"Ya sudah, nanti pulang kerja Mama belikan lagi ya, tapi Ken harus janji dulu sama Mama ... nggak boleh nakal dan harus makan yang banyak, biar Oma nggak sedih lagi lihat masakannya nggak di makan sama Ken," kata Aluna lembut, menatap sayang wajah tampan anaknya.
"Siap Mama, Ken janji Ken nggak akan nakal lagi biar Oma sama Mama nggak sedih lagi," kata Kenzo, memunculkan senyuman geli di wajah Aluna. Pun, dengan Mita yang ikut tersenyum di belakang bocah itu.
##
"Kamu yakin, Nak?"
Aluna mengangguk perlahan, setelah sebelumnya tampak bimbang. Dia merangkul bahu Mita yang sejak tadi tidak berhenti menangis-seolah ingin menenangkan wanita tua itu dari kekhawatirannya.
"Aku harus melakukannya, Bu. Karena ini satu-satunya cara untuk bisa keluar dari kantor itu," sahut Aluna dengan keras kepala.
"Tapi Nak, ini sangat berbahaya. Bagaimana jika nanti kamu malah kenapa-napa?"
Aluna menarik diri, menunduk sebentar sembari menatap jemarinya yang kini saling meremas. "Ini sudah jadi resikoku, Bu. Bagaimanapun aku harus segera keluar dari sana. Aku tidak mau dia sampai mengenaliku nantinya."
"Tapi apa tidak ada cara lain, Nak. Ibu sangat khawatir dengan keselamatanmu," kata Mita, mengelap salah satu matanya dengan lengan baju yang ia pakai.
Andai ada cara lain, tentu Aluna pun tidak akan menempuh cara seperti ini untuk bisa keluar dari perusahaan itu. Selama dua hari setelah kejadian di kantin itu, Aluna memang tidak pernah lagi melihat Sean. Namun, hal tersebut tidak lantas mengubah keputusannya untuk keluar dari perusahaan itu. Keputusan Aluna sudah bulat, dia harus cepat-cepat pergi sebelum semuanya terlambat.
Dan selama dua hari ini Aluna sudah mencari cara untuk mendapatkan uang itu-uang yang nominalnya tidak sedikit, namun mampu menyelamatkannya dari kubangan masa lalu yang berpeluang besar menenggelamkannya lagi.
Dan di sinilah ia berada, di dalam sebuah mobil mewah yang baru saja menjemputnya beberapa saat yang lalu. Aluna meremas ujung jaket hoody yang di pakainya malam ini. Beberapa kali ia melirik pria yang berada di belakang kemudi dengan cemas, dan beberapa kali juga mata mereka saling bertumbukan, membuat Aluna yang kini duduk di belakang merasa tak nyaman.
"Uhm, berapa lama lagi kita akan sampai?" tanya Aluna pada pria yang mengaku dirinya sebagai supir dari kenalannya itu.
"Sebentar lagi Mbak," jawab pria itu cepat, namun tidak menjelaskan kemana ia akan membawa Aluna.
Aluna mendadak di serang rasa tidak enak, penampilan pria itu jelas tidak bisa di katakan buruk, juga jauh dari kata pria baik-baik. Ada tato di lengan kirinya yang berotot, awal melihatnya Aluna sempat berpikir untuk mundur, apalagi Mita juga sempat menghalangi kepergiannya, membuatnya di rundung kebimbangan untuk kesekian kalinya. Namun uang senilai 50 juta yang sudah masuk ke rekeningnya sebagai tanda jadi, sedikit banyak membuatnya merasa terikat, juga karena tekadnya yang kuat untuk bisa keluar dari perusahaan itu membuatnya tidak lagi menakutkan hal lainnya selain rasa sakit dari kenangan terkelam dimasa lalunya.
"Apa kita akan langsung ke rumah sakit?" tanya Aluna.
Pria itu kembali menatap Aluna dari spion, sebelum melempar pandangan ke jalanan. "Nyonya minta Anda untuk datang dulu ke rumah."
Aluna menatap sosok itu dari belakang, alisnya berkerut samar. "Ke rumah?" tanyanya seakan tidak percaya pendengarannya sendiri.
Pria itu menggeram, seolah tidak senang di cereweti seperti itu oleh Aluna.
Sementara perasaan Aluna semakin tidak enak, dengan cepat ia mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, untuk kemudian mendial salah satu nomer di kontaknya yang bertuliskan Nyonya Sandra-seorang wanita yang mengaku sedang membutuhkan donor ginjal untuk suaminya yang tengah koma.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET DESTINY
RomanceDewasa 21+ Kesalahan tak sengajanya bersama pria itu berhasil menjungkirbalikkan kehidupan seorang Aluna. Dunianya yang sempurna pun harus runtuh saat itu juga, tak hanya kehilangan cinta sang kekasih saja, Aluna pun juga harus rela kehilangan jaban...