Bab 11

4.7K 536 65
                                    

Sean menyilangkan lengan, tanpa melepaskan pandangan, ia kemudian berkata. "Pak Exel hari ini tidak masuk. Jadi kamu yang harus ikut saya untuk menjelaskan event tersebut!" titahnya enteng, sebelum keluar dari ruangan itu.

Sementara di tempatnya, Aluna gemetaran. Dia baru tahu kalau CEO super sibuk seperti Sean masih sempat-sempatnya mengurusi soal event yang perusahaannya adakan. Tapi sebagai bawahan, ia sadar kalau ia tidak memiliki hak untuk menolak perintah tersebut, paling tidak ia tidak mau bersikap yang nantinya malah akan membuat teman-temannya curiga.

Hanya butuh satu detik dari punggung kokoh itu menghilang di balik pintu, Aluna kemudian mengikutinya. Saking tegangnya, ia bahkan tidak terlalu jelas menangkap godaan yang di lemparkan oleh teman-temannya begitu ia beranjak dari sana. Aluna mengikuti Sean yang berjalan di depannya tanpa sekalipun menoleh padanya. Dadanya tak hentinya bertaluan setiap kali kakinya melangkah, berbagai spekulasi kini tengah bersarang di dalam kepalanya. Aluna khawatir kalau ini hanya akal-akalan Sean saja supaya bisa berduaan dengannya, bagaimana kalau pria itu ingin membahas masalah yang semalam? Ya Tuhan, apa yang harus ia katakan padanya. Sean pasti semakin berpikiran buruk padanya mengingat betapa murahannya sikap ia semalam. Apa sebaiknya ia berkata jujur saja mengenai dirinya yang telah di cekoki minuman yang mengandung obat perangsang, agar Sean tidak berpikir yang bukan-bukan mengenai dirinya? Tapi bagaimana jika Sean tidak percaya, lagipula siapa yang akan percaya ucapan seorang wanita dari rumah bordil sseperti dirinya?

Sean memasuki lift dan Aluna pun mengikutinya, pria itu masih belum membuka suara, dan hal itu semakin membuat Aluna menjadi serba salah.

Apa Sean akan membawanya ke ruangannya yang ada di lantai teratas gedung itu? Apa itu berarti mereka akan kembali berduaan di dalam satu ruangan? Ya Tuhan, Aluna sontak menjadi panik sendiri saat berbagai pemikiran tak enak lagi-lagi melintas di dalam otaknya.

Dan benar dugaan Aluna, Sean memang membawanya keruangannya. Sepasang jemari Aluna saling meremas dengan gugup, berkali-kali ia melirik Sean yang bersikap tenang di depannya. Seharusnya ia sudah lari sejak tadi, tapi Anehnya Aluna menurut saja saat Sean membukaan pintu ruangan untuknya. Dan setelah mempersilahkannya masuk, Sean dengan tenangnya berjalan menuju lemari pendingin.

"Mau minum apa?" tanya Sean pada Aluna yang sejak tadi hanya bergeming di depan pintu. Pria itu bersikap seakan tidak ada yang pernah terjadi di antara mereka.

"Tidak usah Pak, saya tidak terlalu suka minuman dingin," jawab Aluna sebelum menunduk kembali.

Sean mengangkat kedua alisnya, terdiam sejenak sebelum menjawab. "Oke!" dia kemudian berjalan menuju kursi kebesarannya. "Kalau begitu langsung saja, jelaskan perencanaan event itu, sekarang!"

Aluna mendongak kemudian mengerjap, dia yang di serang gugup seketika menjadi salah tingkah sendiri saat mendapati kalau dugaannya telah salah. Pria itu jelas-jelas hanya ingin membahas perihal pekerjaan dengannya. Bukan melakukan hal yang iya-iya seperti yang ia khawatirkan.

"Hallo?" Suara barithon itu kembali mengudara, membuat Aluna kesulitan mengumpulkan fokusnya yang berlarian kemana-mana.

"Uhmm, itu ... sebenarnya itu hanya event tahunan biasa Pak," timpal Aluna sesaat kemudian.

"Kalau soal itu, sepertinya saya yang lebih tahu dari Anda!" Sindir Sean dengan nada tajam.

Aluna mencelos, sadar kalau saat ini ia tampak bodoh. Reflek, dia menelan ludah saat tatapan tidak berdayanya di balas tajam oleh Sean, membuat mulutnya terkunci rapat-rapat.

"Maksud pertanyaan saya adalah ... event seperti apa yang sudah kalian rencakan kali ini? Dan ... bisakah kamu kemari? Saya tidak punya penyakit menular, jadi kamu tidak perlu takut! Dan sekalipun saya memilikinya ... mungkin saja saya sudah menularimu dari kemarin malam."

SWEET DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang