Bab 15

4.7K 452 38
                                    

Aluna menutupi mulutnya dengan tangan, menahan dirinya untuk tidak tersenyum. "Pacarmu harus tahu, kalau kau itu sangat menyebalkan! Tidak ada seoarng sekertaris yang berani mentertawakan bosnya seperti ini, kau tahu? kau bisa saja ku pecat!"

"Kalau begitu, pecat saja! Hidup saya pasti lebih damai, karena tidak ada lagi bos kejam yang akan mengganggu tidur saya malam-malam, hanya untuk mendengarkan curhatannya yang sedang mabuk!"

"Berani kau ya...."

Ucapan Sean terpotong, saat seorang pramusaji membawakan minuman untuk mereka.

##

Aluna membuka matanya perlahan, ia memijit keningnya yang tersengat sakit begitu cahaya lampu kamar menyerbu indera penglihatannya. Kenyamanan dan juga rasa hangat yang sepasang lengan kokoh itu berikan saat melingkari tubuh rampingnya, membuatnya enggan untuk beranjak. Sudah 3 hari ia tidak bertemu dengan sang kekasih, jadi wajar bukan jika kerinduan itu membuat mereka lepas kendali, terlebih sudah hampir satu bulan Darrel tidak pernah lagi menyentuhnya-sejak dokter mengatakan kandungannya lemah. Tapi semalam entah setan apa yang merasuki pria itu, hingga ia melanggar perintah dokter, padahal sudah sejauh ini mereka berkomitmen untuk tidak bercinta selama kandungan Aluna masih dinyatakan lemah oleh dokter.

Kepala Aluna yang menempel di dada pria itu mendongak, bermaksud untuk melihat wajahnya yang masih terlelap. Aluna selalu suka menatap wajah pria itu ketika ia membuka mata, wajah polos Darrel-nya saat terpejam selalu saja berhasil membuatnya jatuh hati. Tapi sudah satu bulan ini Darrel menolak untuk tidur di tempatnya, sejak ia dinyatakan hamil, Darrel mati-matian menjaga jarak dengannya, karena itu sekarang Aluna merasa senang saat ia memiliki kesempatan itu lagi.

Tapi begitu Aluna mendongak, bukan wajah Darrel yang ia temukan tapi wajah pria lain yang juga sudah tidak asing baginya. Sean. Ya, ternyata pria itulah yang kini sedang memeluknya. Bukan Darrel, kekasihnya.

Dengan reflek Aluna menarik diri, ia menggeser tubuhnya ke tepi ranjang sembari memegangi ujung selimut agar tubuhnya yang telanjang bisa tertutupi.

Aluna mencoba memutar ingatan, mencoba mengumpulkan potongan-potongan kejadian semalam.

"Loh memangnya siapa yang pesan?" tanya Sean kala itu pada pramusaji yang mengantarkan minuman ke meja mereka.

"Pesanan atas nama Nona Cantika, Tuan. Saya hanya di suruh mengantarnya kemari."

Aluna mengernyit, Cantika? Apakah Cantika yang dimaksud adalah teman wanita Sean?

Jika sudah memesan minuman, berarti wanita itu sempat mendatangi tempat ini, lalu mengapa mengatakan tidak bisa datang saat Sean meneleponnya?

Tiba-tiba ingatan Aluna malah jatuh pada Cantika tantenya, orang yang sudah bersekongkol dengan ayah tirinya untuk menguasai harta peninggalan ayahnya. Wanita itu juga yang sudah merebut kasih sayang mamanya dan membuatnya terbuang dari rumah.

Untungnya saja, sekarang Aluna sudah menemukan dunianya sendiri bersama Darrel dan calon anak mereka. Pernikahannya dengan Darrel yang akan berlangsung 2 minggu lagi, membuatnya tidak lagi memikirkan apapun selain masa depan mereka bersama buah cinta mereka.

"Cantika? Maksudmu, tadi dia ada disini?" tanya Sean heran.

"Benar Tuan, ini tadi Nona Cantika sendiri yang memesannya. Apa masih ada yang Anda butuhkan Tuan?"

Kening Sean mengernyit, lalu detik berikutnya ia menggeleng. Usai mendapatkan jawaban dari Sean, pramusaji itupun pergi.

"Aneh sekali, dia datang tapi kenapa tidak menemuiku?" Seolah tidak bersungguh-sungguh menanyakan hal itu, Sean kemudian mengeluarkan ponsel miliknya dan mulai menghubungi seseorang di seberang sana.

SWEET DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang