Setiap hari sikap Raka semakin terlihat tidak peduli kepada Valenzi. Sikapnya benar-benar sedingin es. Valenzi selalu berusaha melakukan banyak hal, agar Raka luluh. Setidaknya mau berbicara kepadanya, bukan malah seperti patung berjalan. Tapi, tetap saja tidak pernah berhasil. Jika dikatakan lelah, Valenzi sudah amat lelah dengan semuanya. Tapi, apa boleh buat? Semesta memberikan takdir yang seolah-olah seperti kutukan untuknya.
Pagi hari Valenzi terbangun dari tidurnya, dia meraba meja nakas, mengetuk layar ponsel sebanyak dua kali, hanya untuk melihat jam. Di dalam dirinya sudah terpasang alarm otomatis, dia selalu bisa bangun pagi setiap hari.
Valenzi meraih celemek pastel, dan memulai aksinya di dapur. Valenzi memasak menu sesuai yang diberitahukan oleh Riri. Makanan kesukaan Raka, karena ini adalah salah satu cara meluluhkan hati Raka, pikir Valenzi.
Raka yang sudah mengenakan pakaian rapi, lengkap dengan tasnya, berjalan menuruni anak tangga, dan menghampiri meja makan.
Sarapan mereka berdua hanya di isi dengan suara dentingan sendok dengan dasar piring. Tidak ada pembicaraan hangat di antara pasangan suami istri ini.
Valenzi mengunyah makanannya dengan senyum getir. Dia tidak berani mengangkat wajahnya. Sekali saja ia mengangkat wajahnya sekarang, mungkin air matanya akan menerobos jatuh tanpa seizinnya.
Melihat Raka yang beranjak dari duduknya, Valenzi cepat-cepat menghampiri Raka. Mengambil alih tasnya, dan mengantar suaminya ke depan pintu rumah.
Meski tak ada tanggapan dari Raka, setidaknya Valenzi sudah sedikit demi sedikit mengambil peran istri yang baik.
Menunggu Raka pulang dari kantor, adalah saat-saat paling membosankan. Jika dia sudah selesai membersihkan rumah, tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dia kerjakan. Semenjak Valenzi menjadi seorang istri, pekerjaan adalah sesuatu yang bisa menghilangkan kebosanan.
Setelah itu ia mandi dan bersiap-siap menuju ke rumah mertuanya dahulu yaitu orang tuanya Raka, dia ke sana naik taksi, tidak lama kemudian Valenzi sampai
Tok tok tok
Valenzi mengetuk pintu rumahnya.
"Eh Zizi, ada apa? Tumben, kok ke sini?"
"Enggak ada apa-apa kok, Ma. Kangen aja, hehe. Oh iya, nih, Ma. Aku buat kue tadi."
"Wah ..., yaudah yuk masuk. Raka di mana?"
"Kerja, Ma."
Keduanya berjalan memasuki rumah.
Valenzi sempat tersenyum lega. Dulu, di sini kebebasannya dimulai. Dan di sini juga kebebasannya direnggut.
"Ada apa, Zi? Ayo sini!" ucap Diana yang melihat Valenzi masih terdiam di ruang tamu.
Valenzi berjalan menghampiri Diana yang sudah membuka bingkisan yang dia bawa.
"Gimana, Ma. Enak, 'kan?"
Diana mengangguk dengan senyum yang mengembang.
"Anak Mama udah jago masak, nih," goda Diana.
Valenzi hanya tersenyum malu, dan berjalan mengelilingi dapur. Hanya sekedar berkeliling saja, rasanya dia sudah amat rindu dengan tempat ini.
"Gimana? Enak 'kan menikah itu?"
Valenzi menoleh dan tersenyum miris
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Life
RomanceValenzi seorang gadis sempurna mempunyai segalanya, paras dan tubuh yang sempurna, kekayaan yang berlimpah, dan kebebasan dari orang tuanya, tetapi, siapa sangka kebebasan dan kekayaannya di rengut paksa oleh kedua orang tuanya ketika perusahaan ora...