Selena membolak balik halaman buku yang digenggamnya, sudah 10 menit ia mencari, tapi tak kunjung menemukan buku yang cocok untuk pembahasan soal yang sedang ia kerjakan. Selena meletakkan kembali buku yang ia bawa itu, lalu menarik sebuah buku bersampul kuning berjudul Sukses Olimpiade Matematika. Lagi-lagi ia tak menemukan pembahasan yang cocok setelah membaca sedikit buku itu. Memang sepertinya lebih baik pulang sekolah nanti ia mampir dulu ke perpustakaan daerah, karena disana biasanya lebih lengkap.
Selena akhirnya menyerah, ia pun pergi ke rak tempat novel dan menarik sebuah novel terjemahan yang pernah dibacanya. Sudah banyak novel yang ada di perpustakaan ini Selena baca, dari pertamakali masuk ke sekolah ini, hanya perpustakaan lah tempat yang paling menarik baginya.
Selena melirik buku matematika disebelahnya. Ia sudah memutuskan kalau tahun ini ia akan mengikuti club matematika. Beberapa pembina club sudah memintanya untuk masuk ke club mereka masing-masing, tapi Selena masih mempertimbangkanya. Sekarang Selena sudah yakin akan mengikuti Club matematika.
“Woii..” Seseorang menepuk pundaknya.
“Kenapa, Pi?” Tanya Selena tanpa memalingkan wajah dari bukunya. Selena sudah hafal betul dengan suara sahabatnya, Pia. Pia alias Sophia adalah sahabat Selena semenjak kecil. Pia adalah panggilan akrab Selena untuk Sophia. Sedangkan Pia memanggil Selena dengan panggilan Sena.
“Kantin yuk, Sen. Gue laper nih. Udah jam istirahat jangan belajar mulu napa.” Pia mengamit lengan Sena.
“Ayok deh, tapi gue taruh buku di kelas dulu ya.” Ujar Sena. Pia menjawabnya dengan anggukan. Mereka pun berjalan beriringan menuju kantin.
Sophia mengibas-ngibaskan tangannya, suasana kantin tampak ramai, bahkan sangat ramai. Harus berebutan dulu untuk memesan makan, seperti orang mengantri zakat saja. Pia menengok-nengok kerumunan itu, salah satunya adalah Sena, Sena sedang memesan semangkuk bakso. Sedangkan Pia memesan batagor sedari tadi tapi sampai sekarang belum juga pesanannya datang.
Dengan susah payah, Sena keluar dari lautan manusia itu sambil membawa semangkuk penuh bakso, ia menghampiri Pia yang sudah melahap hampir setengah batagor-nya.
“Elu tuh, Sen. Udah tau makannya lelet, masih juga pesen yang dapatnya lama.” Gerutu Pia.
“Hehee..” Sena tersenyum lebar. “Tunggu bentar ya, gue mau ngambil saos sama kecap dulu.” Tanpa menunggu jawaban Pia, Sena langsung melesat pergi menuju kantin tempatnya membeli bakso tadi dan mengambil sebotol kecap, saos dan sambal. Dengan kedua tangannya, Sena membawa ketiga botol tersebut dengan kesusahan.
Dengan perlahan, Sena berjalan agar ketiga botol yang dibawanya tidak terjatuh. Perhatiannya ditujukan pada ketiga botol dalam genggamannnya, di seberang meja, Pia melambai-lambai kepadanya memintanya agar mempercepat langkahnya.
Bruk! Seseorang menumbruknya membuat segala jenis saos, kecap dan sambal yang dibawanya jatuh dan mengotori kemejanya.
“Aaahhh!!” Pekik Sena kesal, kemejanya kini tampak sangat kotor.
“Jalan hati-hati dong!” Seru suara orang yang menabraknya.
Sena mendongakkan kepalanya, di depannya berdiri seorang cowok, Bajunya berantakan, ia tak menggunakan dasi, jadi Sena tak tau ia kelas berapa. Tampangnya cukup keren bagi Sena, tapi bagaimanapun tampangnya, Sena tak peduli.
“Apa lo bilang?! Jelas-jelas elo yang nabrak gue!” Teriak Sena garang. Enak saja, ia yang disalahkan, padahal sudah jelas dialah korban disini. Bajunyalah yang kotor sedangkan cowok di depannya tidak apa-apa.
Cowok itu merapikan kemejanya, seolah-olah Sena telah mengotori kemejanya, “Kan lo yang bawa saos, jangan salahin gue. Mending lo minta maaf udah nabrak gue.” Ujarnya kalem.
Sena kini benar-benar geram, “Hah?! Elo tuh yang harusnya minta maaf. Lo yang udah bikin baju gue kotor!!” Kali ini, Sena sukses membuat perhatian seluruh pengunjung kantin beralih kepadanya. Tapi Sena tidak peduli, ia kesal dan ia harus mengungkapkan kekesalannya. Segala hal selalu sah bagi orang yang sedang marah.
“Minta maaf nggak lo!” Teriak Sena lagi.
“Sena! Udah, Sen. Udah..” Pia menarik lengan Sena, mengelus punggung Sena agar gadis itu bersabar.
“Maafin temen saya ya, Kak.” Pia membungkuk sekilas kepada cowok itu. Lalu menarik Sena keluar dari kantin dengan paksa.
“Apaan sih lo?! Kok lo yang malah minta maaf.” Sembur Sena begitu ia dan Pia telah keluar dari kantin.
“Udahlah Sen. Kita masih kelas 1, sabar aja. Jangan nyari gara-gara sama senior. Emangnya lo nggak tau siapa dia?” Pia menyodorkan sehelai tisu kepada Sena.
Sena menyambut tisu itu, lalu mulai membersihkan noda di kemejanya. Kali ini dirinya harus menggunakan seragam kotor seharian penuh dan terancam membeli seragam baru apabila nodanya tak bisa hilang. “Emang siapa?” Tanyanya dengan nada ogah-ogahan.
“Mario Ferando, alias Kak Rio, cowok paling keren seantero sekolah ini.”
“Baru sesekolah aja udah belagu. Gimana kalo senasional, bisa sok jadi raja tuh orang.” Sena menjadi semakin sewot. Dia masuk ke dalam toilet untuk membasuh kemejanya.
“Emangnya lo nggak sadar betapa kerennya dia?” Pia mendamba-damba.
“Keren?! Yang ada najis.”
Pia menggelengkan kepalanya, kehidupan Sena membuat gadis itu menjadi keras dan tidak percaya terhadap makhluk bernama laki-laki. Baginya semua laki-laki itu sama, kalau bukan bajingan ya homo. Pia mendesah.
“Balik yuk, bentar lagi bel masuk.” Ajak Sena.
“Seriusan cewek yang marah-marah sama gue itu Selena Augustina? Taruhan gue sama Alex?!” Rio menatap Dion dengan ngeri.
Dion hanya mangut-mangut sambil terus menyesap es tehnya.
Rio mendecak kesal, ternyata targetnya kali ini lebih susah dari yang diperkirakan. Bukan hanya cupu dan tidak mengenal pesona-nya yang luar biasa, cewek in ternyata juga super galak. Belum apa-apa ia sudah membuat tali permusuhan, bagaimana mungkin mereka bisa pacaran. Untuk mendekatinya saja sepertinya akan susah.
Tapi kata susah tidak ada di dalam kamus percintaan ala Rio, semakin susah semakin tertantanglah ia untuk bisa menaklukan cewek itu. Apalagi dari yang Rio lihat Selena itu adalah gadis yang cukup manis, hanya saja dandanan dan kelakuannya yang kurang manis. Rio tersenyum memikirkannya.
“Ngapa lu senyum-senyum?” Dion telah habis meminum es teh-nya kali ini giliran Es Jeruk milik Rio yang disambarnya.
“Kepo lu.” Tukas Rio. “Balik yuk. Udah bel daritadi nih, gue penasaran gimana nasib Alex.” Rio terkekeh geli.
“Bentar nih, nanggung dikit lagi.” Dion menyeruput Es Jeruk Rio untuk terakhir kali sebelum berlari mengikuti langkah Rio menuju kelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Amour
RomanceSelena sang murid teladan bertemu dengan Rio sang Playboy yang kesepian. Pertaruhan dibuat hingga mereka terpaksa untuk saling menaklukkan satu sama lain. Ketika cinta tiba-tiba datang dan kenyataan pahit menunggu mereka. Apakah yang sebaiknya merek...