LTL || Part 16

537 25 0
                                    

"Maafin aku ...," ulangnya. Dekapan hangat semakin mengerat, Valenzi tidak tahu harus bagaimana sekarang.

"Zizi ..., maafin aku," lirihnya. Valenzi menggeleng dibalik dada bidang Raka. Dari sini, Valenzi dapat mendengar degup jantung Raka yang berpacu dua kali lebih cepat.

Dirinya melemah, Valenzi menumpahkan air matanya. Dia terisak diam-diam. Sampai dekapan itu melonggar.

"Maafin aku," ulang Raka. Entah sudah berapa kali dia meminta maaf. Meskipun dia tahu, sebanyak apapun kata maaf yang dia lontarkan untuk istrinya, tidak akan mampu menutup rasa sakit yang selama ini dia berikan.

Valenzi menggeleng kuat, disertai air mata yang terus mengalir dengan sendirinya.

Antara bahagia dan tidak percaya. Dengan tiba-tiba, Raka memeluknya dengan erat, seolah tak ingin dipisahkan.

Raka mengangkat tangan kanannya ragu. Dia mengusap jejak air mata di pipi Valenzi, dengan seulas senyum pertama untuk Valenzi. Kali ini, Raka benar-benar tersenyum, bukan hanya senyum tipis lagi.

Valenzi membalas senyuman Raka, pun dengan air mata yang kembali mengalir. Dengan sigap, Raka menarik Valenzi kembali ke dekapannya.

"Benar, ya? Perjuangan gak akan mengkhianati hasil," kata Valenzi. Senyumnya mengembang di balik dada Raka.

Raka meletakkan dagunya di puncak kepala Valenzi. Tanpa dia ketahui, Raka tersenyum miris sembari menatap lurus ke depan.

Valenzi melepas pelukan Raka. "Kita pulang?"

Raka mengangguk. Untuk yang kedua kalinya, Valenzi melihat sudut bibir Raka terangkat. Senyum yang mengembang di wajah Raka, membuat Valenzi ingin terus memandangi wajah suaminya.

Raka mengangkat satu alisnya. "Zi ...."

"Oh, maaf," lirihnya. Dengan gerakan spontan, dia menunduk.

Raka memegang dagu Valenzi, dan mengangkatnya. "No. Mulai sekarang, jangan nunduk lagi."

Valenzi mengangguk. Raka menarik Valenzi agar mendekat ke arahnya.


"Kamu kok ada di sini?" tanya Valenzi.

Keduanya sudah duduk sempurna di atas kursi pesawat. Duduk berdampingan, secara dekat, dan tangan mereka yang saling bertautan.

Indah, ya? Perjuangan seorang Valenzi yang merasakan sakit dan hancur setiap hari, kini sudah membaik hanya dengan satu momen.

Bukankah ini harus menjadi akhir menyakitkan untuk Valenzi? Mereka harus tetap bersama seperti itu.

Raka mengangguk, sembari menatap lekat wajah Valenzi. "Nyari lo."

Valenzi membuang wajahnya menatap jendela. Gumpalan awan terlihat seperti permen kapas yang melayang di langit.


"Awannya bagus, ya? Cantik kayak yang lihat."

Valenzi gugup. Dia malah menunduk, menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya.

Raka mengalihkan padangannya dari Valenzi. Dia yang menggoda Valenzi, dia juga yang merasa gugup. Tangannya berkeringat.

Ini adalah pertama kali Raka bersikap manis kepada orang lain. Bahkan kedua orang tuanya tidak pernah mendapat sikap manis Raka selama ini.


"E ..., kamu beneran nyariin aku?"

Valenzi menoleh perlahan setelah berhasil menetralkan degup jantung, dan juga setelah menghela napas berkali-kali.


Love To LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang