Bab 19

4.3K 483 61
                                    

Ya Tuhan, mengapa takdir selucu ini? Adellia yang kehilangan cinta dan anaknya, tapi malah dirinya yang di tuduh sebagai penjahat. Tidakkah hal itu terasa miris untuknya, dan sialnya bukannya membela diri, mulut Adellia malah terkunci rapat-rapat untuk mengatakan yang sebenarnya.

Tapi tidak apa-apa, lagi pula Sean tidak memiliki arti penting di hidupnya, jadi Adellia merasa tidak perlu untuk menjelaskannya pada pria itu. masa bodoh, meski pria itu menganggapnya wanita jahat sekalipun, toh bukan Sean yang ia cintai.

##

Setelah pertemuan tanpa sengaja itu, baik Adellia maupun Sean selalu berusaha menghindari satu sama lain. Mereka akan mengutus sekertaris masing-masing untuk menghadiri rapat yang melibatkan kerja sama perusahaan mereka, atau ketika terpaksa di haruskan bertemu keduanya akan berbicara seperlunya dan memilih untuk menghindari kontak mata.

Tak lama kemudian, Adellia mengetahui kalau Sean tengah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Hampir semua infotainment berlomba-lomba untuk menayangkan pemberitaan sepasang sejoli itu, dan hal itu membuat Adellia merasa muak. Ia merasa marah tiap kali awak media itu meliput kebahagiaan pria itu.

Mengapa Tuhan memberikan kebahagiaan pada orang yang telah menghancurkan kebahagiaannya? Dimana letak keadilan Tuhan yang sesungguhnya?

Mengapa hanya dirinya saja yang menderita disaat semua orang bahagia di hadapannya?

##

"Sayang banget ya Pak Mesach udah balik ke Jakarta, pasti lama deh balik lagi kesininya," gerutu Milka.

Aluna mengangkat wajahnya dari piring makanan di hadapannya. Saat ini mereka semua sedang menikmati makan siang di kantin, dan seperti biasa meja mereka paling berisik diantara yang lain. Dari hal-hal tak penting sampai yang serius mereka bahas bersama, tentu saja terkecuali Aluna, dia masih begitu diam, dan tidak akan membuka suara jika orang lain tidak menanyakan pendapatnya.

"Padahal kan kalau ada doi disini, kantor kita jadi cerah, nggak suram kayak gini." Milka melirik Tito dengan sebal, yang langsung di balas cengiran polos oleh pria itu.

"Jangan gitu, Mil! Yang pasti-pasti aja ngapa? Dari pada lo ngarepin Pak Mesach yang jelas-jelas nggak naksir sama lo, mending lo jadian aja si Tito, yang cintanya udah pasti ke lo." Della langsung menyela.

"Nah bener tuh omongannya Della. By the way, tumben banget lo belain gue Del, gak lagi pengen di traktir kan lo!" kata Tito sambil menyipit curiga.

"Nah itu lo tahu, jadi bayarin gue makan ya?" Della menyengir sembari menaik turunkan alisnya.

"Dih, napa nggak lo berdua aja sih yang jadian?"

"Ko gue? Ya lo lah,"

"Suit deh kalian biar adil, yang menang dia yang akan jadi pacarnya si Tito!" Arin ikut menimpali.

"Diih mbak Arin, apaan sih jahat banget deh ngomongnya!"

"Ya abisnya dari tadi rebutan si Tito aja nggak kelar-kelar."

Seketika Della dan Milka seperti ingin muntah.

Sementara Aluna menatap ketiganya dengan geli, tapi dia menyembunyikan senyumnya dengan pura-pura kembali sibuk dengan makanannya.

Tiba-tiba saat tak ada dari mereka yang bicara, obrolan dari meja di sebelah mereka sontak menarik perhatian mereka semua.

"Iya ngapain sih bohong, aku lihat sendiri ko beritanya di TV tadi pagi."

"Ya patah hati dong gue."

"Bukan lo aja kali, gue rasa semua karyawati disini juga merasakan hal yang sama kayak lo kalau kabar itu memang benar."

SWEET DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang