Hari menjelang sore ketika rombongan bus itu memasuki sebuah area parkir yang luas, sekitar 100 meter dari kawasan itu, tampak sebuah vila bonus paviliun.Itu berarti rombongan harus berjalan kaki ke sana.
Bangunan vila tersebut tampak kuno namun mengandung kesan kontemporer, tanaman dan pepohonan tumbuh subur di sekelilingnya, tak jauh dari sana ada kawasan luas di belakang vila, ditumbuhi pohon-pohon jati yang menjulang tinggi.
Renjun dan Yedam buru-buru turun dari bus, namun ditahan oleh panitia.
"Bantuin bawa barang, jangan nyelonong gitu aja!" seru Jihoon, tangannya menyeret karung berisi beras.
Dan sebuah kebetulan lagi atau mungkin apes, bahan pangan dititip di bus mereka. Sementara persediaan lain seperti air dititip di bus lain.
"Ya elah, lo kan berotot, kak Senior, masa gitu aja gak bisa bawa?" cibir Renjun dengan nada mengejek.
Yedam tertawa lalu mengangkat tangan untuk bertos dengan Renjun, setelah itu mereka kabur secepat kilat.
"Woi! Malah ditinggal!" Jihoon mencak kesal.
"Yaudah biarin, masih banyak MABA lain tuh." Jaehyuk menimpali, laki-laki itu sudah bersiap pergi ke vila sambil membopong kardus berisi bumbu-bumbu dapur.
Di belakang mereka ada Asahi dan Junkyu yang membawa kantong sayuran dan buah.
"Parah lo pada, bawaan kalian ringan-ringan, lah gue karung beras?! Jinjja?!" Jihoon tambah kesal ditinggal sendirian oleh teman-teman panitianya, hampir semua MABA dari gerombolannya kabur meninggalkan laki-laki itu.
Untungnya, salah satu MABA dari gerombolan bus lain menghampiri Jihoon.
"Butuh bantuan, Kak?"
Jihoon menoleh, mendapati seorang laki-laki dengan senyum menggemaskan.
"Butuh banget lah, tuh." Jihoon menunjuk dua karung beras dari dalam bus. "Lo bisa bawa satu, gak?"
"Bisa, Kak." MABA itu mengangguk, kemudian naik ke bus untuk mengambil karung beras yang satunya dan membopongnya.
"Aduh, baik banget sih lo," kata Jihoon.
"Siapa sih nama lu?"
MABA itu berhenti melangkah, menoleh ke Jihoon dengan senyum menggemaskannya itu lagi.
"Orang-orang manggil saya Jeongin, Kak, tapi lebih suka kalo dipanggil Ayen."
"Oh, makasih ya, Ayangie!"
Jeongin terkekeh sebelum berjalan pergi meninggalkan Jihoon.
"AAAAAA!!!"
Teriakan histeris terdengar dari arah vila, Jihoon tersentak kaget. Tak mempedulikan karung berasnya, pemuda itu segera berlari ke sana.
Tiba di lokasi, banyak orang megerubuni sesuatu di beranda vila.
Ternyata, salah satu MABA perempuan keserupan, dan berceloteh hal-hal mengerikan.
"Pergi dari sini atau kalian semua mati!"
Oli duduk di salah satu bangku panjang di taman yang tandus, pandangannya terpaku pada bangunan rumah mewah klasik bergaya Prancis.
Rumah itu kini sudah tak berpenghuni sejak beberapa tahun belakangan ini.
Dari jarak 30 meter Oli bisa meraba keberadaan makhluk-makhluk astral di dalam rumah itu, mungkin ada sekitar 5 jenis makhluk astral menghuni rumah itu.
Aroma-aroma tak wajar pun menguar di sekitar rumah tersebut.
Namun, rasa takut tak melingkupi Oli. Bahkan ketika dia masih jadi manusia biasa, dia tak pernah takut dengan hal-hal semacam itu.
Tak berselang lama, seseorang dengan pakaian yang sama persis dengannya muncul dari luar pagar, mengenakan tudung hitam yang menutupi wajahnya.
Orang itu menghampiri Oli dan langsung duduk di sebelahnya."Kenapa lo ajak gue ke sini?" tanya Oli langsung ke intinya.
Orang itu membuka tudung yang menutupi wajahnya.
Choi Yeonjun.
"Rumah ini," mulai Yeonjun. "Tempat dendam itu bermula."
"Ini rumah yang pernah lo ceritain itu?"
"Iya, rumah ini dulu adalah rumah Mama Jen dan Papa Mino," katanya. "Di rumah ini lah gue dan Hyunsuk tumbuh bersama."
"Lo udah ceritain itu ke gue." Oli memberitahu.
"Oh iya, hehe. Mmm, udah kasih tau Junghwan dan Jeongwoo tentang gue dan peneror itu?" tanya Yeonjun.
Oli mengangguk.
"Mereka kaget banget dengan fakta yang gue kasih tau," kata Oli. "Kenapa cuma mereka berdua yang dikasih tau? Kenapa yang lainnya nggak?"
"Pertanyaan lo akan terjawab besok," ujar Yeonjun.
"Emang ada apa dengan hari esok?" tanya Oli, namun sedetik kemudian dia memelotot saat menyadari sesuatu.
"Besok tiga belas September!" seru Oli. "Jadi, besok dendamnya akan dituntaskan?!"
"Iya," balas Yeonjun. "Makanya gue ajak lo ke sini buat ngatur strategi."
Lalu, Yeonjun mulai memberitahu strategi yang akan mereka lancarkan besok.
Namun, ada satu rencana yang membuat Oli tidak setuju.
"Gue gak bisa untuk rencana yang itu," kata Oli kesal.
"Tapi cuma itu satu-satunya cara buat lenyapin peneror itu."
"Tapi gue gak mau ada lagi yang berkorban!" seru Oli.
Yeonjun mengusap bahu Oli, menenangkan.
"Segala sesuatu ada pengorbanannya. Untuk bisa meraih sesuatu, pasti ada yang dikorbankan, seperti tenaga dan waktu," tutur Yeonjun.
"Tapi yang dikorbankan di sini bukan waktu atau tenaga, tapi nyawa lo!"
"Gapapa, gue anggap itu sebagai penebusan dosa dan kesalahan gue di masa lalu ke keluarga gue, terutama ke Hyunsuk."
Oli terdiam, tak sanggup berkata-kata.
"Tolong lindungin yang tersisa, bawa mereka ke tempat yang aman sebelum peneror itu nemuin mereka," tutur Yeonjun. "Gue percaya sama lo, gue titip Yuna, ya."
Setelahnya, pemuda itu berdiri.
"Mau ke mana?"
Yeonjun berdeham sesaat sebelum menjawab.
"Jemput Hyunsuk, sekaligus ngasih tau semuanya ke dia."
***
Kangen Hyunsuk?
Peneror yang sebenarnya akan terjawab di bab berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge 2 | TREASURE
Fanfic"Apa yang terjadi selama ini bisa aja gak akan terjadi di masa yang akan datang."