Hati Valenzi seperti dibanting keras ke atas lantai. Valenzi berjalan gontai menuju kasurnya. Otaknya masih memikirkan semua yang Riri katakan kepadanya.
Entah benar atau tidak, semuanya terasa seperti mimpi. Valenzi hanya tidak percaya dengan kenyataan yang semenyakitkan, dan sepahit ini. Bagaimana Raka bisa bertahan sejauh ini?
Vaklenzi meremas ujung seprei. "Jadi ..., mimpi buruknya waktu itu, karena dia mimpiin adiknya pas kecelakaan?" gumamnya.
"Terus, obat penenang itu, untuk pengantar tidurnya?" lanjutnya.
"Dan foto yang disobek itu --"
"Raka sangat membenci dirinya sendiri hingga dia hampir mengakhiri hidupnya. Jadi kami memutuskan untuk pindah rumah. Juga membuang segala kenangan mereka berdua. Begitu pun dengan foto yang kamu tunjukkan."
Valenzi masih mengingat jelas ucapan Riri sebelum dia pamit pulang.
"Dia benci liat foto ini, karena ada adiknya?"
"Apa emosi Raka ada sangkut pautnya sama foto ini, ya?" tanya Valenzi kepada dirinya sendiri.
"Tapi ..., masa iya. Ah, gak mungkin," lanjutnya.
"Hm ..., baik. Mari kita dengar apa yang anda keluhkan."
"Emosi saya, mengendalikan saya."
"Hapus semua yang membuat diri anda merasakan sakit. Hilangkan hal itu."
"Gak bisa, Dok,"
"Poin pertama adalah, stop benci diri anda sendiri. Poin kedua adalah perlahan kendalikan emosi anda."
"It's impossible. I hate everything around me."
"Meskipun mereka orang-orang yang anda sayangi?"
Raka mengangguk. Kali ini otaknya berkelana mencari nama Valenzi.
"Girlfriend?"
"No. My wife."
Wanita paruh baya, dengan potongan rambut sebatas leher itu, membulatkan kedua matanya sejenak.
"Are you hate her?"
"Yea-- m ..., no," jawab Raka. Sejenak raut wajahnya menunjukkan penyesalan, namun di detik selanjutnya, kembali datar seperti semula.
"So ..., love herself."
"I can't."
"Bisa. Saya akan resepkan obat penenang."
"No. Itu tidak berguna," putusnya cepat.
"Lalu?"
"I just don't want to be controlled by my own emotions."
"Follow my words. Stop hate yourself. Jika anda berhasil, emosi anda akan lebih stabil.
"Saya selalu mencoba segala hal. But, hal itu justru semakin melukai hatinya. Dan rasa benci itu semakin dalam setiap harinya," katanya dengan raut putus asa.
Raka mengusap rambutnya. Dia rasa dia sudah melakukan segala hal, kecuali mendekatinya.
🍁
"I hate myself," gumamnya. Raka menjadikan lipatan kedua tangannya sebagai tumpuan kepala.
Raka beranjak, dan berjalan keluar dari ruangan kerjanya. Dia melirik sedikit ke dalam kamar. Tapi, tidak ada siapapun di sana. Dia kembali berjalan meniti anak tangga, matanya melirik ke arah dapur, pun tidak ada siapapun di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Life
RomanceValenzi seorang gadis sempurna mempunyai segalanya, paras dan tubuh yang sempurna, kekayaan yang berlimpah, dan kebebasan dari orang tuanya, tetapi, siapa sangka kebebasan dan kekayaannya di rengut paksa oleh kedua orang tuanya ketika perusahaan ora...