"Dan kau pikir dengan keluar dari sini, kau bisa terlepas dariku?"
Pertanyaan itu mengalun dengan pelan namun cukup untuk membuat Aluna membeku di tempat, apalagi saat pria itu mengukir senyum di wajahnya.
"Tidak semudah itu, Nona! Kau sudah berhutang banyak padaku."
Usai mengatakan itu, Sean menangkup wajah Aluna dan mencium bibir merah alami wanita itu. Memagutnya dengan agresif, seakan menyalurkan hasrat yang tertahan sejak tadi.
Mata Aluna melebar terkejut, lalu mendorong wajah Sean dengan jemarinya.
"Jangan sentuh saya!" sembur Aluna dengan dadanya yang turun naik.
Sean mengusap wajahnya yang dilukai oleh kuku-kuku Aluna, ia menatap tajam wanita di depannya yang kini tampak begitu berang padanya. Ada apa ini, bukankah kemarin malam Aluna sendiri yang merayunya? Wanita itu yang sudah melemparkan diri padanya, lalu sekarang mengapa dia menolak sentuhan darinya?
Detik berikutnya, Sean yang mulai kesal sekarang merasa tidak terima dirinya baru saja di tolak oleh seorang wanita yang sudah di belinya dari rumah bordil, bukannya melepaskan dia justru semakin memepet tubuh Aluna ke dinding, mengikis ruang yang tersisa, kendati Aluna tak henti mendorong dadanya.
"Anda mau apa?"
Ya Tuhan! Aluna sudah gemetaran sejak tadi, jarak mereka yang begitu dekat membuat nafas Aluna tercekat. Sorot mata tajam pria itu, wajah maskulinnya yang rupawan kini tampak menahan amarah, dan Aluna baru melihat sisi Sean yang seperti ini. Karena seingatnya, Sean adalah tipe pria yang tenang--sikap tenangnya itulah yang membawanya pada keberhasilan hingga ia di segani lawan bisnisnya. Selain itu, di ingatannya Sean bukan tipe pria yang gemar mencari wanita untuk bercinta satu malam, dan sebenarnya Aluna cukup terkejut menemukan pria itu berada di rumah bordil waktu itu, tapi pikirnya mungkin saja 4 tahun ini sudah banyak yang berubah dari Sean yang tidak ia ketahui.
Bahkan kini, Sean yang ada di hadapannya tidak sama dengan bosnya kala itu--yang sedang patah hati karena putus dari kekasihnya. Sean yang sekarang benar-benar berbeda dengan pria yang saat itu senang menghabiskan waktunya berlama-lama di sebuah kelab malam hanya untuk minum, yang kemudian akan menelepon dirinya untuk minta di jemput.
Pria itu sudah banyak berubah, dan Aluna sudah menyadarinya sejak di pertemukan kembali dengannya.
Ia meremang saat tangan Sean menyentuh salah satu sisi wajahnya dan membelainya pelan.
"Saya ingin menagih hutangmu!" tangan Sean berhenti di dagu, menjepitnya pelan dengan ibu jari dan telunjuknya, hingga wajah ketakutan Aluna bisa ia lihat dengan jelas.
"Hu--hutang? Bu-bukankah kita sudah sepakat kalau Anda akan memberi saya waktu untuk mengembalikannya?" tanya Aluna dengan bibir gemetar.
Sean mendengkus kecil. "Sepakat? Kapan saya pernah menyetujui hal itu? Karena seingat saya, kau malah kabur esok harinya saat berhasil memperkosa saya malam itu?"
Semu merah menghiasi wajah Aluna yang tadinya sempat memucat karena ketakutan. "I-itu tidak benar ... saya tidak mungkin melakukan hal seperti itu!" kilahnya.
Sean memundurkan langkah, menjauhi tubuh wanita itu, ia tersenyum saat menemukan kepanikan yang tergambar di wajah merah padam Aluna. "Itu benar, Nona! Kau yang menciumku, kau mencumbu seluruh tubuhku dan bahkan kau tidak berhenti memohon padaku malam itu," katanya dengan sudah tak lagi memakai bahasa formal.
Sean tidak merasa kalau ia telah melakukan sebuah kebohongan, karena memang malam itu Aluna-lah yang memulai segalanya. Lagipula, wanita itu yang menciumnya lebih dulu, dan Sean hanya berusaha melanjutkan apa yang sudah di mulai oleh Aluna.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET DESTINY
RomanceDewasa 21+ Kesalahan tak sengajanya bersama pria itu berhasil menjungkirbalikkan kehidupan seorang Aluna. Dunianya yang sempurna pun harus runtuh saat itu juga, tak hanya kehilangan cinta sang kekasih saja, Aluna pun juga harus rela kehilangan jaban...