Aku saranin mending kalian bacanya offline dulu aja, nanti kalo udah selesai baca baru online buat koment hehe... 👉👈"Kita mau ngapain di sini?" Junghwan bertanya bingung.
Oli bilang akan mengajaknya ke sebuah tempat, di mana semua pertanyaan Junghwan akan terjawab. Namun, mereka malah berhenti di depan warung makan yang cukup ramai oleh pengunjung.
"Kita beli makan dulu, gak ada makanan di rumah," kata Oli. "Gue yakin lo sama Jeongwoo pasti laper."
"Eh, tau aja lo." Junghwan nyengir.
Soal makanan, laki-laki itu akan maju paling pertama.
"Yaudah, ayo masuk."
Oli masuk duluan ke warung itu, disusul oleh Junghwan.
"Lo mau apa?" Oli bertanya seraya menunjukkan buku menu pada Junghwan.
Junghwan tampak bingung, semua makanan terasa menggiurkan di matanya.
"Oke, kita beli semua menu yang ada di sini," putus Oli seraya menutup buku menu.
Junghwan terkejut.
"Eh, serius lo?"
Oli mengedipkan mata.
"Lo bayi yang harus dikasih banyak makan biar cepat gede," canda Oli.
"Enak aja! Gue udah gede, ya!" Junghwan merengut. "Tapi beneran ini lo bakal mesan semua menu? Siapa yang bakal bayar? Gue gak ada duit lho."
Oli terkekeh.
"Selagi ada benda ini, lo sama Jeongwoo bebas mau beli apa pun," kata Oli seraya menunjukkan sebuah kartu yang seketika membuat Junghwan melongo.
Kartu Hitam.
Yedam menatap kertas HVS di tangannya, membaca sebaris bait yang sudah dia tulis, sesekali menggigit ujung pulpennya ketika merasa bingung untuk melanjutkan paragraf berikutnya.
Sejak pulang PBAK bersama Renjun, laki-laki itu langsung ke kamar dan berkutat dengan kertas HVS, ada tugas dari panitia gugusnya, yaitu membuatkan puisi paling indah untuk panitia tersebut.
Di kosan hanya ada dia dan Renjun, yang lainnya masih belum pulang.
Saat sibuk berkutat, Renjun masuk ke kamar sambil membawa kertas HVS dan pulpen juga.
"Udah selesai lo?" tanya Renjun seraya duduk di tepi kasur Yedam.
"Belom, nih," balas Yedam tanpa menoleh. "Bingung banget gue milih diksi-nya."
Renjun terkekeh. "Mau-mau aja lo ambil pusing, padahal bisa nyontek di mbah gugel."
"Mana bisa, itu namanya gak kreatif," tutur Yedam. "Maknanya bakal luntur kalo bukan kita sendiri yang buat."
"Hmm, gitu ya." Renjun berujar seraya mendekat.
Yedam sumringah ketika sebaris kalimat indah tiba-tiba muncul di benaknya, dengan cepat laki-laki itu menulisnya.
Namun, tinta pulpennya malah habis.
"Anjir," umpatnya. "Jun, tolong ambilin pulpen di laci dong."
"Jun, Jun, gue lebih tua dari lo, ya, kurang ajar," gerutu Renjun seraya bangkit berdiri.
"Ya, emang, tapi kan kita seangkatan." Yedam terkikik.
"Gada akhlak lo," dumel Renjun lagi sambil mencari pulpen yang dimaksud Yedam di laci cermin full badan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge 2 | TREASURE
Fanfiction"Apa yang terjadi selama ini bisa aja gak akan terjadi di masa yang akan datang."