Epilog

858 24 5
                                    

Patient monitor menjadi saksi banyak orang yang bergerak cepat memasangkannya ke tubuh manusia yang tengah berjuang.

Suara tapak kaki yang berlari hingga tak sengaja menabrak orang lain di sepanjang jalan. Tanpa memakai alas kaki, dia berlari menuju bandara. Hampir berlari, namun, segera dia menghentikan sebuah taksi.

Dia berteriak, menyuruh secepatnya pergi ke bandara. Hatinya hancur, kabar yang tak pernah ingin dia harapkan, bahkan tak pernah sedikitpun terlintas di otaknya. Tiba-tiba saja datang ke hidupnya.

"One ticket to Indonesia, now!"

"Just a minute, Sir."

"Nothing, Sir.  Three hours will be there."

"Give me a private jet!"

"Wait, Sir."

"Oh, nothing, Sir. They just flew a few minutes ago."

Raka menjambak rambutnya frustasi. Kenapa di saat-saat seperti ini, dia justru mendapat kesulitan seperti ini.

Dia meluruh di depan meja resepsionis. Dia menangis, tidak peduli dengan rasa malu. Seharusnya dia merasa malu kepada Valenzi. Kemana dia disaat istrinya membutuhkan kehadiran dia?

"Sir ..., Sir ..., do you want to fly to Indonesia right now?"

Raka yang masih terduduk lemah, segera beranjak, dan secepatnya mengangguk.

Dia berlari menuju pesawat yang akan segera terbang beberapa menit lagi. Entah apa lagi yang harus dia katakan. Keajaiban berpihak kepadanya.

"Kamu gak akan bisa pergi ke Indonesia, Raka. Jet pribadi udah terbang ninggalin kamu. Dan kamu, akan tetap di sini bersamaku."

🍁

Pelukan hangat Reno persembahkan untuk Diana, pun dengan Riri yang sudah berada di pelukan Bagas. Sejak beberapa menit lalu, lampu di atas pintu operasi tak kunjung padam. Rasa khawatir dan takut menyelimuti keempat orang yang menunggui Valenzi dari luar ruang operasi.

Diana menangis tergugu, menatap nanar ke arah pintu. Sekelebat bayangan yang tidak ingin lagi dia ingat, kembali bermunculan di benaknya. Reno, yang sadar akan hal itu, semakin mengeratkan pelukannya. Dia tahu, jika Diana tidak ingin putrinya kenapa-napa.

"Zizi ...,--"

"Sstt ..., Zizi sama bayinya bakalan baik-baik aja, Ma," potong Reno yang berusaha menenangkan Diana.

Perjalanan hampir 16 jam 50 menit kali ini, terasa sangat lama bagi Raka. Perjalanan selalu dia lakukan, kali ini terasa seperti satu minggu di dalam pesawat.

Sepanjang perjalanan, Raka tidak tertidur. Yang ada dalam pikirannya hanya Valenzi. Keselamatannya, juga bayinya.

Raka tak henti-henti menangis, dia terus saja terisak di dalam pesawat.

Lampu operasi padam. Tak lama, wanita dengan pakaian bedah berwarna hijau keluar dari ruang operasi.

"Operasi berjalan lancar, namun, bayi dalam kandungan Valenzi belum saatnya keluar. Kami hanya memeriksa penyebab pendarahan, juga kondisi bayi. Biasanya pendarahan seperti ini, janin pun akan terkena imbasnya. Tapi entah kenapa, baru kali ini saya mengalami hal berbeda. Pendarahan yang Valenzi alami, tidak bersinggungan langsung dengan janinnya," jelas dokter Aruni.

Love To LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang