💗 Kedua Puluh Enam 💗

36K 2.9K 49
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Mas Bima sebentar lagi pulang. Aku mematikan layar televisi lalu mengambil ponselku berniat untuk meneleponnya.

"Halo Mas,"

"Waalaikumsalam."

Aku memutar mata. "Assalamualaikum, Mas Suami."

"Waalaikumsalam, istri. Ada apa?"

"Aku ngidam ayam bakar."

"Iya nanti saya belikan, sabar ya."

"Iya, terima kasih, Mas. Aku tutup ya."

Aku menutup teleponnya sepihak. Perbincangan suami dan istri yang sangat padat, singkat, dan jelas. Tidak mau bertele-tele dan mengkode-kode lagi, yang aku inginkan tidak dapat, kesal yang aku dapatkan.

Beberapa saat kemudian, Mas Bima pulang dengan kantung plastik di tangannya. Dia membawa pesananku. Dengan hati riang aku mengajaknya untuk makan bersama, kali ini bukan ayam kampung. Aman. Dia tidak alergi.

Kami makan dengan keheningan. Perintah Mas Bima kalau sedang makan tidak boleh berbicara. Kalau aku membantah perintahnya percuma juga, aku bakal berbicara sendiri dan dia tidak menanggapi. Nanti bikin kesal, makanya aku ikuti saja perintahnya.

Setelah selesai makan, kami membersihkan meja makan dan mencuci piring bersama. Awalnya aku tidak mengizinkannya, tetapi dia memaksa dan jadikan kami membersihkan berdua.

"Kamu sikat gigi dulu, baru tidur," ucapnya saat kami sudah berada di kamar. Aku berpura-pura tidak mendengar, aku terus memainkan ponselku. Lagi asyik nonton YouTube.

"Laila, dengar saya kan?" aku menatapnya. Dia melirik ke kamar mandi memerintahku dengan lirikan matanya.

"Iya, iya." Aku meletakkan ponselku lalu menuruti perintahnya. Setelah sikat gigi dan mencuci muka aku keluar dari kamar mandi. Aku melirik Mas Bima yang sedang memainkan ipad-nya.

Aku naik ke atas ranjang dan melihat  layar iPad itu . "Main game, tumben banget," dia terkekeh pelan lalu menarikku bersandar di dadanya.

"Gamenya seru, melatih otak."

Dia sedang bermain tetris. Ketinggalan zaman sekali pria dewasa ini. Aku hanya terdiam sambil mengamati dia bermain game. Pintar juga, suamiku.

Semakin lama melihatnya bermain game, aku semakin dilanda kebosanan. "Mas," panggilku berniat membuka perbincangan.

"Hm, yah saya kalah," dia meletakkannya ipad-nya lalu menatapku, "kenapa?"

"Kapan mau melanjutkan proyek kita? Ini udah lebih dari dua minggu." Setelah sekian lama kami tidak membicarakan tentang proyekku akhirnya saat ini aku buka.

"Saya enggak kepikiran proyek itu lagi," ucapnya tenang.

Sekian lama kami membuat perencanaan masa dilupakan begitu aja. Sampai enggak kepikiran. Mas Bima gimana sih.

"Proyek kita enggak penting ya? Kok Mas Bima ngomongnya gitu," ucapku dengan nada kesal.

"Saya mikirin kondisi kamu dan jabang bayi kita."

Benar juga sih, selama ini perhatian Mas Bima tercurahkan untuk kami. Bahkan, dia pulang lebih awal dan tidak pernah bekerja saat sudah pulang ke rumah.

"Terus, kita lupain aja gitu proyek kita?"

Dia menggeleng. "Tunggu sampai usia kandungan kamu tiga bulan."

Apa-apaan sih!

"Tiga bulan, Mas bilang? Mas keburu benar-benar lupa. Baru dua minggu aja udah enggak mau mikirin apalagi tiga bulan."

Mas Bima hanya diam, mungkin dia ingin aku meneruskan ucapanku. Aku menarik napas dalam sebelum kembali berbicara. "Mas tahu sendiri, aku begitu menginginkan proyek itu. Kenapa sih Mas enggak konsisten? Kayanya dari dulu proyek kita selalu dinomorduakan?" Air mataku menetes. Mas Bima gampang bikin aku bahagia dan gampang juga bikin aku sedih.

 "Demi kamu dan demi jabang bayi kita. Saya mau kandungan kamu kuat dulu."

Aku tidak menjawab. Aku tidur membelakanginya, biarin aja biar dia tahu kalau aku sedang merajuk.

"Tidur membelakangi suami, mau dosa kamu?" 

Ga mau, tapi aku lagi kesal. Aku hanya bisa menjawab dalam hati.

Tangannya menarik pinggangku, tetapi aku menepisnya. "Jangan sentuh-sentuh aku." Dia menarik kembali tangannya dan aku memejamkan, berusaha untuk tidur.

Beberapa saat berlalu, aku tidak kunjung masuk ke alam mimpi. Aku tidak bisa tidur. Akhirnya aku membalikkan tubuhku, Mas Bima sudah tertidur pulas.

"Mas, Bima. Bangun."

Tidak ada tanggapan.

"Mas, bangun."

Kali ini Mas Bima membuka matanya menatapku, tetapi tidak mengucapkan apa-apa. "Aku enggak bisa tidur kalau enggak dipeluk."

Dia menarikku ke dalam pelukannya. Rasanya nyaman, seperti biasanya.

Aku memintanya tidak menyentuhku, nyatanya aku yang kecanduan dengan pelukannya.

Aku kecanduan Mas Bima.

Bagaimana ini?!

Teruntuk yang mau baca cepat, aku sudah publish satu buku full di Karyakarsa

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853)

Terdiri dari:

- Satu buku lengkap Mr. Cool and Our Wedding (71 Part)

- Extra Part (1, 2, 3, 4, 5, 6)

Extra Part 1

Extra Part 2

Extra Part 3 (Spesial Edition Sudut Pandang Bima)

Extra Part 4 (Spesial Edition Sudut Pandang Bima)

Extra Part 5

Extra Part 6

- Bagian tambahan terakhir

- Q and A

Hanya dengan Rp53.000 kalian bisa akses full e-booknya

Cara Pembelian:

1. Masuk ke aplikasi Karyakarsa bisa melalui web atau aplikasi.

2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya (Full _ Ebook _ Mr. Cool and Our Wedding _ TheDarkNight_)

3. Setelah ketemu, scroll ke bawah sampai menemukan harga jual karya tersebut. 

4. Ubah harga jika kamu ingin memberi apresiasi lebih.

Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, Shopeepay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.

5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).

6. Kembali ke laman KaryaKarsa dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka"

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853)

Jika ada pertanyaan boleh chat admin aku 085810258853

Mr. Cool and Our WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang