Chapter 5

436 53 9
                                    

Sudah genap 2 minggu Jinyoung menganggur, mengisolasi diri di kediamannya. Dia menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk membaca buku. Baik itu buku baru yang tidak pernah dia baca, ataupun mengulang buku yang sudah pernah dia baca berkali-kali. Dia tidak berinteraksi dengan dunia luar, bertingkah seolah hanya dia satu-satunya manusia yang tersisa di Bumi. Jinyoung hanya akan melangkahkan kakinya melewati pintu dan berinteraksi saat dia ingin keluar membeli bahan makanan. Dan, itu sangatlah membuat Jaebum dan Seulgi jengkel dengan Jinyoung.

"Kau benar-benar... jika kau pingsan, atau terjadi sesuatu padamu, tidak akan ada yang datang menyelamatkanmu selain aku! Kau benar-benar tidak bisa menghargai pertemanan kita ya, Bapak Park Jinyoung yang terhormat." Jaebum memaksa Jinyoung untuk membukakan pintu untuknya tadi, saat Jinyoung menolak kedatangannya. Dia datang sendiri, tidak dengan Seulgi karena wanita itu sedang sibuk dengan pekerjaannya, menulis berita, meneror para artis dengan pertanyaan-pertanyaan yang menakutkan. Seulgi adalah seorang reporter. "Ckckck... lihatlah kumismu yang tidak terurus itu, kau terlihat seperti bapak-bapak yang sudah menikah."

Jinyoung tidak menanggapi Jaebum, karena apa yang pria itu katakan tidaklah sepenuhnya salah.

"Dulu, kupikir kau akan menggila jika kehilangan pekerjaanmu. Tapi kau terlihat baik-baik saja sekarang, untung saja."

Jinyoung hanya tersenyum. Dia? Baik-baik saja sekarang? Oh, Jaebum, Jinyoung tidak baik-baik saja. Dia hanya tidak ingin menunjukkannya di depanmu. Dia tidak ingin terlihat lemah.

"Ngomong-ngomong, pemandangan di apartemenmu bagus juga," kata Jaebum menunjuk spanduk wajah Jisoo yang berada di seberang gedung dengan dagunya.

Jinyoung melihat ke arah tunjuk Jaebum dan hanya tersenyum.

"Tak heran kenapa kau betah mengisolasi diri di sini. Rupanya pemandangan sehari-harimu ini, kau bisa mencuci mata setiap hari bukan?" lanjutnya menggoda Jinyoung.

"Apa yang kau bicarakan? Jangan ngelatur."

Jaebum terkekeh melihat ekspresi wajah Jinyoung yang berubah. "Jujur saja, tidak mudah bukan?"

"Apa kau tidak bekerja?" Jinyoung mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air.

Jaebum melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kekarnya. Sial, dia tidak sadar kalau jam makan siang sudah hampir selesai. Dia harus segera kembali ke kantor sebelum dimarahi oleh atasan--yang mana itu tidak akan mungkin terjadi karena semua orang tahu kalau Jaebum adalah anak dari seorang pejabat. "Aish... maaf Jinyoung, aku ingin berada di sini lebih lama tapi sayangnya aku tidak bisa karena waktuku tinggal lima menit lagi." Jaebum mengambil dompet dan kunci mobilnya yang ada di atas meja, "Aku pergi dulu," pamitnya.

"Dari tadi kek. Udah sana pergi, jangan kembali lagi!"

Jaebum menghilang di balik pintu, pria itu sudah pergi. Jinyoung menghela nafasnya dengan lega karena dia sudah tidak perlu mengenakan topeng wajah yang menyesakkan. Memasang topeng wajah dan bertingkah seolah baik-baik saja sangatlah tidak mudah bagi Jinyoung, sangat menyesakkan dan tidak baik bagi kesehatan psikologisnya. Itulah kenapa, Jinyoung lebih suka menghabiskan waktunya sendirian di saat dia sedang ada masalah atau beban pikiran. Dia tidak suka menunjukkannya kepada orang-orang, akan memendamnya sendiri.

Jinyoung meletakkan gelas di atas meja bar mini dan menghela nafasnya dengan berat. Dia sudah tidak tahan tidak bekerja dan muak dengan pola hidupnya 2 minggu belakangan ini: tidur-bangun-makan-baca buku-tidur lagi, begitu terus seterusnya hingga tanggal berganti. Jinyoung yang selama ini punya pemikiran, kerja untuk hidup, dan sekarang seorang pengangguran? Bagaimana bisa dia hidup jika dia tidak bekerja? Tidak memiliki pekerjaan? Jinyoung sangat stress!

I Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang