LTL || Part 1

719 46 19
                                    

Valenzi menyibak selimut tebalnya. Dan beranjak duduk serta mengerjapkan matanya berkali-kali agar kesadarannya lekas kembali.

Valenzi merangkak dan menurunkan kedua kakinya dari kasur. Melangkah kecil menuju pintu balkon kamarnya. Dia membukanya dan berdiri di atas balkon kamar. Valenzi merentangkan kedua tangannya, menikmati kesiur angin yang menyapu wajah serta anak rambutnya.

Valenzi selalu menikmati pagi-pagi damai seperti ini, jika weekend tiba. Tanpa ada suara Diana yang berteriak lantang membangunkannya, dan tanpa kesibukan pagi yang lainnya. Dia sudah memimpikan setiap pagi yang damai seperti ini.

Tok... Tok... Tok... Tok...

Valenzi menoleh. Setelah mendengar ketukan lembut pada pintu kamarnya.

“Sarapannya sudah siap, Zi,” ucap Diana. Setelah mendapat anggukan dari Valenzi, Diana berlalu dari kamar Valenzi, dan tidak lupa menutup kembali pintu kamarnya.

Setelah satu tarikan nafas panjang, Valenzi memutuskan untuk menyusul Diana ke dapur. Menikmati sarapan lezat buatan Diana.

“Mama sekarang jadi hobi masak, ya, Ma?” tanya Valenzi sembari menuruni anak tangga. Matanya terus memperhatikan Diana dengan celemek pastelnya. Yang terlihat lihai bergerak ke sana kemari mengambil bahan masakan dan menyiapkannya .

Diana mengangguk, dan tersenyum ke arah putrinya yang sudah duduk memperhatikan. “Mulai saat ini, Mama yang akan membuat makanan,” ucapnya mantap.

Valenzi terkekeh melihat semangat Diana saat memasak. Bahkan anak rambut Diana dibiarkan menghalangi wajah cantiknya.

“Papa pulang ....” Diana dan Valenzi serempak menoleh ke arah pintu utama. Melihat pria paruh baya yang berjalan gontai menghampiri mereka berdua.

Dengan sigap, Diana menghampiri suaminya yang terlihat amat letih itu. Mengambil alih jas juga tasnya yang sudah sejak masuk rumah ditenteng di kedua tangannya.

“Papa mau ikut sarapan?” tanya Diana. Suaminya hanya menggeleng lesu.

Setelah menyapa Valenzi, dirinya langsung pergi ke kamar. Sepertinya membersihkan diri, lalu setelah itu pergi tidur.

Valenzi dan Diana tahu jika Reno pasti tadi malam tidak sempat tidur.

Pagi ini, setelah mereka selesai sarapan, langit menjatuhkan air yang mulanya jatuh perlahan, hingga tak beraturan menjadi deras.

Saat paling tepat untuk menikmati secangkir cokelat panas dan biskuit. Dan juga ditemani dengan novel favoritnya.

Valenzi sudah kembali ke kamarnya beberapa saat lalu. Dia kembali dengan membawa secangkir cokelat panas yang sudah ada di genggamannya sekarang. Dia kali ini tidak membuka pintu balkon, dia justru membuka tirai yang menutupi jendela besar kamarnya. Menyibaknya perlahan, dan menyeret bean bag besar. Kemudian menaruhnya di depan jendela yang mengarah ke halaman rumahnya yang luas.

Secangkir cokelat panas, dan sebuah buku novel di genggamannya, sudah cukup untuk menikmati suasana hujan pagi ini.

Valenzi hendak mengembalikan cangkir yang sudah tandas sejak tadi ke dapur. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara bising di dekat kamarnya. Valenzi menoleh ke kanan dan ke kiri, dan tatapannya jatuh kepada pintu kayu bercat putih yang berjarak beberapa meter dari kamarnya. Itu adalah kamar orang tua Valenzi.

“Kita tidak punya pilihan lain, Diana!”

“Semuanya terjadi begitu saja. Aku yakin dia bisa!”

Love To LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang