BAB 42-Kebenaran

1K 32 0
                                    

Zafir menatap tajam kearah pria yang tengah berdiri menjulang dihadapannya, pria yang telah dua haria ia tinggalkan dihutan yang anehnya tanpa ada perlawanan.

"Mau apa kau kembali!" Sergah Zafir dengan tatapan tajam.

Pria itu terkekeh. "Anda lupa? Aku putramu."

Zafir tertawa mengejek. "Apa kau bilang? Putraku? Kau hanya manusia yang tidak berguna."

"Kita lihat saja siapa yang akan tidak berguna, ayah." Senyum licik Enoch terpampang jelas. Dia meninggalkan ayahnya tanpa mengindahkan teriakan dari pria itu.

"Sialan!!!"

Alnissa sudah menyambut putranya dengan senyum manis khasnya. "Kau kembali, sayang."

"Ya, Ma. Kan mama yang bikin Enoch kembali." Dengus pria itu sembari menyambut uluran tangan mamanya.

Alnissa semakin tersenyum. Dia membawa putranya masuk kedalam kamar.

Sedari tadi Zafir menahan amarahnya yang siap memuncak. "Dasar tidak berguna! Kalian akan merasakannya, sialan!" Pria itu mengacak rambutnya. "Alnissa, aku pastikan kau akan mengemis padaku, lihat saja."

Setelah berbincang sedikit dengan putranya, Wanita 45 tahun itu mendekati suaminya dengan senyum lebar. "Apa kau perlu pencerahan, Zafir?" Dia mulai mengelus dada pria itu.

Zafir menepis tangan itu. "Jangan menyentuhku, jalang! Kau dan putramu sama saja TIDAK BERGUNA!" Pria itu menatap istrinya dengan tatapan nyalang.

"Kau mulai kasar, Zafir.  Aku ini istrimu, wanita yang menemanimu saat kau tidak punya segalanya." Alnissa menatap suaminya dengan tatapan sayu.

"Hahaha...," Zafir terbahak-bahak. "kau berucap seakan-akan itu pernah terjadi, Nissa. Kau tidak pernah melakukannya untukku. Kau melakukan semua itu hanya untuk putramu." Tampiknya lalu meninggalkan wanita itu.

Alnissa menatap punggung tegap sang suami. "Ya, aku melakukannya hanya untuk putraku. Dia satu-satunya hidupnya, Zafir."

*

Kael menatap Adley dan Bohdy dengan tampang seriusnya. Tidak biasanya dia melihat wajah ayahnya seserius itu. Walaupun pria paruh baya itu selalu serius dan tegas.

"Ada apa, yah?" Dia membuka suaranya setelah terdiam cukup lama. Bahkan Jason, adiknya juga berada disitu.

Bohdy menghelah napas panjang. Wanita itu menatap putranya sayu.

"Apa ayah ingin mengatakan sesuatu?" Kael bertanya lagi. Perasaannya sudah tidak karuan. Dia sangat penasaran ada apa dengan kedua orang tuanya.

"Bagaimana dengan keadaan Genta?" Adley memilih berbasa-basi. Sembari mengisap rokoknya, pria tua itu menatap lurus kearah putranya.

Kael terkekeh kecil. Pria itu merasa pertanyaan ayahnya hanya sebuah kelakar. Sejak kapan ayahnya mengkhawatirkan keadaan putranya? Bahkan menanyakan perihal kecil saja tidak pernah. "Ayah sedang bergurau sepertinya."

Sebenarnya Adley ingin sekali mengatakan kebenaran kepada sang putra. Tapi, bagaimana ia memulainya? Ia tidak ingin menyakiti perasaan Kael.

"Katakan saja, yah. Apapun yang ayah katakan aku akan mendengarnya." Pasrah Kael.

Bohdy dan Jason memilih bungkam. Tidak ingin mencampuri percakapan kedua pria itu.

"Ayah rasa harus mengatakan kebenarannya, Kael. Tetapi ayah tidak ingin ucapan ayah disela!" Ucap Adley ultimatum.

Kael mengangguk patuh.

Adley menyodorkan sebuah map coklat kepada Kael, yang langsung diterima olehnya. "Apa ini, yah?"

Pria tua itu tidak menjawab.

Perlahan-lahan Kael mulai membuka segel map tersebut. Selembar kertas diambilnya. "Foto? Kenapa dengan foto ini? Kael tidak mengerti semua ini, yah, ma." Kael menjadi gusar. Ada banyak hal yang tidak diketahuinya. "Aku merasa bodoh dengan semua ini. Aku merasa asing."

"Saat kau berusia 3 tahun, ayah dan mama merawatmu....

"Aku tahu, yah. Aku bukan putra kandung ayah dan mama. Aku memilih diam. Aku tidak ingin membuat mama kepikiran." Kael menyela ucapan ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Pedih rasanya jika kenyataan itu berusaha memukulinya.

Bohdy berkaca-kaca. Dia tidak tahu jika selama ini putranya telah merasakan hal itu. "Maafkan mama, sayang. Maafkan mama..."

"Kau adalah putra kebanggan Alan dan Hanung!" Beritahu Adley dengan tatap sayu. Sungguh, peristiwa yang telah berlalu sejak 30 tahun lalu kembali mengusik pikirannya. "Kau putra yang selalu membuat adikku tersenyum..."

"Ayah..."Bohdy terisak kecil. Melihat raut wajah sang suami membuatnya tak tega.

Sementara Kael terdiam kaku dengan pandangan mengabur. Kebenaran yang sungguh merobek relung hatinya. Keberan yang sesunghuhnya belum ia ketahui. "Aku putra ibu Hanung?..." pria itu membungkap mukutnya sejenak. "Mungkinkah Channa....

"Tidak!" Seru Adley menyela ucapan Kael. "Kalian bukan saudara kandung. Dia putri dari pria lain dan juga dari wanita lain. Sayangnya Hanung merawatnya hingga sekarang."

Entah mengapa mendengar penuturan sang ayah membuat hatinya sedikit lega. Mungkinkah mereka akan kembali lagi? Tapi, perceraian mereka akan segera disahkan. 'Apa aku menyesal telah menyetujui  perceraian ini? Ya Tuhan apa yang aku pikirkan'

"Hari ini juga semua yang tidak kamu ketahui akan segera terbongkar. Termaksud kembalinya istrimu yang telah meninggalkanmu selama lima tahun ini." Papar Tuan Lilith lalu menyesap kopi buatan istri tercintanya. Namun tatapan tajam nan intimidasi tertuju pada putranya.

"Tentang Dissa? Apa yang ayah ketahui? Mengapa aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa!" Lirih Kael. Pikirannya seketika tertuju pada putranya yang masih berada dirumah sakit.

Bohdy yang tidak kuat melihat kesedihan putranya, segera menghampiri lalu duduk disampingnya. Jemari-jemari lentiknya mengelus rahang tegas sang putra. "Sayang, kami tidak bermaksud menyembunyikan hal ini. Tapi ketahuilah, kami hanya ingin yang terbaik untukmu."

Kael menatap wajah Mamanya dan tersenyum begitu manis." Termaksud perceraian yang sebentar lagi akan terlaksana?"





After Second Marriage(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang