Denyut di kepalanya semakin terasa. Setelah membereskan ruangan kerja Raka dengan air mata yang sesekali masih mengeluarkan air.
Valenzi duduk di tepi kasur. Keputusannya sudah bulat, dia akan pergi ke rumah orang tua Raka.
Selesai mengunci pintu, dia bergegas menutup pagar, dan masuk ke dalam taksi. Kepalanya terasa berat, memikirkan banyak hal. Masalah obat penenang yang sampai sekarang belum menemukan solusi, ditambah dengan foto yang membuatmu semakin ingin tahu hal yang sebenarnya.
Ketukan pintu dari luar terdengar lembut.
Riri yang tengah menonton televisi, menoleh dan menghampiri pintu.
Membuka password, dan mempersilahkan menantunya untuk masuk ke dalam rumah.
"Sini, Zi."
Valenzi mengangguk dan mengekori Riri yang berjalan lebih dulu. Dan mempersilahkan Valenzi duduk di sofa ruang tengah.
"Ada apa, Zi?" tanya Riri. Valenzi menggeleng pelan.
"Papa belum pulang dari LA, Ma?" tanyanya.
Riri mengangguk. "Udah, kok."
Valenzi ber 'oh' sebagai responnya. Sekarang, dia tidak tahu harus apa. Baru pernah dia merasa canggung saat hendak berbicara dengan Riri.
"Ada apa, Zi? Kayaknya mau ngomong?" tanya Riri.
"E ..., anu, Ma. Zizi mau tanya sesuatu."
"Tanya aja, Zi," ucap Riri, sembari menarik Zizi dan mengusap punggungnya dari samping.
"Mama ..., jangan marah, ya?"
Riri menjauhkan sedikit tubuhnya dan menatap Zizi dengan kerutan di dahinya.
Riri tertawa. "Mana mungkin Mama marah, Sayang. Lucu deh kamu."
Valenzi menggigit bibir bawahnya. Di sini dia justru ragu untuk bertanya.
"Anu, Ma--"
"Eh ada Zizi, udah lama, Nak?"
Keduanya menoleh ke arah tangga. Riri tersenyum. "Nah, itu Papa."
"Ada yang nyari Papa?" tanya Bagas. Yang sudah menyelesaikan anak yang ia pijak. Mendekat ke arah Valenzi juga Riri.
"Iya, tadi Zizi nanyain Papa."
Valenzi mengangguk untuk meruntuhkan keraguan di hatinya. "Papa bawain Zizi oleh-oleh?" tanyanya.
Bagas tertawa melihat Valenzi. "Kamu tuh, ya," ucap Bagas dengan gemas.
Valenzi terkekeh. Dia mengeratkan kepalan tangan kanannya yang ia sembunyikan.
"Mama gak masak, Ma? Kok Zizi gak ditawarin makan?" tanya Bagas.
Riri yang sadar dengan hal itu, menepuk dahinya pelan. "Mama lupa. Ayo, Zi. Mama masak banyak hari ini."
Valenzi mengernyit. "Ada apa, Ma?"
Riri mengangguk. "Papa kamu kan baru pulang tadi pagi."
Valenzi mengangguk dan ber 'oh' untuk responnya.
"Kamu tau, Zi? Dulu Raka itu bandel banget kalo disuruh tidur. Pernah dia sampai kejar-kejaran sama Papa. Saking ngeyelnya."
Meja makan kali ini dipenuhi oleh tawa dari Valenzi dan orang tua Raka. Berbeda sekali dengan meja makan rumah Valenzi dan Raka. Selalu sepi, hening, dan tidak pernah ada suara.
Valenzi tersenyum melihat ke arah Bagas dan Riri bergantian. 'Andai masa tua gue bisa dihabiskan dengan canda tawa sama suami,' batinnya.
Namun, realitanya berkata lain. Rumah tangganya berbeda dengan orang lain, bahkan jauh berbeda dengan kedua orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Life
RomanceValenzi seorang gadis sempurna mempunyai segalanya, paras dan tubuh yang sempurna, kekayaan yang berlimpah, dan kebebasan dari orang tuanya, tetapi, siapa sangka kebebasan dan kekayaannya di rengut paksa oleh kedua orang tuanya ketika perusahaan ora...