Siluet seseorang di belakangnya, yang di pantulkan oleh lampu jalanan yang temaram, membuat Aluna semakin mempercepat langkah, pria itu berada di belakangnya, mengikutinya, seperti mencari waktu yang tepat untuk menyerangnya.
Aluna berlari, dan bayangan itu mengejarnya. Dan saat bayangan itu terlihat semakin dekat, Aluna yang ketakutan, langsung menyebrangi jalan tanpa tengok kanan kiri, dan sesaat kepanikan itu membuatnya hilang fokus, hingga bunyi klakson kendaraan menyadarkannya, membuatnya terkejut saat sebuah mobil yang melintas hampir saja menabraknya.
Ya, hampir! Seandainya saja tak ada yang meraih tubuhnya untuk menepi.
Sontak, Aluna menjerit, ia lebih memilih di tabrak oleh kendaraan tadi dibanding berada di dalam pelukan pria itu. Hei, Aluna memang sudah sehilang akal itu jika dihadapkan kembali pada kenangan terburuk di dalam hidupnya.
"Hei, apa kau sudah gila?"
Suara itu, membuat jeritannya reflek terhenti. Tidak lagi melakukan perlawanan, Aluna membuka mata dan menemukan dirinya tengah berada di dalam pelukan Sean. Ya Sean. Pria itulah yang ternyata telah menariknya. Sedetik kemudian ia langsung menutupi wajahnya dengan telapak tangan sebelum menangis tersedu-sedu.
Sean tertegun, pemandangan itu seketika seperti mencubit hatinya. Dengan reflek, ia pun langsung merengkuh wanita itu kembali.
"Apa yang terjadi?" tanya Sean bingung, saat tangis wanita itu tak juga reda.
Aluna menggeleng, membuat Sean menggeram kesal dan mengurai pelukannya.
"Demi Tuhan, kau gemetaran sekarang. Katakan padaku, apa yang terjadi denganmu?" desak Sean sembari meremas pelan kedua bahu Aluna dan mengamati wajah wanita itu yang sudah berurai air mata.
Tapi lagi-lagi Aluna yang tidak mau menatapnya hanya menggeleng, lalu mengusap wajahnya sebelum menarik nafas panjang dan menatap Sean dengan matanya yang merah. "Sa--saya tidak apa-apa, benar-benar tidak apa-apa. Terimakasih sudah menyelamatkan saya, apa setelah ini hutang saya pada Anda akan bertambah?" tanya Aluna dengan nada yang biasa.
Remasan Sean di kedua bahunya mengencang, pria itu terlihat kesal, mendapati Aluna masih saja bersikap kaku padanya. Tapi Aluna yang masih ingat dengan gosip itu, memilih bersikap abai.
"Kalau begitu bayar hutang-hutangmu itu sekarang!" kata Sean dengan nada menekan.
Aluna mengerjap, ia mengerti maksud ucapan pria itu. Tapi Aluna yang kelelahan tidak mau menurutinya. "Anda total saja semuanya, nanti pasti akan saya bayar, tapi tidak sekarang, karena saya harus pulang."
Tepat setelah Aluna mengucapkan kata-kata itu, ia melihat sebuah taksi yang akan melintas ketempat mereka, maka dengan cepat Aluna langsung menghentikannya. Meninggalkan Sean sendirian disana, dengan rasa kesal yang sudah tak tertangguhkan.
Kurang ajar wanita itu, tidak tahukah ia kalau Sean kembali ke Bali hanya karena merindukannya? Ah, Rindu ... Sean bahkan tidak mengerti mengapa perasaan itu bisa hadir. Keinginannya untuk bertemu Aluna selama ia berada di Jakarta membuat konsentrasinya terbagi, ia bahkan tidak bisa lagi fokus mencari keberadaan Adellia dan juga anaknya sebagai mana niat awalnya.
##
Keesokannya, Sean tengah merenung di dalam kantornya, sembari menatap layar di ponselnya yang menampilkan foto Adellia saat wanita itu masih menjadi sekertarisnya bertahun-tahun lalu. Dia sengaja mengambil foto Adellia diam-diam tanpa sepengetahuan wanita itu. Saat itu ia masih tidak mengerti mengapa ia melakukannya, bahkan foto itu hanya tersimpan di drive pribadinya tanpa pernah ia buka sekalipun, namun sejak wanita itu menghilang Sean semakin sering membukanya untuk kemudian di pandanginya lama--saat rasa bersalah itu kembali mengusik ketenangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET DESTINY
RomanceDewasa 21+ Kesalahan tak sengajanya bersama pria itu berhasil menjungkirbalikkan kehidupan seorang Aluna. Dunianya yang sempurna pun harus runtuh saat itu juga, tak hanya kehilangan cinta sang kekasih saja, Aluna pun juga harus rela kehilangan jaban...