Part 10 : Papa?

217 11 0
                                    

“Lo seriusan nggak mau datang ke acara ultahnya Bianca?” Tanya Pia kepada Sena.

Sena memutar bola matanya, menatap Pia dengan jengkel, “Iya! Berapa kali sih lo nanya itu? Sekali gue bilang enggak ya enggak!”

“Tapi, Sen. Kapan lagi sih…”

Sena berbalik dan melotot pertanda dirinya tak ingin diusik lagi.

“O-Oke Oke. Kalo itu emang mau lo. Gue nggak papa kesana sendiri.” Sena tak akan terpengaruh ucapan Pia. Kata-katanya barusan hanya akal bulusnya agar Sena ikut ke pesta Bianca. Sena tak akan datang. Alasannya hanya satu, malas.

Topik paling hot dikelasnya saat ini adalah baju-apa-yang-lo-pake-di-ultahnya-Bianca. Seluruh siswi membicarakan itu, bahkan beberapa siswa pun ikut-ikutan. Sena menjadi sangat jengkel, padahal pesta ulang tahun Bianca masih lumayan lama, lebih dari 1 minggu lagi baru dimulai. Kenapa mereka harus kerepotan sekarang.

Karena dirinya akan mengikuti lomba, Bu Shanti mengadakan pembinaan lebih sering daripada sebelumnya. Jumlah murid yang mengikuti lomba matematika ada 5 orang termasuk Sena sendiri. Jadi, hampir setiap hari Bu Shanti mengumpulkan kelima muridnya ini sepulang sekolah untuk belajar tambahan diluar jam club. Alasannya, agar mereka bisa meraih nilai yang maksimal. Tapi bagi Sena, ia senang-senang saja. Kapan lagi ia bisa mendapatkan ilmu gratis secara sukarela, jadi Sena selalu rajin mengikuti pembinaan.

Terkecuali hari ini, Bu Shanti tidak mengadakan pembinaan. Jadi, Sena memanfaatkan waktunya untuk pergi ke toko buku mencari-cari buku matematika yang bagus untuk tambahan soalnya berlatih. Padahal Sena telah memiliki bertumpuk-tumpuk buku penunjang pembelajaran, tapi tak pernah cukup untuknya. Bagi Sena, ilmu itu tak akan pernah ada habisnya.

Sena pergi ke toko buku favoritnya sepulang sekolah. Ia pergi sendirian karena Pia sedang ada urusan. Toko buku itu terletak tak jauh dari sekolahnya, jadi Sena bisa kesana dengan berjalan kaki.

Suasana kota lebih sepi daripada biasanya, mungkin itu karena saat itu adalah jam kerja. Sena melangkahkan kakinya dengan santai, banyak orang yang berlalu-lalang berjalan kaki seperti dirinya padahal cuaca cukup panas.

Sebuah mobil melintas melewati Sena begitu Sena akan membuka pintu toko buku. Mobil itu nampak tak asing dimata Sena, mobil sedan berwarna hitam. Sena mencoba mengingat-ingat dimana ia pernah melihat mobil itu. Mobil itu berhenti disebuah café mewah tak jauh dari toko buku yang Sena kunjungi.

Sena melihat seorang laki-laki paruh baya keluar dari dalam mobil. Laki-laki itu membukakan pintu sebelah mobilnya, dari mobil itu seluar seorang wanita. Sena terkejut melihat wanita itu, wanita itu sangat-sangat dikenal Sena.

Untuk apa mama datang ke café semahal ini, dan siapa laki-laki itu? Batin Sena gusar.

Sena mengurungkan niatnya untuk mencari buku, perhatiannya kini hanya tertuju pada mamanya. Sena mengikuti mamanya masuk ke dalam café.

Café ini benar-benar mewah, walaupun Sena sudah sering melewati jalan ini namun Sena tak pernah sebelumnya memasuki café ini. Diselimuti alunan lagu yang lembut, Sena langsung disambut oleh seorang pelayan ramah begitu ia memasuki café.

Sena memilih tempat duduk tak jauh dari kursi mama dan rekannya. Mama duduk membelakangi dirinya, maka dari itu sepertinya Mama belum menyadari keberadaan Sena disana.

Sena mengamati mama dengan seksama. Dirinya merasa kesal,mengapa mamanya pergi makan siang dengan seorang laki-laki? Apakah itu pacar baru mama? Mengapa mama tidak pernah mengatakan apapun padanya?

Dadanya naik turun melihat kebersamaan mama dengan laki-laki jahanam itu. Sena tak mau mamanya tersakiti lagi. Tidak untuk yang ketiga kalinya.

Emosi Sena memuncak melihat laki-laki itu menggenggam erat tangan mamanya. Ini sudah pasti bukanlah rekan kerja, rekan kerja biasa tak akan melakukan tindakan kurang ajar seperti itu. Sena berjalan cepat menghampiri mereka. Dengan keras, Sena memukul meja diantara mama dan laki-laki itu.

AmourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang