Setelah badai, tak menutup kemungkinan jika mentari bersinar amat terang.
Valenzi mengunci pintu rumah. Senyumnya tak pernah pudar meskipun Raka sudah berlalu bersama mobilnya.
Tiba-tiba, terlintas sesuatu di otaknya. Valenzi menjentikkan jari telunjuk juga jari tengahnya, seolah mendapat ide brilian.
Valenzi dengan sigap membereskan rumah seperti biasa. Dia juga mengecek ruang kerja Raka. Siapa tahu Raka memgacak-acaknya lagi, 'kan?
Semuanya selesai tepat sesuai dengan perkiraan Valenzi. Jam makan siang sebentar lagi.
Dengan langkah cepat, Valenzi meniti anak tangga, dan menuju ke kamarnya. Bukan tanpa alasan, Valenzi harus bersiap, dan kembali turun untuk memasak.
Dia menaruh beberapa menu makanan di dalam kotak hingga rapi. Dia menenteng kotak makanan, lalu tak lupa menyambar tas kecil yang tergeletak di meja makan.
Dengan langkah mantap, dia keluar melewati pintu rumah, dan menguncinya dengan aman.
Valenzi berdiri terdiam di depan pagar rumah, menunggu sedeorang datang untuk menjemputnya.
Sebuah mobil berwarna putih melintas dan berhenti di hadapannya.
"Mba Valenzi?" tanyanya.
Valenzi mengangguk dan segera membuka pintu mobil. Setelahnya, dia duduk nyaman di kursi penumpang.
Valenzi sesekali tersenyum, dia memeluk kotak makanan yang dia tenteng sejak dari rumah.
Meskipun terdengar klakson dimana-mana, juga kepul asap yang hampir menutup seluruh jalanan, hal itu tidak menyurutkan niat Valenzi untuk terus bergerak ke tujuannya.
Sedikit terlambat. Namun, dia tetap mengulas senyum manisnya, sembari melangkahkan kaki jenjangnya menuju gedung pencakar langit di hadapannya.
"Ada apa, Bu?"
"Saya mau ke ruangan pak Raka."
"Sebelumnya sudah ada janji, Bu?"
Valenzi mengulum bibirnya ke dalam. "Bilang saja Valenzi menunggu."
Resepsionis yang menyembunyikan gagang telepon di bawah dagunya mengangguk. Dan kembali berbicara kepada lawam bicaranya.
Tidak perlu menunggu lama-lama. "Ibu Valenzi, silahkan. Pak Raka sudah menunggu."
Valenzi tersenyum senang. Dia melangkahlan kakinya menuju ruangan Raka, suaminya.
"Hai," sapanya. Valenzi menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Sini-sini," ucap Raka. Dia berdiri dari kursi putarnya, dan merentangkan tangannya, seolah menanti Valenzi agar segera pergi ke pelukannya.
Valenzi masuk, dan menutup pintu ruangan Raka. Dirinya berlari kecil, lalu menubrukkan dirinya ke dada bidang Raka. Seketika wangi maskulin dari tubuh Raka dengan seenaknya menyeruak masuk kedalam rongga hidungnya.
Raka mengelus kepala Valenzi. "Ada apa, hm? Tumben main ke sini?"
Valenzi melepaskan pelukan Raka. Kotak bekal yang sedari tadi dia tenteng, kali ini dia tunjukkan di depan Raka.
"Kamu pasti belum makan siang, 'kan?" tanya Valenzi.
Raka mengangguk. "Lo masak?"
Valenzi mengangguk. Menyodorkan kotak yang dia pegang. "Dimakan, aku bikinnya pake hati."
Raka terkekeh. Tangannya terulur untuk mengacak rambut Valenzi. Yang kemudian turun meraih tangan istrinya.
Mengajaknya duduk di sofa, menemani dia makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love To Life
RomanceValenzi seorang gadis sempurna mempunyai segalanya, paras dan tubuh yang sempurna, kekayaan yang berlimpah, dan kebebasan dari orang tuanya, tetapi, siapa sangka kebebasan dan kekayaannya di rengut paksa oleh kedua orang tuanya ketika perusahaan ora...