Channa memperhatikan sosok pria dihadapannya. Persaan ingin tahu mengapa pria itu mengajaknya ke Starbuck padahal apa salahnya bicara saat di Cafe tadi?
"Jangan menatapku," tegur Kael seakan tahu apa yang gadis itu lakukan.
"Kau ingin bicara apa?" Tanya gadis itu sambil merapikan rambutnya. Tatapannya berpindah saat pramusaji menyiapkan kopi pesanan mereka.
"Silahkan menikmati," ucap pramusaji tersebut dengan ramah.
Gadis itu menangguk. Dia menyesap kopi panas itu perlahan.
Kael bersedikap dada menatap lurus gadis itu."lumayan cantik," pria itu segera menepis pikirannya yang sama sekali tidak berguna.
"Apa kau menerima perjodohan itu?" Kael sangat penasaran, apakah gadis itu akan menerimanya atau menolaknya? Dia ingin sekali mendengar kata penolakan.
Channa menatapnya terkejut, hawa disekeliling terasa panas dan mengerikan. Gadis itu tidak menyangka jika pria yang akan dijodohkannya telah berada didepannya? Bahkan mereka sudah bersama beberapa jam lalu.
"Kau pria itu?" Channa masih dalam keadaan terkejut.
Kael tersenyum. Ekspresi gadis itu membuat bibirnya tertarik.
"Aku tidak percaya jika kau pria yang akan dijodohkan denganku," tiba-tiba gadis itu meruntuki dirinya sendiri.
"Aku rasa kau belum menjawab pertanyaanku, kau menerima perjodohan ini atau tidak!" Kael merasa gadis itu mengulur waktunya. Bahkan, ini sudah malam tapi tidak ada satupun kejelasan dari gadis itu.
"Aku menerimanya," tanpa berpikir dua kali, Channa menjawab dengan cepat. Walau bagaimanapun memang itu kenyataannya, dia menerima perjodohan itu untuk mendiang sang ayah.
Kael merasa dihantam oleh ribuan batu dikepalanya. Otaknya sedang mencerna atas ucapan gadis itu. Bagaimana caranya agar mereka tidak menikah!
"Alasan apa kau menerima perjodohan ini? bahkan kau tidak tahu pria yang akan menikahimu," Kael terus melayangkan pertanyaan kepada gadis itu. Dia juga ingin tahu mengapa?
Channa menarik seulas senyum tipis, menarik kurisinya agar lebih dekat dengan meja. Tatapannyapun menyorot lurus kepada pria itu. "Kau ingin tahu alasannya?" Dia membalasnya dengan pertanyaan.
Kael mengangguk kuat.
"Dulu, tiga tahun lalu, ayah pernah berkata jika dia ingin melihatku memakai gaun putih yang indah seperti bidadari. Tapi, ayah...pergi selamanya tanpa ingin bertahan melihatku seperti itu." Channa menjelasnya serta senyum lebar, kepalanya menunduk.
Perasaan Kael menjadi iba, tapi bagaimana dengannya? Dia tidak bisa menikahi gadis lain bahkan dia masih mencintai wanita lain.
"Aku seorang duda," dia menjatuhkan matanya menatap bola mata gadis itu, "aku pernah menikah dengan wanita lain, dan...kau tahu aku tidak mungkin menikahi gadis lain. Aku tahu kau hanya ingin membahagiakan mendiang ayahmu, tapi ketahuilah itu sangat percuma tanpa didasari rasa cinta." Ucap Kael panjang lebar. Dia berharap gadis itu bisa mengerti dengan situasinya.
"Aku tahu," gumam Channa, "itu sangat berat untukmu. Tapi maaf aku tidak bisa membatalkan begitu saja, aku tidak ingin mengecewakan mama," sungguh berat rasanya jika tentang perasaan.
Kael berpikir keras. Ucapan gadis itu ada benarnya, bahkan dia tidak ingin membuat pria tua itu semakin marah padanya.
*
Adley menyambut putra sulungnya dengan segelas wine yang masih dalam genggamannya. Wajah keriputnya seakan mampu membungkam mulut pria yang baru saja masuk keruangan tersebut.
Semua keluarganya menatapnya namun bibir mereka mengatup. Sehingga membuat pria itu merasa canggung.
"Mama, ada apa?" Pertanyaan itu mengarah pada wanita paruh baya yang kini tengah menatapnya juga.
Bohdy tidak menjawab. Dia tahu, perbuatannya membuat putra kebanggaannya merasa terasingkan. Tapi, apa dayanya jika Tuan Lilith sudah mengancamnya.
"Aku tidak akan segan-segan membungkam mulutmu jika kau terus membela anak itu!"
Wanita itu membuang pandangannya. Hatinya teriris melihat wajah kebingungan sang putra.
"Untuk apa kau menemuinya?" Tanya Adley santai setelah meminum wine tersebut.
Kael bingung mengapa ayahnya bisa tahu jika dia menemui gadis itu. Dia bahkan tidak memberitahu siapapun.
Tak ada jawaban dari putranya, Adley bangkit menatap mata tajam itu. "Jawab Kael," sergah pria tua itu hingga membuat ketiga orang itu terlonjak kaget.
Kael menggaruk dahinya. "Aku..." dia tidak bisa berkata-kata lagi. Mengapa ayahnya begitu keras padanya. Apapun yang pria tua itu katakan, dia merasa sebuah perintah baginya.
"Kau tidak akan mendapatkan apa-apa jika kau berusaha membatalkan pernikahan ini. Kau, dan semua yang berada disini. Aku tidak segan-segan membuat kalian menderita," tekan Adley tajam, "bahkan dirimu Kael Lilith, pastikan kau menerima konsekuensinya."
Jason memeluk mamanya. Pria 16 tahun itu menatap ayahnya takut. Ini bukan kali pertama kakaknya membuat kesalahan, tapi ini sudah berkali-kali bahkan berulang ulang kali dan mereka ikut dalam kemarah pria tua itu.
"Aku tahu, yah, kau tenang saja aku tidak akan membatalkan pernikahan itu. Tapi aku punya satu permintaan," pungkas Kael menatap tegas pria itu.
"Katakan," sambut Adley sambil menggerakkan tangannya.
"Jika dia kembali, aku akan tetap menikahinya. "Ucap Kael ultimatum.
Mendengar perkataan putranya, Bohdy merasakan jantungnya bertrampolin keras. Putranya telah dibutahkan oleh cinta yang seharusnya tidak ada lagi, bahkan ini sudah cukup lama.
"Sayang, apa kau sadar?" Tanya Bohdy setelah menetralkan detak jantungnya.
Kael mengangguk yakin. "Aku akan menikahi gadis itu, tapi aku akan menikahi Dissa juga."
Adley kembali duduk, namun sorot tajamnya tidak lepas dari tubuh putranya. "Ingin menjelaspun kau tidak akan mendengarkan, jadi terserah kau saja jika Dissa kembali. Ayah hanya mengatakan jangan menyesali apa yang kau pilih."
Seakan keputusannya sudah bulat, Kael meninggalkan kedua orang tuanya serta adiknya. Perasaannya sedang tidak stabil, dia hanya ingin mengistrahatkannya.
Sementara diruang keluarga, Bodhy mengelus bahu sang suami. "Yah, bagaimana jika Dissa kembali?" Tanya wanita paruh baya itu dengan wajah khawatirnya.
Adley melirik istrinya sebentar, lalu menutup matanya lagi. "Biarkan saja, ma, ayah akan lihat seberapa keberanian wanita itu."
Bohdy berhenti mengelus bahunya, membuat mata tertutup itu terbuka. " kenapa berhenti?" Adley menatap mata sang istri, " bagaimana jika dikamar saja," dia berbisik pelan.
Senyum wanita paruh baya itu mengembang malu-malu. "Ingat umur, yah."
"Ayah masih kuat, ma," Adley masih tetap menggoda sang istri.
Lantas keduanyapun meninggalkan ruang keluarga serta Jason yang masih diposisinya. Mulut pria itu menganga lebar, ayahnya memang ajaib, setelah membuat suasana tegang manjanya kumat lagi.
*
Rich menatap pintu yang menjulang seram dihadapannya. Dia tampak ragu saat mengetuknya. Tok tok!
"Ya, tunggu," teriak seseorang dari balik pintu. Cheklek!, Suara pintu terbuka menampilkan seorang gadis dengan wajah terkejutnya. "Rich?"
Pria itu menggaruk tengkuknya. "Maaf mengganggumu, aku hanya ingin bicara sebentar denganmu."
Channa menyatukan alisnya. "Aku sibuk, Rich. Besok saja, lagipula ini sudah larut malam," tolaknya halus.
Rich tersenyum. "Hanya sebenatar, Cha, aku tidak selama itu," ucapnya tetap keukuh.
"Maaf Rich, kau pulang saja," Channa menutup pintu, meninggalkan tubuh Rich dihamparan angin malam.
Pria itu menatap pintu itu kembali. Niat baik-baik, tapi dia mendapatkan penolakan oleh gadis itu. "Ini salahku, harusnya aku tidak membuatmu kecewa."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
After Second Marriage(Completed)
Romance17+⚠️ :Konflik ringan! (Don't copy my story, please!) Follow me sebelum baca, terima kasih! Mulai: 2 Maret 2021 Selesai: 23 mei 2022