Di dalam ruangan yang terbalut cat berwarna pastel, Valenzi masih menatap heran kotak yang sedari tadi dia pegang.
"Obat penenang?" gumamnya. Sembari mengambil botol obat yang berisi banyak kapsul. "Tapi buat apa?" lanjutnya.
Valenzi menggelengkan kepalanya dengan cepat, mengesampingkan opini-opini yang membuat kepalanya pusing.
Valenzi bergegas mengambil gagang telepon di atas meja nakas.
"Halo, Ma. Ada apa?"
"Kamu di rumah, Zi?"
"Iya, Ma."
"Kesini ya, Zi."
"Iya, Ma. Zizi kesana sekarang."
"Hati-hati, Sayang."
"Iya, Ma."
Valenzi kembali meletakkan gagang telepon ke tempat semula. Riri menelpon Valenzi, hal itu membuat Valenzi segera bersiap dan pergi ke rumah orang tua Raka.
Sebelum dia melangkah keluar rumah, dirinya sudah menyempatkan untuk memesan taksi online.
Valenzi mengunci pintu, dan menunggu taksi pesanannya di depan gerbang.
Otaknya tiba-tiba mengajaknya untuk kembali memikirkan tentang foto yang tiba-tiba hilang, dan obat penenang. Valenzi bekerja keras merangkai semua yang ada di otaknya.
"Apa jangan-jangan, Raka--"
"Mbak Valenzi, ya?"
Valenzi sedikit terkejut. Namun, sepersekian detik selanjutnya mengangguk, dan menempatkan dirinya di kursi penumpang.
Valenzi mengetuk pintu rumah perlahan. Tidak lama menunggu, sosok wanita paruh baya sudah muncul di hadapannya.
"Masuk dulu, Zi," tawar Riri. Dengan cepat, Valenzi mengangguk dan mengikuti langkah Riri yang menuju ruang tamu.
"Ada apa, Ma?"
"Gak ada apa-apa, sih."
"Tumben nyuruh Zizi ke sini."
"Emang nyuruh anak buat kerumah orang tuanya salah ya, Zi?" Riri mengerucutkan bibirnya. Yang membuat Valenzi terkekeh.
"Hehe. Gak gitu si, Ma."
"Mama kesepian, makanya nyuruh kamu ke sini buat nemenin Mama. Mama kangen tau, pengen ngobrol-ngobrol gitu sama kamu," jelas Riri.
Valenzi mengangguk. "Emang Papa kemana, Ma?"
"Los Angeles," jawab Riri singkat.
Valenzi hanya ber 'oh' sebagai responnya.
"Mama udah masak?" tanya Valenzi.
"Udah, kok. Tadi dibantu sama bi Asih."
"Eh, gimana, Zi?" tanya Riri dengan nada menggoda.
Valenzi yang tidak mengerti yang dimaksud oleh Riri hanya bisa mengerutkan dahinya. "Apanya, Ma?"
Riri berdecak, lalu setelahnya terkekeh. "Mama udah mau gendong cucu apa belum?"
Pertanyaan Riri membuat Valenzi terdiam untuk beberapa saat. Di satu sisi, pipinya merona. Di sisi lain, hatinya patah. Bagaimana bisa Valenzi tengah mengandung, jika menyentuhnya saja Raka sangat enggan.
Valenzi menggeleng lemah, sembari tersenyum kecut ke arah Riri.
Riri yang tahu akan perubahan garis wajah Valenzi berusaha menenangkan. "Udahlah, Zi. Kalo waktunya udah tepat, pasti dikasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Life
RomanceValenzi seorang gadis sempurna mempunyai segalanya, paras dan tubuh yang sempurna, kekayaan yang berlimpah, dan kebebasan dari orang tuanya, tetapi, siapa sangka kebebasan dan kekayaannya di rengut paksa oleh kedua orang tuanya ketika perusahaan ora...