"Aku bukan pria yang seperti itu, kau tidak mengenalku jadi jangan berspekulasi macam-macam, untuk sesuatu yang belum kau pahami."
Aluna menatap Sean dengan mata menyala.
Justru karena aku mengenalmu, aku mengenalmu lebih dari siapapun! Kau adalah pria brengsek yang sudah menghancurkan kebahagiaanku!
Aluna hanya mampu meneriaki kalimat itu di dalam hati, ia belum memiliki cukup keberanian untuk membuka dirinya pada pria itu. Dan mungkin selamanya Aluna tidak akan pernah berani untuk membuka identitasnya pada siapapun, toh tak ada satu pun hal dari masa lalunya yang bisa dibanggakan untuk ia bagi kisahnya pada orang lain.
##
Sean menghentikan laju mobil mewahnya tepat di depan pelataran rumah Aluna yang sederhana. Matanya menatap lurus menembus kegelapan suasana subuh ke arah rumah itu.
"Kau tinggal disini?" tanya Sean memecah kesunyian di mobil.
Tanpa menoleh, Aluna mengangguk, masa bodoh meski ia menyadari pria itu tidak melihat anggukannya.
"Seharusnya dengan uang itu, kau bisa membeli rumah yang layak untukmu dan juga anakmu," kata Sean menyindir.
Aluna seketika menoleh, merasa tersinggung dengan ucapan pria itu, dan di waktu bersamaan Sean pun ikut menoleh, jadilah mereka bersitatap untuk beberapa saat lamanya, sebelum Aluna memalingkan wajahnya kembali.
Sean pasti tidak tahu kalau dari uang pelelangan itu Aluna hanya mendapatkan sebagian kecil, dan karena dia sudah terlanjur berjanji tidak akan memakai uang tersebut barang seperakpun, akhirnya uang itu hanya mengendap di rekeningnya, tanpa ia berniat untuk mengutak-atik keberadaannya.
"Itu bukan urusan Anda. Terimakasih atas tumpangannya. Saya permisi."
Setelah mengatakan jawaban dengan nada ketus itu, Aluna membuka pintu.
"Hari ini aku akan kembali ke Jakarta, mungkin untuk waktu yang lama."
Ucapan itu sontak menghentikan gerakan Aluna, dengan spontan ia menoleh sebelum mengangguk singkat.
Kernyitan samar terbentuk di dahi Sean, perlahan ia mencondongkan tubuhnya ke arah Aluna. "Apa mungkin nanti kau akan merindukanku?"
Aluna mengerjap dan tersadar tubuhnya sudah di kurung oleh kedua lengan berotot pria itu. semalam boleh saja alkohol itu membuatnya hilang akal, tapi kali ini Aluna berusaha keras untuk tetap waras, terlebih otaknya harus tetap berada di tempatnya, karena bagaimanapun sudah terlalu banyak kesalahan yang telah pria itu lakukan di hidupnya, dan Aluna tidak boleh melupakannya.
Perlahan, Sean terus menutup jarak wajah mereka, namun tepat di saat bibir mereka hampir bersentuhan, Aluna berpaling.
Aluna kemudian berdekham. "Maaf, Anda sebaiknya cepat pulang, tidak enak kalau sampai orang lain melihat kita seperti ini," kata Aluna tegas.
Sean menoleh pada sekitar, rumah Aluna memang berada di kawasan yang lumayan padat penduduknya, di suasana menjelang fajar seperti ini bukan hal mustahil orang lain akan memergoki apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Lagipula sejak kapan ia menjadi orang tidak tahu malu seperti ini? Sebenarnya apa yang terjadi dengan dirinya sekarang, mengapa bersama Aluna akal sehatnya seolah tidak bisa lagi berfungsi dengan benar.
"Baiklah, kau bebas." Ia menarik diri. "Tapi ingat selama aku tak ada, jangan pernah berpikir untuk kembali lagi ketempat itu, orangku akan mengawasimu selama aku pergi." Lanjutnya dengan nada mengancam.
Aluna ternganga, menatap Sean seakan pria itu sudah gila. Namun tidak berniat meladeni ucapannya, Aluna langsung keluar dari mobil, meninggalkan Sean begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET DESTINY
RomanceDewasa 21+ Kesalahan tak sengajanya bersama pria itu berhasil menjungkirbalikkan kehidupan seorang Aluna. Dunianya yang sempurna pun harus runtuh saat itu juga, tak hanya kehilangan cinta sang kekasih saja, Aluna pun juga harus rela kehilangan jaban...