10.🎢🎢🎢🎢

6.8K 824 183
                                    

Vote, komen, follow, Cheese👍.

Author Pov.

Zinnia memilih untuk bolos, dia naik ke rooftop dan duduk disana, menikmati pemandangan kelabu langit siang ini, tak ada mentari, kelabu dan mendung seperti hati Zinnia.

"Yah..seharusnya gue sakit hati..tapi..gue lebih sakit denger tangisan dia.." Lirih Zinnia, dia meremat rambut coklatnya. Semua membuatnya pusing saat ini.

Belum lagi masalah Odice yang bertengkar dengan Melo, dan menambah beban pikiran Zinnia, Odice tadi menelfonnya, mengatakan pada Zinnia jika Odice sudah mengatakan yang sebenarnya pada Melo.

Jika dia adalah keturunan luar, dan membuat Melo memakinya habis-habisan. Odice tak masalah, tapi yang yang membuatnya sakit hati adalah ketika Melo memandangnya rendahan.

Seakan Odice adalah cewek rendahan yang menjijikan, dan Odice pamit pada Zinnia jika Odice pergi dari Jakarta. Dia tak akan kembali lagi, karena keluarganya juga pergi bersamanya.

"Anjinglah! Sakit kepala gue!" Rutuk Zinnia, ingin rasanya dia melompat dari rooftop ini dan mati, tapi sayang kalau dia mati sebelum melakukan pembalasan pada Alby.

"Bodo, mending gue pulang" Gumam Zinnia, dia turun dari rooftop dan berjalan dengan santai.

Ekspresinya dingin, dia menatap datar siapapun yang ditemuinya. Koridor sekolahnya pun nampak sepi, yaiyalah kan Zinnia bolos di jam pelajaran.

Drap drap drap.

Zinni berhenti berjalan begitu mendengar langkah kaki yang berisik itu "ZINNIA BABIQ!!" Seru seseorang, Zinnia berbalik dan menatap dingin orang itu.

Ternyata Steven dan Nessi berlari ke arahnya, sesampainya mereka di depan Zinnia, mereka mengatur pernapasan terlebih dahulu.

"Anjim..haaah..senap gue hadeuh...babi lo dipanggilin gak nyaut" Racau Steven yang memegang dadanya akibat rasa sesak.

Zinnia masih diam dengan bersidekap dada "Apaan setan?" Tanya Zinnia datar, Steven memandang tajam Zinnia kemudian mencengkram kerah seragam gadis itu.

"Alby pingsan njing! Dia lagi di uks dan manggilin nama lo terus! dia jedutin kepalanya ke dinding!! TANTRUMNYA MAKIN MENJADI DAN LO SEHARUSNYA JAGA IN DIA!"

Suara Steven menggema, tapi Zinnia hanya memandangnya datar, dan menepis kasar tangan Steven yang ada di seragamnya.

"Bukan urusan gue, telepon aja orang tuanya, jangan manggil gue" Ucap Zinnia datar kemudian berjalan meninggalkan keduanga yang terpelongo heran, ada apa dengan Zinnia.

"Uda gila tu anak" Gumam Nessi, keduanya memilih pergi ke ruang guru guna menelepon orang tua Alby. Luka Alby lumayan parah, dahinya sobek karena dia terus menghantukan kepalanya.

Telapak tangan kanannya berdarah karena dia mengigitnya, banyak rambutnya yang rontok akibat jambakannya. Benar-benar amukan yang mengkhawatirkan.

.
.
.

Zinnia sampai di rumahnya, tapi yang dilihatnya adalah seorang remaja yang jelas sekali Zinnia kenal "Mau apa lo" Ucap Zinnia dingin.

Remaja itu menunduk, menggenggam erat kedua tangannya "Maaf Sheeva...maafin aku.." Lirihnya, Zinnia mendengus malas dan melewati remaja itu.

Dia tak perduli.

Brak brak brak.

Zinnia berhenti melangkah, dia menatap perkarangan rumah Keluarga Odice, dan ternyata saudara kembarnya ada disana.

"Ngapai dia disitu.." Gumam Zinnia, kebetulan Pak Didit lewat di sebelahnya.

"Den Melo uda 3 jam disitu Non, dia mau ketemu sama Neng Odice, tapi daritadi gak ada yang bukain pintunya" Ucap Pak Didit.

Zinnia mendengus lagi, memutar arah dan berjalan menuju rumah Hartono, apa yang kembarannya lakukan setelah apa yang sudah terjadi, bisakah Zinnia bilang kalau Melo sedikit bodoh.

"Lo ngapai ngikuti gue" Tanya Zinnia dingin pada remaja di belakangnya.

"Aku minta maaf Sheeva.." Lirihnya lagi, Zinnia tak perduli dan tetap melanjutkan langkahnya, sesampainya dia di halaman rumah Odice.

Dia melihat Melo sudah jatuh terduduk di lantai "Ah..Katalepsinya kambuh" Gumam Zinnia, semakin dekat dengan Melo dan akhirnya dia pun menoleh ke belakang.

Dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya, Zinnia memandang dingin saudaranya itu.

Tatapan mata Zinnia sangat dingin, Zinnia sudah tau masalahnya dan dia kecewa pada Melo. Walau Melo adalah kembarannya, tapi tetap saja itu adalah kesalahan Melo.

"Sheeva.." Lirih Melo, dia menatap sedih Zinnia yang hanya memandangnya dingin, bahkan tatapan hangat Zinnia tak lagi di dapatnya.

"Gue capek, Pacar gue ternyata bohongi gue, kembaran gue ternyata sejahat ini sama temen gue, bisa gak sih hidup gue tenang, apa perlu gue mati dulu huh?" Ujar Zinnia datar.

Melo menatap tak percaya, Zinnia tak memanggil namanya, dan menyebut dirinya gue bukan aku, Melo sadar seberapa marah Zinnia saat ini.

"Sheeva...maafin aku" Lirih Melo seraya menunduk.

Zinnia tak menjawab, dia melirik remaja di belakangnya yang masih diam dengan wajah bersalahnya.

"Odice pergi, dia gabakalan balik kesini"

Deg.

Dengan cepat Melo mendongak, menatap shock Zinnia. Zinnia sendiri hanya bersidekap dada dan menatap datar Melo "Itu..itu gak mungkin, Odice gak mungkin ninggalin aku..hiks..gak mungkin!."

Melo menangis, air mata mengalir begitu saja. Melo berusaha menghapus air matanya namun tak bisa, cairan itu terus saja mengalir dari matanya.

Zinnia menghela napas panjang, dia mendekati Melo lalu berjongkok. Memposisikannya dengan benar lalu menggendong Melo ala Bridal, Melo segera memeluk Zinnia dan menangis di ceruk lehernya.

"Hiks...Odice gak mungkin ninggalin aku Sheeva...hiks.." Lirih Melo.

Zinnia hanya diam, tak mau mengatakan apapun. Hari ini cukup sudah semuanya, Zinnia lelah dengan segala yang terjadi. Wajah sedih Alby saat di sekolah, dan kebenaran pahit yang Zinnia dapatkan.

Kedua kembaran ini, sama-sama terluka dengan orang terdekat mereka. Zinnia berbalik dan memandang dingin remaja di depannya.

"Apa yang mau lo jelasin?" Tanya Zinnia dingin.

Remaja itu terperanjat, meremat kedua tangannya yang berkeringat dingin "Sheeva maaf, tapi aku mohon sama kamu supaya ikut aku ke rumah" Ucapnya memohon.

Zinnia mendengus malas "Buat apa hah, bahkan keluarga lo itu nipu gue, penculikan dan semuanya adalah rencana Tante Frisya, jadi buat apa gue kesana" Sarkas Zinnia, dia berjalan melewati remaja itu.

Dengan Melo yang masih di gendongannya, remaja tadi dengan segera menahannya "Aku mohon sama kamu Sheeva, maaf untuk kesalahan Bunda, tapi aku mohon kamu ikut aku" Ucapnya bersikeras.

"Kasih 1 alasan kenapa gue harus ikut sama lo" Ujar Zinnia dingin.

"Alby, dia kolaps karena cedera kepala akibat hantukannya ke dinding, sekarang lagi di rawat di rumah, dan satu lagi, gue Aldy, kembarannya Alby"

Zinnia membeku, mendengar kembali fakta lain yang tidak diketahuinya, rasa bersalah langsung menyergab hatinya saat ini juga.

Berbalik dan menatap remaja yang berwajah sama persis seperti Alby, yang menunjukan senyum sendunya.

"Ya aku Aldy Navendra, saudara kembar Alby Nevandra yang terlahir normal, dan yang kamu lihat semalam itu aku, bukan Alby, aku mohon kamu ikut ke rumah, demi Alby" Mohon Aldy, wajahnya memelas.

Dan itu mengingatkan Zinnia pada Alby "Oke, nanti gue kesana, setelah gue anter Melo pulang" Ucap Zinnia datar kemudian meninggalkan Aldy sendiri disitu.

Aldy menatap sendu Zinnia "Alby, kali ini Sheeva ya, heum dia bakalan jadi milik aku Alby" Bisik Aldy, tanpa menyadari jika sebenarnya, dia adalah Serigala berbulu kucing.

































Tbc.

Yang marahi Alby siapa kemaren!? Weh baby Alby gak jahat ih:(((.

My Autis Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang