Part 1: Prolog

837 18 0
                                    

Selena menatap lurus kedepan, wajahnya sayu tanpa semangat. Hari ini dirinya merasa sangat letih karena segala kesibukannya, terlebih lagi masalah hatinya. Saat ini ia sudah memutuskan, walaupun berat rasanya, tapi ia harus memutuskannya. Ini keputusan terbaiknya, sebelum hatinya benar-benar hancur.

Selena melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh petang, sudah hampir setengah jam Selena menunggu, tapi laki-laki itu tak kunjung datang. Selena menghembuskan nafas panjang, ia akan menunggu selama apapun sampai orang yang dinantinya ini datang.

Jalanan tampak ramai oleh pengunjung, tak satupun mempedulikannya yang sudah berdiri sangat lama di depan toko buku langganannya. Selena tak berniat masuk, kali ini tak berniat, memang tidak seperti dirinya yang biasanya. Ia bertekad untuk menunggu di tempatnya ini sampai orang itu tiba.

Sesosok laki-laki mendekatinya, laki-laki yang sudah ditunggunya sedari tadi. Pandangan orang-orang mengikutinya setiap ia melangkah, terutama kaum hawa. Hari ini laki-laki itu menggunakan setelan kaos dengan celana jeans, tidak lupa jaket kelabu kesayangannya yang sangat dihafal oleh Selena. Mata laki-laki itu menatap Selena dengan tajam, tanpa riak jenakanya yang biasa. Mata yang paling indah yang pernah Selena tau, berwarna bilu kelam, seperti laut dalam.

Hanya dengan melihat sosoknya saja jantung Selena melompat-lompat, bagaikan gemuruh yang tak pernah padam. Tapi bagaimanapun caranya, Selena harus bisa memadamkannya secepat mungkin, sebelum benar-benar berubah menjadi badai.

Beberapa pasang mata tak pernah lepas melihat ketampanan laki-laki itu. Semua orang pasti berpikir betapa beruntungnya gadis yang bisa menjadi kekasihnya. Selena, gadis yang beruntung itu, saat ini juga akan menyia-nyiakan keberuntungannya.

“Sorry telat.” Ucap Rio datar, bahkan tanpa sedikitpun ekspresi penyesalan.

“Nggak papa, gue juga baru datang.” Ujar Selena berbohong.

 “Tumben lo ngajakin ketemuan duluan. Ada apa?” Tanya Rio dingin, saat ini ia sedang tidak mood untuk berbaik-baik dengan Selena.

“Cari tempat duduk dulu yuk, gue tau kafe enak didekat sini.” Selena berjalan mendahului Rio tanpa mencoba menatap pria itu lagi, tak baik bagi hatinya.

Rio mengangguk lalu mengikuti Selena dari belakang. Selena sudah jauh berubah semenjak pertemuan pertamanya dengan Rio. Gadis itu telah berubah menjadi jauh lebih cantik, lebih anggun, dan jauh lebih pandai membuat Rio salah tingkah. Rio tak pernah membayangkan dirinya akan merasakan perasaan seperti ini pada satu orang gadis.

Selena masuk ke dalam sebuah kafe kecil bertema klasik yang cukup cantik. Rio tak mengira sebelumnya Selena tau tempat-tempat seperti ini, ia pikir tempat nongkrong milik Selena hanyalah perpustakaan dan toko buku.

Setelah duduk dan memesan makanan, Rio membuka percakapan, “Jadi, lo mau ngomong apa sampai manggil gue kesini?”. Selena si kutu buku yang galak, semaunya sendiri dan sok pintar tidak pernah menunjukkan sikap sopan seperti ini terhadap Rio. Rio merasa kalau ia akan mengatakan sesuatu hal yang buruk.

Selena menoleh ke kanan dan kiri, bingung harus memulai pembicaraan dari mana. “Kita udah jadian kan?” Tanyanya kemudian.

“Sudahlah!” Jawab Rio, pertanyaan macam apa itu? Memangnya Selena lupa kalau mereka sudah pacaran.

“Putus aja yuk.” Ujar Selena. Dengan susah payah Selena berusaha membuat nada suaranya terkesan santai dan tak peduli.

Rio terdiam. Cukup lama jeda waktu sampai ia membuka suara, “Yah, boleh aja sih.” Ucap Rio terkekeh. “Gue nggak nyangka, gue bisa bertahan pacaran sama lo selama ini.”

“Gue juga sama.” Selena tertawa tertahan. Tepat saat itu pramusaji menyediakan makanan pesanan mereka. Namun tak satupun dari mereka berdua yang berselera makan.

“Gue pikir, gue bakal pacaran sama lo nggak lebih dari sehari.” Ucap Selena, tak lupa ia menambahkan tawa sumbang. “Btw, gue ada janji nih. Gue duluan ya.” Selena langsung berdiri, padahal ia belum menyentuh makanannya.

“Sama Alex?” Tanya Rio. Ekspresi wajah Rio tak sanggup diartikan oleh Selena.

“Yah.. Gitu deh.” Ujar gadis itu. Lalu berlari keluar kafe tanpa sedikitpun menoleh ke belakang lagi. tentu saja ia berbohong, tak ada janji lagi hari itu. Hanya saja ia tak sanggup bertahan lagi untuk berpura-pura.

Selena pun melangkah sambil menghapus bulir-bulir air mata yang jatuh di pipinya. Saat ini ia harus tersadar kalau hubungannya dengan Rio telah kandas.

Halo.. Ini cerita pertama yang author buat.. Semoga pada suka yaaa.. XXD

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang