Bab 14

4.6K 463 64
                                    

Mature ++

Bantu edit ya man teman🙏

Happy reading

-------------------

"Kenapa?" tanya Aluna dengan suara lirih. "Kenapa kau selalu saja memberikan rasa sakit di hidupku?"

Setelah mengatakan kalimat yang menimbulkan tanda tanya di benak Sean, Aluna kemudian menarik kaos biru yang Sean pakai, sebelum membungkam mulutnya dengan ciuman.

Cengkeraman tangan Aluna pada kaos Sean mengetat seiring dengan ciuman mereka yang mengerat, tak berjeda. Tubuh Sean sudah condong ke arahnya, membuat Aluna terdorong ke belakang, tapi dengan lihai Sean mengangkat Aluna untuk duduk ke tepian meja.

Sean menjauhkan wajahnya dari Aluna, memutus ciuman mereka sesaat lamanya, menatap sepasang mata Aluna yang terlihat sayu, menunggu dengan atisipasi kalau-kalau wanita itu akan menamparnya lagi.

Sepasang jemari Aluna naik ke leher sebelum melingkarinya di sana, Aluna juga menekan dirinya untuk mendekat, dan ciuman selanjutnya pun tak terelakan. Lidah mereka saling membelit, rasa manis bibir Aluna seakan benar-benar menenggelamkan akal sehatnya, dan juga menghanyutkan kesadarannya dalam gelombang gairah yang tak mampu ia kendalikan.

Untuk kedua kalinya, Sean kembali terhipnotis pada sentuhan Aluna.

"Kau yang minta ya, ingat?" bisik Sean dengan suara serak di tengah-tengah ciuman mereka.

Aluna tidak menanggapi, wanita itu hanya mengerjap-ngerjapkan mata sayunya, di susul oleh lelehan cairan bening yang menuruni sisi wajahnya.

Sean termangu sejenak sebelum akal sehatnya terhempas kembali, Aluna sudah membangunkan harimau yang lapar, jadi wanita itu harus membayar perbuatannya.

(Maaf sebagian part sudah di hapus demi kenyamanan bersama ☺️)

Nafas Sean masih terputus-putus, begitu pun dengan Aluna yang tampaknya juga merasakan hal yang sama. Wajah wanita itu tampak merah, saat Sean memandangi wajahnya yang di banjiri peluh.

"Ini belum berakhir."

Usai mengatakan kalimat itu, tanpa aba-aba Sean langsung membopong Aluna menuju kamar. Dan Aluna yang tenaganya sudah terserap habis, hanya bisa pasrah mengikuti kemanapun dirinya akan di bawa.

##

'Sayang, aku masih di jalan, kamu tidak apa-apa kan kalau harus menunggu?'

Hembusan nafas Aluna keluarkan dengan lelah, saat mendengar ucapan kekasihnya di seberang sana

"Kalau gitu, aku pulang naik taxi saja ya? Jadi kamu bisa langsung pulang dan istirahat!"

'Tidak apa-apa, nanti biar aku yang menjemputmu. Sudah ya jangan membantah, aku tutup dulu teleponnya. Bye!'

Aluna belum sempat menimpali saat sambungan itu terputus, selama mereka berhubungan kekasihnya itu memang belum pernah ingkar janji. Jadi, Aluna percaya saja saat pria itu mengatakan kalau ia akan langsung menjemputnya begitu tiba dari luar kota. Tapi sekarang sudah malam, mau sampai kapan ia harus menunggunya di sana.

Aluna menolehkan kepalanya, menatap sekitar dengan tak nyaman. Pasalnya saat ini dia sedang berada di loby restaurant disalah satu hotel terkenal di ibu kota, bukan tanpa sebab ia datang kesana. Beberapa waktu lalu, Aluna baru saja menemani bosnya serta dua orang relasi bisnis mereka disana. Usai makan malam dan membicarakan masalah bisnis, Aluna berpamitan untuk pulang. Namun tak menyangka ia malah berakhir duduk di loby seperti ini.

Beberapa tamu hotel yang lewat memberinya tatapan yang membuat Aluna merasa risih, hingga rasa tak nyaman berada di sana mendorongnya untuk masuk kembali kedalam restaurant. Ternyata sang bos juga masih ada di sana, duduk sendirian di meja paling sudut. Aluna teringat, bosnya ada janji temu dengan seseorang disana. Tapi kenapa ia malah terlihat sendirian, jadi karena penasaran Aluna berinisiatif untuk mendekatinya.

"Pak?" Aluna menyapa canggung.

"Del?" Sean yang hampir menenggak minumannya, terpaksa meletakkan kembali gelas itu di atas meja. "Kamu belum pulang?"

Aluna menggeleng pelan seraya meringis menahan malu.

"Pacarmu belum jemput?" tanya Sean lagi seraya menenggak santai minumannya.

"Dia ... masih di jalan," jawab Aluna murung.

Sean mengangguk, memaklumi. "Kalau gitu, kamu tunggu di sini saja. Di luar gak aman."

"Tapi, Anda bilang ... Anda sedang ada janji temu dengan seseorang," kata Aluna dengan sopan.

"Memang, tapi tidak masalah ... sekalipun ada kau disini memangnya kenapa?" Dengan santai Sean mengangkat bahu seraya tersenyum menenangkan pada Aluna.

"Tapi kan saya merasa tidak enak, Pak. Apa sebaiknya saya pindah meja saja?" Aluna menunjuk salah satu meja, tapi Sean menahannya.

"Apa sih, disini saja! Kami hanya teman!"

"Tapi Pak?"

"Percayalah, kami hanya teman. Ayo duduk, dia sedang di jalan, sebentar lagi juga datang."

Dengan kikuk Aluna mulai menjatuhkan bokongnya pelan ke atas kursi, merasa menyesal kenapa tadi memilih untuk menyapa. Sekarang Aluna hanya tinggal berharap kekasihnya akan segera datang menjemput.

"Ada apa, Pak?" tanya Aluna heran saat melihat Sean mengumpat pelan usai membaca pesan di ponselnya.

"Temanku tidak jadi datang, dia bilang mendadak sakit perut karena kebanyakan minum obat pelangsing."

Aluna menahan senyum. "Anda terlihat kesal."

"Tentu saja, dia sudah membuatku menunggunya disini," jawab Sean sembari menenggak kembali gelasnya.

"Saya pikir, Anda kesal karena tidak bisa bertemu dengannya malam ini."

"Jangan mengejek, aku tahu apa yang ada di pikiranmu saat ini!"

Aluna menutupi mulutnya dengan tangan, menahan dirinya untuk tidak tersenyum. "Pacarmu harus tahu, kalau kau itu sangat menyebalkan! Tidak ada seorang sekertaris yang berani mentertawakan bosnya seperti ini, kau tahu? Kau bisa saja ku pecat!"

"Kalau begitu, pecat saja! Hidup saya pasti lebih damai, karena tidak ada lagi bos kejam yang akan mengganggu tidur saya malam-malam, hanya untuk mendengarkan curhatannya yang sedang mabuk!"

"Berani kau ya...."

Ucapan Sean terpotong, saat seorang pramusaji membawakan minuman untuk mereka.

Tbc

Gimana sekarang, udah tahu kan Aluna siapa?? Wkwk

Jangan lupa voment yang banyak ya dears.

Love

Neayoz

SWEET DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang