karena gadis itu membuat paginya tidak baik.

"Channa! Bangun kau," teriaknya setelah mendapati tubuh istrinya yang masuh terlelap. "Bangun, ferguso!"

Gadis itu terlonjak kaget dan langsung duduk dengan spontan. Perlahan kepalanya terasa pening dan penglihatannya menjadi buram.

"Kepalaku sakit," dia meringis sembari memijit pangkal hidungnya.

"Tidak usah berekting begitu, ayolah," ledek Kael seraya menarik selimut dari tubuh istrinya.

"Jangan memaksa begitu, aku benar-benar pusing," Channa memegang jari milik pria itu. Kepalanya tidak bisa dibohongi sekarang.

"Singkirkan tangan kotormu itu," desis pria itu kesal. Lagi-lagi dia menarik selimut gadis itu dengan paksa.

"Kubilang jangan memaksa!" Teriak Channa marah, hingga dia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya sudah benar-benar tidak bisa menopong lagi akibat pusing yang menyakitkan.

Dengan sigap, Kael menangkap tubuh itu. Membawanya kedalam dekapannya, setelah itu dia membaringkan keatas tempat tidur. Perasaannya benar-benar bersalah. Seharusnya dia tidak perlu memaksa seperti itu.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya pria itu memandangi wajah istrinya.

Channa masih memijit pangkal hidungnya. "Sudah mendingan," sahutnya.

"Baiklah, kau istrahat saja aku akan turun," setelahnya Kael meninggalkan gadis itu dan menemui kedua orang tuanya serta mama mertuanya.

What! Apakah dia harus berbangga atas sebutan itu?

Kael ingin menertawakan dirinya yang tidak bisa mengompromi mulut dan otaknya.

Tbc

After Second Marriage(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang