MLA 2 : [Bagian 21]

50.5K 2.5K 53
                                    


***

Rafa sudah berdiri tegap menunggu kelas Alina selesai. Seperti biasa, dirinya selalu saja pamit keluar terlebih dahulu saat kelasnya sendiri belum selesai.

Akhirnya setelah beberapa menit, para siswa mulai berhamburan keluar dari kelas untuk pulang ke rumah masing-masing. Saat giliran Alina keluar, wanita itu langsung saja berbelok mengabaikan kehadiran Rafa di sana. Namun cekalan Rafa di tangannya membuat Alina seketika terhenti dan menoleh ke arah pria tu.

"Alina masih marah?" Tanya Rafa dengan bodoh. Tentu saja Ia sudah mengetahui jawabannya yang sangat terlihat dari sikap Alina barusan. Wanita itu masih marah padanya.

Alina menggelengkan kepala. Rafa diam sejenak lalu menarik wanita itu untuk mengikutinya. "Ayo, pulang."

Alina masih diam mengekor di belakang dengan tangan yang kini di genggam erat oleh Rafa. Sungguh, baru kali ini Alina mengabaikan Rafa dalam waktu yang menurutnya sangat lama. Tapi seharusnya ini hal yang wajar mengingat kejadian semalam yang membuatnya panik.

Rafa membawanya menuju mobil dan membukakan pintu untuknya. Tanpa basa-basi, Alina masuk ke dalam dan duduk dengan tenang di sana. Rafa memutari mobil dan ikut masuk ke dalam.

Tak ada yang ingin memulai obrolan di antara mereka. Jadi sepanjang jalan hanya di isi kekosongan tanpa suara maupun musik yang terputar.

Alina mengalihkan pandangannya menatap jendela mobil, mengernyitkan dahi melihat jalan yang mereka lalui berbeda dengan jalan pulang. "Kita mau kemana?"

Rafa hanya diam tak menjawab Alina, hingga akhirnya Ia memarkirkan mobilnya pada suatu tempat. "Makan dulu, tadi siang kakak belum makan." Kata Rafa membuat hati Alina merasa bersalah. Sejahat itukah dirinya hingga tak menyadari Rafa belum mengisi perutnya dari siang—atau mungkin pagi?

Rafa dan Alina turun lalu masuk ke dalam. Alina sangat mengenal tempat ini. Cafe milik Sean dan Stella.

Suasana di dalam tak terlalu ramai. Sangat pas seperti keinginan Rafa. Rafa membiarkan Alina berjalan di depannya untuk memilih meja yang membuatnya nyaman. Meskipun Rafa tahu setiap mereka ke sini Alina selalu saja memilih tempat di dekat rumah kaca berisi berbagai tenaman indah yang bisa di nikmati dibalik kaca transparan.

Alina duduk dan memalingkan wajahnya ke samping. Memandangi satu titik kesukaannya. Satu pot bunga aster yang di tanamnya di sana. Ternyata Stella merawatnya dengan baik, bunga itu tumbuh dengan cantik di antara bunga lainnya. Tanpa sadar, Alina tersenyum seraya terus memandangi bunga aster-nya.

Rafa hanya diam melihat Alina yang tersenyum menatap ke dalam rumah kaca. Sebuah pemandangan yang sangat indah baginya. Kemudian tangannya terulur untuk mengambil ponsel yang disimpannya di dalam saku. Menggeser layar ponselnya lalu mengarahkan benda tersebut ke arah Alina. Rafa memotret Alina yang sedang tersenyum manis.

Kalau saja Alina tidak marah padanya, Ia tidak akan sungkan untuk berpindah ke samping Alina dan mencium bibir mungil itu. Toh di sini sepi dan berada di ujung, tak mungkin ada yang melihat mereka berdua. Kecuali cctv.

Seorang pelayan datang dan mencatat semua pesanan mereka. Alina sudah berkata jika Ia tak ingin makan, namun Rafa tetap memaksa dan memesankan makanan yang tidak terlalu berat untuk Alina.

"Mau masuk?" Tawar Rafa membuat wanita itu yang semakin kesal menoleh padanya.

"Tidak." Jawab Alina kembali memusatkan perhatiannya pada aster-nya.

My Little Alina 2 | COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang