Channa menyiapkan makan malam mereka. Ia akan berusaha melupakan segalanya dan memulai hal baru. Tidak mudah tapi dia akan beruhasa.
Setelah makanan sudah siap, Channa meraih ponselnya dan menghubungi Kael. Panggilan pertama tidak diangkat. Panggilan kedua barulah dijawab.
"Halo," sapa Kael dari seberang sana.
"Aku sudah menyiapkan makan malam, apa kau----
"Aku minta maaf, Cha. Aku sepertinya ada usrusan lain. Kau makan saja, tidak usah menungguku," sela Kael cepat. Lantas panggilanpun terputus.
Channa menatap makanan itu dengan perasaan sedih dan kecewa. Hatinya benar-benar tidak bisa menerima hal ini. "Ini kedua kalinya kau membuatku seperti ini," gadis itu tersenyum walaupun air matanya terlah bercucuran.
Gadis itu mencoba memberi pesan kepada mamanya. Dia tidak bisa menghabiskan makanan itu sendiri. Ia merenung memikirkan akhir dari semua ini. Apakah dia akan terus seperti ini?
Setelah beberapa menit, Hanung sampai. Wanita setengah baya itu disambut gembira oleh sang putri.
"Mama tadi liat kakek-kakek jual balon dipinggir jalan, mama kasian. Ini buat kamu saja," Hanung memberikan sebuah balon kepada Channa.
Gadis itu tertawa saat diberikan balon. Seketika ia mengingat sang ayah. "Aku ingat ayah, ma. Setiap hari ayah selalu memberikan balon."
Hanung mengelus wajah putrinya. "Mama minta maaf, sayang. Seharusnya sekarang kau bahagia." Sesalnya dengan raut wajah muram.
"Mama tidak salah," Channa memeluk mamanya. Dia menumpahkan air matanya disana. Untuk saat ini, ia hanya membutuhkan sebuah pelukan hangat dari wanita itu.
"Kamu yang sabar ya, sayang. Mama yakin pasti ada setitik kebahagiaan dari semua ini," ucap Hanung menenangkan. Ia membawa Channa untuk duduk dikursi. "Kamu harus makan, jangan memikirkan mereka terus."
"Aku tidak ingin memikirkannya, ma," Channa tersenyum lebar. Dia mulai mengambil makanan untuk mamanya.
Ting. Sebuah notifikasi muncul dilayar ponselnya. Ia segera membuka notifikasi tersebut. Matanya membulat sempurnah ketika sebuah fhoto mesra telah terpampang jelas dipenglihatannya.
Dadanya memburu. Hatinya hancur berkeping-keping. Apakah dia telah dibohongi? Atau hanya dia yang terlalu percaya dengan semua ucapannya.
"Kenapa sayang?" Tanya Hanung. Wanita itu merasa ada sesuatu yang membuat putrinya sedih.
Channa menyimpan ponselnya. Dia menggeleng sambil tersenyum. "Tidak ada, ma. Mama mau makan apa?" Elaknya. Ia tidak ingin membuat wanita itu khawatir.
Hanung tidak benar-benar percaya jika putrinya baik-baik saja. Ada hal yang menganggu pikirannya. Tapi, dia tidak ingin menanyakan perihal itu.
Dalam diam, Channa meratapi segalanya, Pernikahannya yang penuh kebohongan. Tidak! Pria itu yang melakukannya.
*
Kael melirik jam tangannya. Dia seharusnya menyicipi makanan istrinya, tapi dia tidak tega melihat putranya yang terus merajuk.
Dissa menyiapkan makan malam untuk mereka. Bahkan Enoch yang awalnya ingin pulang, ia harus menahan diri untuk menemani sang sahabat.
"Ayah, Genta mau tidur sama ayah boleh?" Bocah itu memeluk Kael dengan erat.
Kael ingin menolak, tapi Dissa lebih dulu menyelanya. "Tentu saja, sayang."
Enoch tersenyum sinis melihat wanita itu. "El, apa kau sudah memberitahu Channa?" Ucapnya dengan gamblang tanpa merasa bersalah kepada wanita itu.
Kael menggeleng. "Apa aku harus memberitahunya?"
"Tentu saja, kau harus memberitahunya jika kau ingin bersama putramu malam ini." Dissa menjawabnya cepat sebelum Enoch menjawab.
Enoch melirik wanita itu tidak suka. "Tidak perlu, aku akan memberitahunya." Dia mengambil ponselnya dari atas nakas. Iapun mulai menghubungi Channa.
Tapi sudah beberapa panggilan, namun tak satupun diangkat. "Biasanya Channa tidak seperti ini." Enoch mulai khawatir.
Kaelpun ikut khawatir. Sehingga mengabaikan Genta yang masih merengek. "Berikan padaku," ia meraih ponsel Enoch lalu menghubungi Channa. "Kenapa dia tidak mengangkatnya? Apa dia sudah tidur?" Pria itu tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya kepada gadis itu.
Tak jauh dari posisi kedua pria itu, Dissa merasakan hatinya sangat hancur. Ia sudah bekerja keras untuk bisa memiliki Kael namun dengan gampangnya gadis itu merebutnya.
Enoch tersenyum kemenangan kearah wanita itu. Dia menggerakkan jarinya, memberi tanda kekalahan wanita itu.
Melihat hal itu, Dissa menatapnya tajam. Tentu saja dia tidak ingin hal itu terjadi. "Kael, aku rasa kau harus menemuinya. Mungkin saja dia sedang menunggumu."
"Apa yang dia rencanakan?" Enoch memicing curiga.
"Kau benar," Kael membenarkan. "Aku harus menemuinya."
Mendengar ayahnya akan pulang, Genta langsung histeris dan memeluk kaki Kael. "Ayah, jangan tinggalkan Genta." Isaknya serta air mata yang sudah bercucurann.
Kael melihat putranya tidak tega. Iapun menggendongnya. "Ayah masih disini."
"Genta, biarkan ayah pulang." Kata wanita itu yang ingin mengambil putranya dari gendongan Kael.
"Genta mau sama ayah!" Teriak Genta sembari mengeratkan pelukannya.
Dissa tersenyum kearah Enoch. Wanita itu membalas kekalahannya. Bahkan ini sangat-sangat puas atas keukuhan putranya.
"El, kau temani Genta saja. Channa akan mengerti. Mungkin sebaiknya aku pulang." Enoch berucap sambil melirik Dissa.
"Hati-hati," balas Kael.
Enoch meninggalkan Apartemen itu dengan perasaan kesal tingkat tinggi. Wanita itu sangat licik seperti siluman.
*
Setelah makan malam, Channa langsung masuk kamar dan membaringkan tubuhnya. Dia terus memikirkan suaminya. Bahkan ia tidak melepaskan pandangannya dari ponsel. "Keluarga yang sangat bahagia," lirihnya dengan bibir tertarik.
"Channa," panggil Hanung seraya memasuki kamar putrinya.
Channa bangun dan menatap sang mama. "Ada apa, ma?"
Hanung tak kunjung menjawab. Ia duduk disamping putrinya sambil mengelus wajah sang putri. "Apa kamu memikirkannya?"
Gadis itu menunduk. "Apa yang akan mama lakukan jika diposisi Channa? Apakah harus merelakan?" Tanya gadis itu dengan air matanya. Ia sebenarnya tidak sekuat itu. Dia hanya gadis yang cepat menyerah dalam hal asmara. Tapi, ini masalahnya berdeba. Dia seorang istri dan seharusnya ia kuat menghadapai konsekuensinya.
Hanung memeluknya. Iapun merasakan hal yang sama. Ini sangat menyakitkan jika dia berada diposisi itu. Bahkan ia akan melakukan hal yang sama, merelakannya saja. "Mama tidak ingin mengatakannya. Tapi kamu bisa memikirkan bagaimana jalan keluarnya."
"Channa cape, ma. Channa tidak sekuat yang mama kira. Aku lelah untuk semuanya." Ungkap gadis itu dengan suara bergetar.
"Tidurlah, besok kita bicarakan lagi. Ini sudah malam." Hanung membaringkan tubuh putrinya dan memberikannya selimut. Ia membiarkan angin menghembuskan tubuhnya agar putrinya bisa tertidur nyaman. "Maafkan mama, sayang."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After Second Marriage(Completed)
Romance17+⚠️ :Konflik ringan! (Don't copy my story, please!) Follow me sebelum baca, terima kasih! Mulai: 2 Maret 2021 Selesai: 23 mei 2022