Pesta ulang tahun Bianca benar-benar berlangsung mewah. Bianca memang benar-benar orang kaya, banyak orang penting yang hadir dalam pesta ulang tahunnya ini. Rumah Bianca adalah tempat terselenggaranya pesta, rumahnya luar biasa besar. Dihias dengan berbagai ornamen ditambah oleh peralatan antik khas orang kaya.
Sesungguhnya Sena tak ingin datang ke acara pesta ulang tahun Bianca, namun tadi sore Rio datang kerumahnya dan memintanya untuk ikut sampai mama pun turut serta membujuk Sena. Entah ada apa dengan 2 manusia itu, belakangan ini mereka menjadi sangat akrab.
Sebelum datang ke pesta, Rio mengajaknya ke salon dan butik. Meminta orang-orang kepercayaannya untuk mendandani Sena. Dan sekarang, disinilah ia. Bersama ratusan orang lainnya menghadiri pesta ulang tahun Bianca.
Sena merasa dirinya konyol, menggunakan Dress manis berwarna pink pucat dengan wedges senada menghiasi kakinya. Ia tak menggunakan kaca mata, fungsinya telah digantikan oleh lensa kontak berwarna biru muda. Namun Rio menggandeng tangan Sena dengan percaya diri, ia mengatakan kalau Sena pantas sekali menggunakan seluruh pakaiannya sekarang. Itu membuat Sena lebih percaya diri.
Bianca menyambut mereka begitu tiba dipesta. Ia tampak cantik seperti biasanya, dengan balutan gaun panjang berwarna merah cerah. "Ayo, silahkan masuk." Katanya tersenyum manis, lebih kepada Rio daripada Sena.
"Sena! Gue pikir lo nggak bakalan datang." Seru Pia melihat Sena datang bersama Rio. Dion dan Alex juga sudah datang, Dion malah sudah asyik menyantap hidangan apapun yang ada diatas meja lebih dulu daripada yang lainnya.
"H-Hai.." Sapa Dion dengan mulut penuh makanan.
"Memang gue maunya begitu." Gerutu Sena. "Tapi karena mama sama dia. Mau gimana lagi." Sena menunjuk Rio yang kini telah mengobrol bersama dengan Dion, Alex dan teman-teman mereka.
"Hahaha.. Lo memang paling lemah sama nyokap lo ya." Ucap Pia. "Btw, lo cantik hari ini."
"Makasih ya, tapi gue risih dibilang gitu sama lo."
Pia tertawa lebar. Sedang asyik bercakap-cakap, Bianca menghampiri mereka berdua. Seketika Pia dan Sena menghentikan percakapan mereka.
"Lo berdua kenapa?" Tanya Bianca sinis. Tak ada jawaban dari keduanya, Bianca melanjutkan bicaranya, "Gue pikir lo nggak bakalan mau datang." Katanya kepada Sena.
"Gue juga pikir begitu." Jawab Sena.
Bianca menatap Sena jengkel, sebelah alisnya terangkat, "Gue akuin. Lo hebat, berani datang kesini bareng Rio. Ke ultah saingan lo."
"Bukan apa-apa."
"Gue itu orang yang fair, gue akuin gue memang kalah tanding lawan lo. Jadi, apa yang lo mau dari gue? Uang? Benda? Sebut aja."
"Gue nggak bakal minta sesuatu yang bisa lo beli pakai duit lo. Tunggu aja, saat ini gue belum pengen apapun dari lo." Ujar Sena dengan tegas.
"Terserah apa kata lo. Tapi walaupun gue kalah sekarang, gue nggak bakal pernah nyerah. Gue bakal rebut Kak Rio dari elo, karena gue serius sama dia." Sehabis mengatakan hal itu, Bianca meninggalkan mereka berdua dengan angkuh.
Sena terdiam menatap kepergian gadis itu. Ia berusaha menenangkan dirinya, sendiri. Ini hanya permainan, kalaupun Bianca merebutnya sekarang tak apa-apa bagi Sena karena dirinya sudah memenangkan permainan. Ia pasti tak akan terpengaruh.
"Sen?! Sen.. Sena!!" Seseorang menepuk punggungnya. Sena gelagapan melihat Rio telah berada dibelakangnya. "Lo kok bengong aja? Makan yuk." Ajak cowok itu.
Sena mengangguk. Mengikuti Rio menuju tempat Dion dan Alex telah menunggunya. Dion masih asyik menyantap makanan yang tersedia. Sedangkan Pia memilih untuk bercengkerama dengan teman mereka yang lainnya.
"Hai.." Sapa Alex, cowok itu tampak rapi dengan dandanannya yang casual. Sena tersenyum melihat Alex, semenjak duet di karaoke tempo hari Alex menjadi sangat baik terhadap dirinya. Alex bahkan pernah mengantar jemput Sena ke sekolah.
Setelah menyodorkan sepiring makanan kepada Sena, Rio mengambil makanan lagi untuk dirinya sendiri. "Silahkan makan sepuasnya, mumpung gratis." Ujar Rio. Mulutnya membentuk cengiran lebar melirik Dion yang masih sibuk mengisi kembali piringnya yang telah kosong.
"Gue mau ambil minum sebentar ya." Pamit Sena kepada Rio dan Alex. Yang hanya dijawab oleh anggukan singkat Rio.
Sena mengambil sebuah gelas berisi cairan merah didalamnya, Sena berharap itu bukanlah minuman beralkohol. Setelah melewati kerumunan tamu, Sena kembali kembali ke meja tempat Rio dan Alex berada.
"Bro, lo nggak serius suka sama Selena kan?" Pertanyaan Alex membuat langkah Sena terhenti, ia menegang. Berdiri dibalik sebuah pilar yang dapat menutupi tubuh mungilnya.
"Apa maksud lo?" Itu suara Rio.
"Yah.. Lo jadian sama dia kan karena taruhan. Lo nggak mungkin beneran suka sama dia kan?"
Rio memalingkan wajahnya, "Y-Ya... Nggak mungkin lah. Mana mungkin gue beneran suka sama cewek cupu macam dia."
Alex tersenyum senang, "Bagus lah kalau gitu. Gue akuin lo memang hebat, bisa menaklukan Selena Augustina dalam kurun waktu kurang dari 2 bulan. Lo memang pantas menyandang nama Mario Ferando."
Rio diam, tak menjawab.
"Gue pastiin sekali lagi, lo nggak benar-benar suka sama Selena kan?"
"Iya! Gue nggak suka sama dia. Gue deketin dia supaya menang taruhan dari lo aja. Lo kenapa sih?!"
"Soalnya gue suka sama Selena. Karena lo nggak suka dia, jadi gue bebas deketin dia. Gue minta lo cepet-cepet putusin dia ya!"
Sena terdiam membisu di balik pilar. Dadanya terasa nyeri yang tak tertahankan, tenggorokannya seperti tercekat. Ia dapat mendengar seluruh percakapan antara Rio dan Alex dengan jelas. Seharusnya dia tau, seharusnya dia sadar. Semenjak awal Rio tak mungkin mendekatinya yang hanya seorang cewek cupu tanpa maksud apapun.
Seharusnya Sena yakin, sejak awal ini semua hanyalah permainan. Bagi dirinya sendiri maupun bagi Rio. Permainan yang menyangkut perasaannya dan Rio. Juga Bianca dan Alex. Tapi kenapa, tapi kenapa Sena merasa sesakit ini. Sena tak mungkin merasa sakit, Sena tak mungkin merasa sedih. Kenapa setelah mendengarnya langsung dari Rio kalau cowok itu tak menyukainya terasa jauh lebih menyakitkan? Apa yang salah?
Sena menahan air matanya yang mulai menggenang dipelupuk matanya. Ia berlari menuju pintu keluar, tak peduli berapa orang yang kini ditabraknya, membuat minuman yang ia bawa membasahi gaun barunya.
Sena merasakan dadanya sesak, seolah ada sesuatu yang menyumbatnya, sesuatu itu adalah Rio... Rio... dan Rio...
Sena tak pernah menyangka cowok itu bisa mempengaruhi dirinya, entah sejak kapan Sena terbiasa dengan keberadaan Rio disisinya. Rio yang mengganggunya. Rio yang berisik. Namun ada disaat ia kesusahan.
Bulir-bulir airmata kini jatuh dipipi Sena, gadis itu tak lagi bisa menahan air matanya. Ia sendiri tak paham perasaan apa yang sedang dirasakannya. Hanya sakit yang terasa. Menyesakkan dadanya.
Hujan turun bagaikan ikut merasakan kepedihan Sena. Membuat gaun gadis itu basah oleh airnya, Sena melepaskan sepatu hak tingginya. Berjalan menyusuri hujan. Saat ini Sena ingin pulang sendirian.
Di dalam pesta, tanpa diketahui Rio maupun Sena. Sosok Alex tersenyum disamping pilar. Meyakinkan dirinya sendiri kalau Sena mendengar percakapannya dan Rio.
———————————————
Hmm.. sampai sini dimulailah konflik-konfliknya, hehe
semoga kalian semua menikmati

KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
Roman d'amourSelena sang murid teladan bertemu dengan Rio sang Playboy yang kesepian. Pertaruhan dibuat hingga mereka terpaksa untuk saling menaklukkan satu sama lain. Ketika cinta tiba-tiba datang dan kenyataan pahit menunggu mereka. Apakah yang sebaiknya merek...