💮05. Gombalan ala Mashiho

76 44 7
                                    

Besoknya aku pergi ke sekolah bareng sama Hyunsuk nggak sama bang Tae ada alasannya kenapa aku nggak bareng dia buat hari ini.
Pertama aku masih marah sama dia gara-gara nggak jemput aku kemarin sampai-sampai aku hampir aja di bawa kabur—mungkin kalau nggak ada Mashiho yang nolongin aku.
Kedua emang bang Tae nya juga ada kelas pagi jadi dia pagi-pagi banget ngampusnya anak rajin—jadi dia nggak bisa nganterin aku ke sekolah.

Aku jalan di koridor sekolah sendirian—Hyunsuk dia tadi lagi nyamperin temannya katanya sih ada perlu bentar yaudah aku duluan aja ke kelasnya.
Baru mau belok ke arah kelas kayak ada yang manggil aku gitu ternyata dia—Mashiho yang lagi lari-larian nyamperin aku.

"Lo ngapain sih lari-larian?" tanyaku ke dia yang lagi ngatur nafasnya.

"Bentar dong, capek nih."

"Lagian siapa suruh lari-larian kayak gitu coba?" tanyaku pada Mashiho yang masih ngatur nafasnya.

"Au ah, capek."

"Udah ah, bangun buruan."

"Bantuin dong," Mashiho mengarahkan tangannya padaku—minta bangunin maksudnya. Yaudah aku bantuin.

"Berat ih," kataku sambil bantu Mashiho buat bangun. Ini badan kecil tapi kok beratnya berasa lagi ngangkat anak gajah heran diriku ini.

"He-he," yang diomongin malah nyengir gitu.

"Ha-ha he-he ha-ha he-he. Ngapain sih tadi?"

"Mau bareng, ayo barengan aja ke kelasnya," ajak dia. Aku ngangguk, kemudian jalan barengan dengan dia.

"Eunji, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Nggak tahu kalau kedepannya, tunggu aja," kata dia sambil menatap teduh ke arahku. Aku? Natap dia sekilas terus buang muka, gimana ya? Aku yakin sih ini pipiku pasti udah merah.

"Cie salting," ejeknya, yang ku balas dengusan kesal.

"Apaan sih nggak usah ngaco, siapa juga yang salting? Geer lo," Mashiho ngangguk dan terkekeh geli secara bersamaan.

"Ji, gue mau ngomong nih," katanya menatap lurus koridor sekolah yang masih sepi. Aku hanya berdehem sebagai tanggapannya.

"PR-ku adalah merindukanmu. Lebih kuat dari Matematika. Lebih luas dari Fisika. Lebih kerasa dari Biologi," apa-apaan sih? Katanya mau ngomong kok malah jadi ngegombal gini sih? Please aku yakin sangat yakin mukaku pasti udah merah.

"Dih, kok mukanya merah gitu?" tanyanya. Apa kubilang tadi yakin deh ini muka udah merah banget. Dianya malah ngakak gitu jadi aku diemin aja.

"Masih sepi," kata dia sambil mengedarkan pandangannya ke lapangan.

"Baru jam enam lewat empat puluh," kataku sambil ngelirik jam di tangan.

Kita banyak ngobrol walau cuma sebentar karena dari tempat aku ketemu dia ke kelasku itu dekat banget.
Dan karena belum selesai ngomong, dia diem dulu di depan pintu kelasku. Aku sebenarnya mau masuk, tapi nggak enak.

"Lukanya gimana?" tanyaku.

"Udah mendingan, tapi masih biru nih," dia nunjuk pelipisnya sambil nyengir.

"Yang di badan? Masih sakit?" tanyaku lagi.

"Nggak, udah nggak begitu sih," jawabnya lagi.

"Kamu lahir itu sengaja buat bikin aku senang ada di bumi," katanya yang aku balas tinjuan di perutnya.

"Aww," ringisnya sambil megangin perutnya. Sumpah deh aku lupa kalau perutnya habis bekas tendangan kemarin.

"Aduh, maaf ya aku lupa kalau kamu lagi sakit," ucapku yang merasa bersalah kepada Mashiho dan tanpa sadar kalau aku pakai embel-embel Aku-Kamu?

Good Bye [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang