Abelle'24

30 10 0
                                    

Vote sebelum membaca...
Awas typo!
.
.
.
-Happy Reading-

Hari berganti, sudah 2 bulan lamanya Abelle memperjuangkan hubungannya dengan Alden. Setiap harinya dalam 2 bulan ini, Abelle rutin membawa bekal untuk Alden, meskipun bekal itu terkadang berakhir ditangan orang lain ataupun ditempat sampah. Kejam memang, menurut Alden itu setimpal dengan apa yang Abelle lakukan pada mendiang Aksa. Biarkan saja Abelle tau rasanya berjuang itu seperti apa, pikirnya.

Tapi bukankah Abelle selama ini tidak tahu apa-apa? Lantas kenapa Alden selalu saja menyalahkan apa yang sudah terjadi semuanya karena Abelle?

Perjuangannya selama ini tak ada nilainya dimata Alden, tetapi Abelle tak pernah menyerah. Mungkin belum?

Sahabatnya sudah tau bagaimana perilaku Alden yang tak pernah berubah itu dengan sendirinya. Saat sedang dimaki oleh Alden dikoridor sekolah sahabatnya melihat dan marah lalu menyuruh Abelle berhenti agar tak diinjak-injak lagi. Tapi Abelle tetaplah si gadis keras kepala.

Saat inipun Abelle sedang mencari keberadaan Alden dikoridor, saat menoleh ke sebelas kiri Alden sedang berjalan bersama para sahabatnya.

"Pagi semuanya..." Sapa Abelle ceria seperti biasanya, ia sangat pandai menutupi lukanya.

"Pagi Abelle..." Sapa balik mereka kecuali Alden tentunya.

"Pasti mau kasih bekel lagi ya?" Tanya Zaky yang diangguki Abelle. Sahabat Alden pun sebenarnya tak tega melihat Abelle yang selalu diabaikan oleh Alden, mereka kagum pada kegigihan Abelle. Mereka sering menasehati Alden untuk lebih menghargai Abelle tetapi Alden sama seperti Abelle, keras kepala.

"Nih Kak" Kata Abelle sembari mengulurkan tanganya yang terdapat kotak bekal berwarna merah maroon.

"Terima kali Al" Ujar Rafa sambil menyenggol lengan Alden pelan saat melihat Alden tak juga mengambil kotak itu dari tangan Abelle.

"Ck, ga" Decaknya.

"Kak please... Terima yah, Abelle bikin ini buat Kakak" Mohon Abelle.

"Gue bilang engga ya engga, ngerti engga sih lo!" Bentak Alden membuat Abelle serta sahabat Alden tersentak mendengarnya.

"Lo tuh engga punya rasa malu apa gimana? Lo persis kayak cewek murahan yang bisanya ngemis perhatian tau engga?" Abelle semakin mematung mendengarnya.

"Kak.." Ucapnya tergantung ketika melihat Alden yang menarik kotak bekal dari tangannya kasar kemudian dihempaskan begitu saja ke lantai koridor membuat isinya berhamburan, mereka yang melihatnya terkesiap terutama Abelle yang kini membelalakan mata tak percaya.

Semua orang yang berada di koridor itu melihat semua kejadian itu. Dengan berberbeda pandangan, ada yang memandang Abelle kasihan, ada yang puas melihat Abelle diperlakukan seperti itu, ada yang melihat Alden dengan tatapan tak percaya, karena bisa-bisa nya ada lelaki kejam seperti itu, pikir mereka.

"Al" Tegur Gibran tak percaya.

"Bisa engga sih lo jauh-jauh dari gue, gue benci sama lo.. Karena lo, karena lo sahabat gue mati bangsat!" Ucap Alden tak terkendali. Sungguh ia sedang menahan emosi sekarang tadinya ia tak akan bicara itu kepada Abelle.

"Maksud Kakak apa?" Tubuh Abelle bergetar antara menahan tangis dan juga takut karena mendengar umpatan dan bentakan Alden padanya.

"Lo masih tanya maksud gue apa hah?! Sahabat gue mati karena lo"

"Sahabat? Abelle eng--"

"Aksa, lebih tepatnya Aksa Liam Faresta sahabat kecil gue yang mati-matian berjuang dapetin lo, dan lo dengan seenaknya campakin dia. Kondisi dia makin memburuk karena sikap egois lo, dia mulai patah semangat karena penyakit kankernya makin parah, dan puncaknya dia meninggal. Dan itu semua karena lo!" Tuduhnya.

Abelle syok mendengarnya, ia tak tau apa-apa. Saat mendapat kabar bahwa lelaki itu meninggal tepat seminggu sekolah akan mengadakan UN. Ia pikir Aksa meninggal karena kecelakaan, mengingat Aksa yang suka bertawuran, mencari masalah dan nakal. Ia tak pernah tau bahwa Aksa, lelaki yang selalu mengganggunya dulu mempunyai penyakit parah. Sungguh Abelle pun merasa kehilangan karena meninggalnya Aksa. Hari-harinya menjadi sepi karena tak ada lagi kehadiran Aksa. Saat tau kabar itu Abelle juga menangis. Ia menyesal waktu itu karena selalu mengabaikannya. Padahal saat itu ia sudah mulai nyaman saat berada didekat Aksa. Abelle juga datang ke rumah mendiang Aksa waktu itu melihat Aksa untuk terakhir kalinya. Dan sekarang yang lebih mengejutkannya adalah ketika ia tau bahwa Alden adalah sahabat dekat Aksa.

"Kaget kan lo?" Ujar Alden sinis sambil melihat Abelle yang berurai air mata.

Abelle langsung tersadar dari lamunannya. Kemudian mendongak menatap Alden yang menjulang didepannya. Koridor pun sudah mulai sepi karena sebagian siswa sudah memasuki kelas masing-masing.

"Kakak pikir aku engga kehilangan, waktu tau Aksa meninggal? Kakak pikir aku engga ngerasa bersalah waktu itu? Aku terpuruk Kak! Aku bahkan engga tau soal penyakit Aksa. Aku engga tau kalo Aksa meninggal karena itu. Iya, Kakak benar dulu aku selalu campakin dia, Aku dulu engga pernah hargai perjuangan dia. Tapi itu semua salah Kak! Aku kayak gitu dulu karena aku engga mau nyakitin perasaan Kakak dan juga Aksa" Ujar Abelle mengungkapkan isi hatinya. Tak mau menyakiti seperti apa yang Abelle maksud, pikir Alden. Sementara itu sahabat Alden hanya diam menyimak bersama dengan sahabat Abelle yang sudah berada dibelakang Abelle yang tentunya tanpa disadari oleh Abelle.

"Kakak tau? Aku udah tau masalah perjodohan kita sejak aku kelas 2 SMP, karena itu juga aku pindah ke Jakarta waktu kelas 3 SMP. Aku udah pernah liat foto Kakak yang waktu itu sempet Mama tunjukin. Tapi pas pindah sekolah ada anak laki-laki deketin aku, ya dia Aksa. Dia setiap hari selalu deketin aku, makanya waktu itu aku menghindar karena aku engga mau dia semakin suka sama aku. Aku kayak gitu karena aku tau akhirnya aku pun engga akan pernah bisa sama-sama bareng Aksa Kak hiks, aku cuma engga mau Aksa kecewa dan lebih sakit hati nantinya setelah tau bahwa aku mau dijodohin. Makanya aku lebih milih menghindar dan berharap perasaan Aksa ke aku menghilang setelah Abelle acuh sama dia hiks. Aku juga engga mau nyakitin Kakak.. Ya meskipun aku tau Kakak belum tau aku dan kita belum pernah ketemu, setidaknya aku engga mau terlalu nyaman hiks sama Aksa dan bergantung sama Aksa karena kita udah deket dan lupain soal perjodohan yang makin deket itu, aku cuma mau ngehargain perasaan Kakak, apa aku salah?" Lanjut Abelle dengan air mata semakin deras, Ia lelah. Sekarang ia tau sekeras apapun ia berjuang ia tak pernah bisa mendapatkan hati Alden. Hatinya sangat hancur sekarang melihat Alden yang sepertinya begitu membencinya dan juga ketika Alden mengatainya murahan.

Abelle berbalik berjalan pelan dengan dituntun oleh sahabatnya yang hanya diam tanpa komentar. Mereka cukup mengerti keadaan Abelle sekarang. Meninggalkan Alden yang kini mematung tak percaya, mencerna apa yang baru saja ia dengar.

Aku menyerah!

TBC
.
.
.
SeeYou

A B E L L E  [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang