Bab 23

8.4K 472 24
                                    

Usai mengecup Sean di bibir, Cantika pun berlenggok pergi. Tiba di dekat Aluna ia berhenti, mengernyit sebentar sembari mengamati wajah serta penampilan Aluna yang sederhana sebelum berlalu kembali.

"Masuk dan tutup pintunya!"

Kalimat titah pria itu menyadarkan Aluna dari renungannya. Setelah menuruti semua intruksi itu Aluna masih bergeming di tempat terjauh yang bisa di jangkau Sean, hal itu mengingatkan Sean pada awal-awal pertemuan mereka, dimana wanita itu selalu menjaga jarak dengannya.

"Apa kau tidak bisa lebih mendekat lagi? Atau kau ingin aku yang mendatangimu?" tanya Sean dengan nada menggoda.

"Untuk menghindari fitnah orang lain lebih baik seperti ini saja," jawab Aluna singkat dan datar.

Baiklah, Sean mulai kesal, sebenarnya ia bukan tipe orang yang mudah terprovokasi, tapi entah mengapa bersama Aluna emosinya mudah sekali tergali, wanita itu selalu saja berhasil membuatnya frustasi akan sikap antipatinya. Dia sengaja menyambut cumbuan Cantika karena ia tahu Aluna sebentar lagi akan tiba di ruangannya, Sean ingin tahu bagaimana reaksi Aluna saat melihatnya bersama wanita lain? Ia khawatir kalau hanya dirinya saja yang mulai terbawa perasaan akan kebersamaan mereka akhir-akhir ini.

Dengkusan kesal di hembuskan keras. "Seriously, kamu masih mengkhawatirkan semua itu disaat tubuh kita sudah sering menyatu?"

Pertanyaan itu membuat Aluna tercengang, dan sialnya ia tidak bisa mengontrol rasa panas yang mulai merambat tubuh dan naik ke wajah.

"Aku harap tunangan Anda tidak mendengar ucapan Anda."

Kedua Alis Sean berkerut, ia lalu bangkit untuk kemudian bersandar pada tepi meja, menatap Aluna dengan tatapan geli. "Dengar juga tidak masalah, memang itu kenyataannya kan? Dan ... dia bukan tunanganku."

Aluna mengerjap, sebelum berdekham gugup. "Anda tidak perlu menjelaskannya."

"Bukan menjelaskan, hanya memberi tahu," Sean memotong cepat dengan kedua lengan bersedekap. "Tampaknya kau merasa terganggu dengan gosip itu. Saat itu aku hanya menemaninya memilih perhiasan, tapi kau tenang saja karena kami ke toko itu bukan untuk membeli cincin tunangan seperti yang di gosipkan semua orang."

Aluna membuang nafas, memperlihatkan gurat kesal yang nyata di wajahnya. "Saya tidak terganggu sedikitpun, dan kenapa juga saya harus terganggu. Kita tidak punya hubungan, jadi Anda berhak melakukan apapun yang Anda suka. Termasuk bercinta dengan wanita manapun, karena itu bukan urusan saya."

"Sayangnya aku hanya ingin bercinta denganmu, bagaimana?" Sean menaikkan alisnya, kuluman senyum terbentuk di bibir.

Aluna kembali tercengang, pada ucapan terang-terangan pria itu, dan ia tidak bisa menahan diri untuk tidak merona. Sialan!

"Jika Anda memanggil saya hanya untuk mengatakan ini, saya permisi karena masih banyak pekerjaan menanti di meja saya."

"Ini untukmu!" ucapan Sean sontak menghentikan niat Aluna yang hendak berbalik.

Aluna tertegun saat melihat sebuah goody bag dengan tulisan salah satu merk ponsel ternama, di sodorkan Sean padanya.

"Ambillah, ini ponsel untukmu! Aku tidak tahu kenapa uang sebanyak itu kau sampai tidak mampu untuk membeli ponsel baru, jadi aku membelikanmu ini supaya mudah untuk menghubungimu."

"Sa--saya tidak mau menerimanya, hutang saya pada Anda sudah sangat banyak!"

"Ambil ini, atau kau ingin aku selalu memintamu menemuiku di depan teman-temanmu seperti tadi?"

Mata Aluna melebar, sepertinya dia memang tidak punya pilihan, pria itu pandai sekali memanipulasi dirinya. Aluna lupa kalau Sean adalah seorang pebisnis yang mana di tuntut untuk selalu pandai memanipulasi keadaan, termasuk memaksakan keinginannya pada pesaing bisnisnya, hingga kerap kali Sean juga melakukan cara yang sama padanya.

SWEET DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang