Menghilangnya Jeongwoo secara tiba-tiba, tepat ketika Inspektur Jiyoung menemukan bukti yang memberatkan pemuda itu, semakin membuat Inspektur Jiyoung yakin bahwa Jeongwoo memang tersangka yang menikam Doyoung.
Meski Haruto sudah memberi kesaksian, Inspektur Jiyoung tetap tidak percaya karena pernyataan Haruto tidak disertai bukti yang bisa mematahkan semua bukti yang mengarah ke Jeongwoo.
Sekarang, Jeongwoo menjadi buronan.
Dan hal itu membuat anak-anak kosan khawatir dan was-was. Di sisi lain mereka mengkhawatirkan Jeongwoo yang entah menghilang ke mana, dan di satu sisi mereka was-was dengan peneror itu.
Entah siapa lagi yang akan menjadi target teror dari peneror itu berikutnya.
Sekarang sudah hampir seminggu sejak hilangnya Jeongwoo.
"Bukan Jeongwoo yang nikam Doyoung hari itu, mukanya di-cloning sama teman peneror itu," tutur Yeonjun tempo hari saat berkunjung ke kosan.
"Payah amat tuh peneror, mainnya kloning-kloning terus asw!" gerutu Haruto.
"Karena cuma dengan cara itu Jeongwoo bisa jadi tersangka," kata Yeonjun.
"Kalo gitu, Jeongwoo menghilang ke mana?" tanya Jihoon.
"Di mana pun Jeongwoo sekarang, gue rasa dia aman ditangan-nya," imbuh Yeonjun.
"Di tangan-nya? Siapa?"
Tidak ada jawaban dari Yeonjun.
Haruto dan Junghwan mengurangi laju larinya, keringat membanjiri hampir seluruh badan mereka.
Suasana sepi di kosan membuat kedua pemuda itu berinisiatif jogging sore, tadinya mereka berdua mengajak Jihoon, tapi Jihoon menolak, sejak insiden enam bulan lalu, laki-laki itu jadi trauma pergi jogging, lebih memilih lari di treadmill.
Dua laki-laki itu memilih beristirahat di kursi panjang yang ada di taman komplek, keadaan sekitar mereka lumayan ramai oleh penduduk, beberapa anak bermain di tengah-tengah lapang kosong, ibu-ibu berkumpul di pinggir lapangan sambil mengobrol, dan ada beberapa penjual gorengan di tepi jalanan.
Junghwan dan Haruto memerhatikan pemandangan yang ada di depan mereka, rasanya hangat bisa melihat interaksi orang-orang dan keakraban anak-anak kecil.
Rasanya, mereka rindu dengan masa kecil, di mana pikiran mereka hanya dipenuhi main, main dan main, bukan masalah dan pergulatan batin yang sering kali menguji jalan kehidupan.
"Gue capek, Har," gumam Junghwan.
"Ya makanya kita istirahat, Wan." Haruto menyahut sambil menyeka keringatnya.
"Bukan capek fisik, Har, tapi capek batin."
Haruto menoleh pada Junghwan, saat itu dia melihat sepercik kesedihan di mata pemuda itu.
Haruto menepuk-nepuk pundak Junghwan.
"Gue kangen keluarga, mereka taunya gue baik-baik aja di sini, padahal enggak," gumam Junghwan lagi.
Haruto mengangguk-angguk pelan, sama seperti Junghwan, dia juga tidak menceritakan apa-apa tentang teror yang dialaminya kepada keluarganya.
Akan ada terlalu banyak masalah jika anak kosan memberitahu tentang teror tersebut.
Salah satunya, bisa saja justru keluarganya yang diteror oleh peneror itu, atau tewas dibunuh oleh peneror itu.
Membayangkannya saja mereka tidak sanggup, apalagi jika terjadi.
"Bang Yoshi tewas karena peneror itu, bang Hyunsuk koma sampai sekarang, bang Asahi secara misterius lompat dari atap kampusnya, bang Dobby koma karena ditikam sama sosok yang kloning muka Jeongwoo, sekarang Jeongwoo jadi buronan," tutur Junghwan. "Entah siapa lagi yang bakal jadi korban berikutnya, gue ngerasa udah gak punya tujuan hidup lagi."
Ucapan Junghwan langsung mendapat geplakan dari Haruto.
"Jangan pesimis, kita harus selalu optimis," tegas Haruto. "Dibalik semua ujian, pasti bakal ada jalan keluar, dan tugas kita di sini nyari jalan keluarnya, bukannya malah menyerah sebelum memulai."
Junghwan tidak tahu harus merespon bagaimana, sebagai yang paling muda di kosan, dia yang paling tertekan batinnya karena peneror itu.
"Kapan semua ini berakhir? Siapa yang bakal hentiin teror ini?" tanya Junghwan pelan, nada suaranya helpless.
"Satu-satunya harapan kita cuma bang Yeonjun, tapi kita gak bisa sepenuhnya mengandalkan dia," imbuh Junghwan lagi.
"Yakin sama gue, Wan, pasti bakal ada jalan keluar dari semua ini," ujar Haruto menyemangati.
Junghwan hanya menunduk, ia merasa tidak memiliki harapan, semuanya terasa hampa dan suram bagi pemuda itu.
Haruto menyadari sikap Junghwan sejak kasus Doyoung dan Asahi, Junghwan terlihat hopeless, tidak berdaya dan seperti tidak punya tujuan hidup.
"Gak tau kenapa, gue punya firasat Junghwan dapat teror batin, yaitu mental breakdown, kalo beneran gitu, gue bakal berusaha hentiin itu sebelum mental Junghwan makin parah," batin Haruto.
Teng tereng teng teng teng teng teren teng...
Kikuk kikuk kikuk...Ponsel Haruto berbunyi, pertanda ada panggilan masuk.
Panggilan dari nomor pribadi lagi.
Haruto menoleh sebentar pada Junghwan, lalu berdiri dan agak menjauh sedikit dari Junghwan, lalu menerima panggilan tersebut.
"Kalo lo mau bikin gue depresi gara-gara panggilan pribadi ini, selamat buat lo, gue gak akan terpengaruh karena gue udah tau taktik lo!"
"Gue gak jahat...."
"LO BAWA GUE KE MANA?! LO SIAPA?!" Adalah seruan pertama Jeongwoo ketika orang misterius yang membawanya pergi dari kosan membuka penutup mata dan bekapan mulutnya.
Dia mengedarkan pandangan ke sekitar, ruang remang-remang dengan pencahayaan dari lampu meja, jendela tertutup tirai tebal.
"Lo aman di sini."
"Kenapa lo nyulik gue?!" seru Jeongwoo, berusaha melepaskan ikatan tali di tangannya.
Orang misterius itu menaruh ponselnya di hadapan Jeongwoo. Dia membuka file video, tidak lama setelah itu muncul sebuah rekaman.
Selama video berlangsung, Jeongwoo terperangah tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Lalu, rekaman berdurasi dua menit itu berakhir.
"Apa ini?!"
"Lo jadi tersangka penikaman Doyoung hari itu," jawab orang itu.
"Tapi bukan gue yang nusuk Doyoung! I-itu bukan gue!" seru Jeongwoo tidak terima.
"Iya, gue percaya itu bukan lo."
Jeongwoo segera menatap orang misterius di depannya.
"Makanya gue bawa lo pergi dari sana sebelum polisi nemuin lo," imbuh orang tersebut.
"Berarti sekarang gue jadi buronan dong?"
Orang misterius itu mengangguk, membuat Jeongwoo seketika lesu.
***
🙂👋🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge 2 | TREASURE
Fanfiction"Apa yang terjadi selama ini bisa aja gak akan terjadi di masa yang akan datang."